Tumgik
rooraito · 5 years
Text
Kamu dan aku pernah berada di titik yang melelahkan. Mungkin kita pernah berpikir untuk menyerah. Melepaskan semua yang telah diperjuangkan. Berharap semua baik-baik kembali tanpa ada kita di dalamnya. Kita pernah mencoba untuk berdiri di jalan masing-masing lagi. Kita pernah bertahan untuk tidak saling sapa lagi. Tapi kamu dan aku sama-sama tahu kita gagal untuk sebuah kegagalan. Kita tidak pernah berhasil berpisah. Kita selalu saja kembali bersama. Kini, kita menyadari; untuk apa saling menjauhi jika banyak hal baik yang bisa kita ciptakan jika bersama hingga nanti.
—boycandra
634 notes · View notes
rooraito · 6 years
Text
Malam Puan #2
Sang puan bersenandika, dalam ketaksaan rasa. Dalam malam-malam senyap penuh imaji. Terungku dalam pilar-pilar tak berandang. Puan resah. Ingin melasak. Tapi rasa itu sebam, hanya diam. Bercokol dalam kegamangan atas asa yang mulai memudar. Rebas bagai titik hujan. Racau dalam sepi. Berderau, merisak, melaung. . . Asa dan rasa disangka swastamita. Menyaru dalam calak nirmala. Sementara hakikatnya mungkin semenjana. Puan, semoga temukan tuan, dalam arunika.
12 notes · View notes
rooraito · 6 years
Text
Malam Puan
Oh puan, di mana letak jalan pulang? Ku toleh ke belakang, tak kutemukan. Oh tuan, jalan ke depan pun tak tampak. Ku tatap lurus menerka, hanya ku lihat hampa.
1 note · View note
rooraito · 6 years
Quote
"Jadi aku terjebak?"
1 note · View note
rooraito · 7 years
Text
Beberapa orang tak dikaruniai kemampuan menerima–
sehingga selalu mengejar.
Padahal, yang sudah dimiliki sama indahnya dengan yang dikejar.
– @cindyjoviand
452 notes · View notes
rooraito · 7 years
Text
Aku Belajar Satu Hal
Sesuatu/seseorang yang hadir dalam hidup kita, selalu datang untuk satu tujuan mulia, ya mungkin untuk memberikan pelajaran yang baik.
Sayangnya, dia tetap bisa pergi begitu saja, tanpa bisa kita duga, tanpa bisa kita cegah. Lalu, mau tidak mau, rela tidak rela, kita harus menerimanya.
Ketika sesuatu/seseorang pergi, berarti masanya untuk membahagiakan kita sudah berakhir.
Bisa jadi, sebenarnya kita tidak butuh-butuh dia amat.
Atau mungkin, dia yang sudah tidak butuh kita lagi.
Tapi, sudahlah, bagaimana pun juga, hidup tetap harus berlanjut, meski; dengan atau tanpa dia.
253 notes · View notes
rooraito · 7 years
Text
Distansi
Aku tidak punya apa-apa, selain jarak ini. Satu-satunya hal yang menautkan sekaligus membatasi. Semua yang ringan di awal mendadak menjadi sangat berat untuk dijalani. Tapi, rasanya sulit untuk berlalu begitu saja, ketika kita sudah mencintainya dengan terlalu.
Ada yang tertinggal, ialah sebentuk harapan untuk segera melepas rindu dengan senyata-nyatanya. Betapa aku ingin matanya adalah hal pertama yang kulihat saat aku membuka mata. Dengan dekat. Dekat yang dekat sekali. Sayang, waktu tidak mau bersahabat baik dengan jarak. Belum diizinkannya aku mewujudkan keinginan terbesarku itu. Aku, sampai saat ini, harus terus bergerilya memelihara rindu ini sendirian.
Kadang, dia bertanya mengenai kapan dan berapa lama lagi. Aku tidak pernah punya jawabannya. Atau barangkali aku punya, namun aku hanya tidak ingin memberitahunya.
