Tumgik
rosariais · 6 years
Text
Menulis
Aku ingin menulis lagi. Ingin sekali.
Aku sudah lama tidak menulis. Sudah lebih dari satu tahun lamanya aku tidak menulis dan mengunggah tulisan di sini.
Di kepalaku, ada banyak perkara yang mondar-mandir menuntut untuk dituliskan tapi aku tidak tahu bagaimana cara menuliskannya. Aku tidak ingat apa yang harus kulakukan untuk mengartikulasikan pikiranku ke dalam tulisan. Aku bahkan tidak lagi ingat bagaimana cara mengawali sebuah tulisan.
Aku rasa aku tidak lagi bisa menulis.
Akan tetapi, menunda menulis lebih lama lagi karena merasa tidak menulis membuatku merasa bersalah kepada diriku sendiri karena aku tahu aku tidak akan pernah memulai menulis jika bertahan dengan alasan semacam itu.
Jadi, lebih baik aku menulis tentang kegagapanku menulis daripada tidak kunjung mulai menulis.
Dan aku rasa aku perlu lebih rajin membaca.
Denpasar,
8 Mei 2018
0 notes
rosariais · 7 years
Link
“But something’s lost but something’s gained in living everyday.”
0 notes
rosariais · 7 years
Text
“And I swear she tried her best to rewrite this story, her story. But her tears had already smudged her words, clouded her vision, ruined her hope.”
July 20, 2017
0 notes
rosariais · 7 years
Text
"I swear she tried. She tried to dry her tears. She tried to stop it from flowing to her cheeks. She tried to stop her tears from wetting the pages she writes on. She tried to write happy stories and think happy thoughts and to anticipate a happy future that may or may not await for her. Yet she still couldn’t help but cry each night. Can you hear her sobbing at night when the world is asleep and at peace.”
July 19, 2017
0 notes
rosariais · 7 years
Text
Mobil yang kutumpangi melaju semakin kencang. Kurasa si sopir mulai mengantuk. Ia memaksakan suara paraunya mengikuti tiap-tiap lagu yang diputar operator radio. Kekasihnya sudah tertidur di kursi sebelah kirinya.
Di deretan tengah, dua penari cantik tampak sudah pulas. Mereka menyandarkan kepala mereka masing-masing pada kaca pintu mobil. Pelipis mereka terantuk-antuk tiap melalui jalan berlubang atau bergelombang tetapi mereka tidak terbangun karenanya. Aku terkekeh-kekeh sendirian setiap melihat adegan bodoh itu. Aku duduk di deretan paling belakang bersama temanku. Dia sudah lelap sejak mobil ini keluar dari kota yang kami kunjungi hari ini.
Aku kembali mengamati mereka yang duduk di kursi depan. Lelaki itu mengusap rambut kekasihnya dengan tangan kirinya. Sang kekasih menyambut tangan yang menyentuhnya lalu mengecup telapaknya. Tampaknya dia terbangun dari tidurnya.
Aku menatap keluar jendela yang dihinggapi bulir-bulir embun. Jalanan begitu lengang. Satu dua kendaraan melintas namun lekas hilang dari pandangan. Orang-orang tak lagi menghidupkan peradaban. Mereka sudah menyerah dalam satu tarikan selimut di pembaringan.
Sesaat berlalu, aku dipertemukan kembali dengan pabrik tua itu. Atapnya berjelaga tebal bak diguyur letusan gunung arang. Temboknya lusuh sekalipun sudah bersalin baju. Pagar yang mengelilingi bangunan telah dipulas tapi catnya tetap kalah dikelupas karat. Ia tak akan lagi memenangkan zaman.
Aku meyakini ia sudah mencapai pungkasan usianya. Tetapi aku tidak melihat keyakinan yang sama di luar sana. Tubuh renta tak sanggup mengistirahatkannya dari tugas menjadi tumpuan. Aku kira ia memang pasrah saja dipaksa bekerja. Ia ingin menghabiskan tenaganya sebelum dihabisi oleh usianya.
Aku tinggalkan dia berikut segenap rahasia yang tak pernah dibagi olehnya. Aku membiarkan diriku kembali dihujam kekosongan yang akan hilang setibanya di rumah. Kupastikan kantuk akan menghajar lalu lelap menyapu duka yang terserak. Perhitunganku keliru, rupanya. Hujan turun begitu saja lewat sudut-sudut mata. Aku pasrah. Telepon genggamku berbunyi. Pikiranku teralihkan pada temanku yang memperlihatkan lukanya yang menganga. Di situ mengalir darah yang segar. Aku tak sanggup membasuhnya karena aku bahkan sama saja dengan pendosa yang menyakitinya.
Aku letih mencerna semuanya. Aku ingin istirahat.
Penghujung April 2017
0 notes
rosariais · 7 years
Text
Some words are ineligible.
“I don’t love clichés, but there are times when the only way to say something is the way it’s been said hundreds of times before.”
0 notes
rosariais · 7 years
Quote
I’m not living, I’m just killing time.
True Love Waits - Radiohead
2 notes · View notes
rosariais · 7 years
Quote
Don’t you dare to say that you truly love someone if you keep finding reasons to leave rather than make an effort to stay.
0 notes
rosariais · 7 years
Audio
“And I know it’s only in my mind that I’m talking to myself and not to him. And although I know that he is blind. Still I say, there’s a way for us.”
“Without me, his world will go on turning. A world that’s full of happiness that I have never known.”
1 note · View note
rosariais · 7 years
Audio
Hold me, you shall never ever see me.
Blankets will not hesitate me. 
Flowers shant even wake.
Kiss me, this the last time you may see me.
This the last time light shall harm me.
I shall cry myself to death.
Funny, how you never showed your love to me.
Lovely, oh the lights I can see It is gleaming in my eyes like when you burned me, tear my skin off and leave me.
This the last time you may hold me.
This the last time I shall say good bye
0 notes
rosariais · 7 years
Audio
“Come upstairs and I'll show you where all my, where my demons hide from you. Just look at who I have become I am so ashamed. You were the one that made me feel the way I do. You broke me and taught me to truly hate myself. Unfold me and teach me how to be like somebody else.”
“I can not hide how low I feel to know that you were never wrong.”  
“You are lost and found.”
0 notes
rosariais · 7 years
Audio
“Keputusan yang tak terputuskan ketika engkau telah tunjukkan semua tentang kebalikan di antara kita.”
“Tetapi esok nanti kau akan tersadar. Kau temukan seorang lain yang lebih baik. Dan aku kan hilang, ku kan jadi hujan. Tapi tak kan lama ku kan jadi awan.”
1 note · View note
rosariais · 7 years
Text
“Terlalu dini bagimu untuk merasa tua,” katamu setelah menyeruput kopi panas yang kuseduh untukmu. Kamu berbicara padaku tanpa menatapku. Matamu tertuju pada tembok berlumut nan rimbun oleh sulur sirih yang menjalar liar.
Aku menghitung batang-batang rokok yang kau bunuh dalam asbak berbentuk dadu dengan cekungan di bagian atasnya dan retakan besar pada salah satu sisi sampingnya. Tujuh batang belum cukup rupanya. Di sela-sela jari telunjuk dan jari tengah tangan kananmu tersisip sebatang rokok Gudang Garam Signature yang menyala. Kamu dekatkan ujung rokok itu pada bibirmu lalu kamu menghisapnya.
Asap menggulung ke arahku tanpa berusaha kuhalau. Aku duduk di sampingmu memperhatikan bekas luka di lehermu. Aku membayangkan rasa sakit yang kamu peroleh saat pecahan botol itu ditusukkan di situ. Aku mengamati kulit telingamu yang tebal, kembali merasa aneh karenanya. Perasaan itu muncul sejak pertama kali aku menciumi lehermu dan tak lekang hingga sekarang. Aku menyisir rambut yang terserak di dahimu ke belakang dengan jemariku. Rambutmu terasa berminyak di tanganku.
“Nanti pas mandi, keramas yang bersih, ya!” ucapku.
“Aku pasti keramas sekalian kalau mandi,” tukasmu.
Aku tidak punya apa-apa lagi untuk dikatakan. Kata-kata yang biasanya meluncur tanpa jeda tersumbat di tenggorokanku.
“Kowe ngopo to?” tanyamu sambil mengalihkan pandanganmu kepadaku.