Kapan eksistensimu ada di sini agar bisa kunikmati dengan nyata? Berapa lama lagi aku harus menanti agar tubuh kita segera terpaut? Besokkah? Bulan depankah? Tiga tahun lagi? Atau tidak akan pernah ada hari baik itu?
Dia melontarkan pertanyaan itu berulang pada apa saja. Pada dinding kamarnya, langit-langit tempatnya menatap sebelum terpejam, meja kerjanya, cermin, dan padaku. Apa yang harus kukatakan padanya, ketika aku sendiri tidak berdaya untuk menyentuhnya dari jarak sekian?
Aku melamun, atau lebih tepatnya merenung. Sembari berandai-andai hari besar itu tiba. Hari pertemuanku dengannya. Yang tidak tahu kapan. Kalau saja bisa, aku sangat ingin menukarkan distansi ini dengan apa saja yang aku punya.
Sekarang juga.
180 notes · View notes
rooraito · 7 years
Photo
Tumblr media
Bila nanti, nyatanya kita saling menghindari dan tidak lagi saling mencari, ingatlah dengan baik; bahwa setidakmenyenangkan apapun akhir kisah ini, aku pasti akan mengingatmu sebagai seseorang yang pernah mengasihiku dengan baik dan bijak.
Bila nanti, kamu mendadak meragu, kamu sangat boleh percaya hal ini; bahwa jauh sebelum aku mengenali senyummu, jauh sebelum cerita-ceritamu mencanduku, jauh sebelum aku meletakkan kekagumanku pada kalimat-kalimat cerdas nan manismu, aku bersyukur seseorang sepertimu bersedia singgah di sini.
Bila nanti, kamu mengenang masa di saat aku masih ingin bersamamu–meski seberantakan apapun kamu, ketahuilah, itu hanya upaya sederhanaku untuk memastikan; bahwa perasaanmu padaku masih cukup banyak untuk membuatmu menyayangiku hingga besok dan besoknya lagi.
Bila nanti, seseorang yang kamu pilih di kemudian hari untuk menjadi penyebab bahagiamu bukan lagi aku, maka aku hanya ingin menyampaikan terima kasih;
• Terima kasih karena telah mengajariku cara untuk membaik dan terus membaik.
• Terima kasih karena sudah mau memahami semua duka dan luka yang kurasakan, yang ternyata, lebih baik dari siapa pun.
• Terima kasih karena pernah menolongku dari semua ide-ide burukku dan pemikiran yang salah.
• Terima kasih untuk waktu, kisah, argumen, dan diskusi menyenangkan yang pernah mau kamu bagi denganku. . . . . . Aku pernah bahagia saat itu. Sangat. Dan jikalau tidak lagi saat ini, tidak apa-apa,
aku telah cukup bahagia karena pernah bahagia di saat itu, dengan kamu.
Art: @misscyndiii
2K notes · View notes
rooraito · 7 years
Text
Lelah. Lelah yang teramat sangat. Ku kira kau telah berubah. Nyata nya tetap sama.
0 notes
rooraito · 7 years
Photo
Tumblr media
296 notes · View notes
rooraito · 7 years
Quote
Tenang saja, aku tak merindukanmu. Aku hanya merindukan seseorang yang mencintaiku; di masa lalu
(via duatigadesember)
472 notes · View notes
rooraito · 7 years
Text
Timbangan Miring
Tak sadarkah kamu, bahwa timbanganmu miring sebelah. Dan parahnya lagi, miringnya ke arah yang salah. Sebenarnya atas dasar apa pertimbangan yang kamu ambil?
Lihatlah, kadar rindu yang aku rasakan terlalu berat untuk ditimbang. Tidak adil jika hanya secuil rindu yang kau takarkan untukku. Sudah rusakkah timbanganmu? Ketidakpedulianku mulai menghilang, dan aku lelah menjadi seseorang yang entah terlalu bodoh atau terlalu baik bagimu.