“Nggak apa-apa. Lagi pengen gini aja,” jawabku sembari melingkarkan lenganku ke perut dan pinggangmu.
“Kenapa sukanya meluk kenceng banget? Kaya mau ditinggal aja. Dasar manja!” sindirmu.
Aku hanya tertawa cengengesan mengalihkan keharusan menjawab. Aku meletakkan kepalaku di dadamu. Kurasakan jantungmu berdegup tidak teratur. Nafasmu sesekali terdengar mendengus berat. Tiap momen ini terjadi aku begitu cemas. Aku berharap tidak ada penyakit serius yang hinggap di sana.
Sayangnya, aku tidak pernah berhasil berkelit di depanmu. Terkaanmu tentang perasaanku jarang meleset. Isi kepalaku tak seberapa pelik untuk kau pecahkan. Aku, seperti biasa, pura-pura tidak tahu keraguanmu.  
Tiba-tiba, kamu menelanku dalam pelukan erat. Barangkali kecemasanku teraba oleh inderamu. Lalu kamu mengusap rambutku perlahan. Seketika aku merasa tenang. Sungkawa macam apapun kupastikan akan hirap ketika dekapanmu menyergap.
Jelaga berangsur-angsur menyapu langit sore. Hari ini, langit tidak meremang jingga. Kita telah dipuaskan oleh gemerisik lembut angin dan hujan yang dibendung gumpalan awan.
Kamu menggamit lenganku mengajakku beranjak ke dalam rumah. Aku mengekor sambil memelukmu dari belakang.
-------------unfinished
13 Maret 2017
0 notes
rosariais · 8 years
Text
Aku mengasingkan diri di kotaku sendiri.
Bibirku saling melekat sejak aku mulai berkemas.
Bunyi khas kunci yang diputar pada lubang pintu tua menggantikan kata-kata pamit yang tertahan.
Motor yang rusak sebelum lunas itu lagi-lagi menyerah jadi tunggangan tuan tanpa tujuan.
Roda-rodaku menyusuri aspal panas lalu membaur dalam keramaian sekenanya.
Sengatan terik siang dari timur membakar tengkuk berlumur balsam.
Perlawananku sebatas uap-uap yang berdesakan keluar dari dalam rongga mulut saja.
Tidak perlu menggebu-gebu kalau cuma bisa pasrah saat dipacu tanpa jeda atau diberhentikan tanpa aba-aba.
Februari 2017
0 notes
rosariais · 8 years
Text
Nyawa lampu baru saja kuregang. Masih ada satu lampu menyala di luar sana. Berkas cahaya menyusup dari lubang angin seadanya. Apakah kesempatan kuberikan diam-diam pada bayang-bayang yang pasrah?
Dia telah menguasai ruangan.
Kulihat ada yang tersungkur di samping tembok putih yang dingin. Bahkan ketika malam mulai gelisah karena takut terlambat berkemas. “Jangan terburu-buru,” pinta pengemis waktu.
Tidak ada yang menanyainya. Pun aku. Dirinya toh sibuk berbicara pada tubuhnya sedari tadi.
Kutempelkan telingaku pada sisi luar tembok. Siapa tahu ada keluh kesah yang merambat.
Hingga darah di telingaku membiru, hanya kudengar isak lirih berulang.
Habis alasan untuk tinggal. Kutinggalkan dirimu yang tidak tahu aku menunggu. 
Malam berangsur lenyap. 
13 Februari 2016
0 notes
rosariais · 9 years
Text
Baiklah sekarang kusiapkan hidup yang akan berakhir sendiri.
Kita terlahir tanpa apa-apa.
Kita mati tanpa siapa-siapa.
Malam tidak pernah lupa menagih terang yang dipinjam siang.
Segala kelekatan akan menyerah pada ujung masa.
Tubuh bergetar.
Sederet rasa terkatup dalam gumam.
Resah menyisakan mendung di kelopak mata.
Kita tidak sungguh saling berpunya.
30 September - 2 Oktober 2015
0 notes
rosariais · 9 years
Text
Siapakah kamu sehingga waktu tunduk kepadamu?
Denyut detik yang berbaris teratur menjadi laju setiap mata kita bertemu.
Seketika merambat setelah tatapanku berbalas punggungmu.
14 September 2015
untuk 
12 September 2015
0 notes