Aku sudah jengah dengan semua ini, aku tak ingin langkah kita seiring lagi. Tapi aku bisa apa? Aku terjebak dalam siklus kebodohanku sendiri.
Aku suka kamu - Aku mendatangi dan Kamu meresponku - Kamu menyamankan, kemudian berlalu - Aku terluka - Aku melihatmu tersenyum - Lalu, aku kembali menyukaimu. Begitu seterusnya.
Bandingkanlah aku dengan masa lalumu. Ia tidak pernah berjuang dan selalu menyalahkanmu, sedangkan aku tak pernah menyerah dan selalu membenarkanmu.
Atas segala ketidakadilanmu, aku selalu menujumu. Timbangan miringmu masih selalu aku maklumi. Mungkin bagimu, aku lebih baik dilupakan saja. Tapi bagiku, kamu dihukum saja. Karena mungkin aku tak benar-benar sanggup untuk melupa.
terinspirasi dari kak @kunamaibintangitunamamu
98 notes · View notes
rooraito · 7 years
Photo
Tumblr media
Percayalah, ini hanya akan terbaca seperti suatu surat sederhana. Ketika aku berani memproduksi kata-kata seperti ini, itu berarti aku telah melewati beberapa waktu untuk mengumpulkan kewarasanku kembali.
Dengan segenap nalar dan akalku, aku harus mengakui: menangani kesendirian itu tidak mudah. Berpisah setelah terbiasa itu susah. Dan lucu adalah bagaimana kebahagiaanku bisa didikte begitu saja olehmu.
Kamu pernah berbeda. Di satu hari yang tak pernah kau ketahui, aku menulis tentangmu. Tak pernah ada yang lebih karib dari ini. Sayangnya, kamu tidak pernah mengamatiku baik-baik.
Seseorang pernah bilang, orang-orang dalam hidup kita sama saja seperti rasa yang dicicipi oleh lidah. Ada manis, asin, pahit, asam, pedas, dan rasa-rasa yang tidak terdeteksi lainnya. Dan bagiku, kini kamulah manis yang berganti pahit itu.
Aku tidak pernah tahu, rasa bisa tertinggal selama ini. Semakin hari terasa semakin menyebalkan saja. Lalu, temanku bilang: jangan-jangan, yang kubutuhkan hanyalah segelas air untuk menyapu semua yang pernah kurasakan, agar semua kembali menjadi hambar lagi. Sama seperti kamu yang telah lebih dulu menemukan seseorang yang memberikanmu segelas air itu.
Sulit untuk terlihat tetap baik-baik saja. Karena, bukankah semua pecandu akan selalu begitu? Tapi, tenanglah, aku sudah waras. Sunyi ini menyudahi segalanya, kecuali satu tanya yang masih memburu jawaban; seperti inikah rasanya dilupakan dan melupakan?
Barisan kalimat ini akan segera kuakhiri. Sebentar lagi semua akan sirna. Di atas sana, kenangan berdesak-desakan, memohon untuk disimpan lebih lama lagi. Tapi aku menolaknya. Sebab, disimpan atau tidak, semuanya akan baik adanya.
Dan setelah hari ini, aku tak mungkin lagi jadi orang yang sama.
Seandainya, ini hanya seandainya, kalau saja waktu bisa kembali ke hari pertama kita memutuskan untuk memulai segalanya, . . . . . …aku sudah tahu apa yang seharusnya tidak kulakukan. . . . Drawing by Elliana Esquivel
205 notes · View notes
rooraito · 7 years
Text
Harapan dan Kesia-siaan
sekawanan senja berderap menerobos penantian tidakkah kau mendengar; nadi ini berdetak memanggil namamu tapi, entah kau di mana dan seperti yang sudah-sudah; kesunyian membasuh wajah dengan air matanya sendiri
Hingga aku, tak lagi mengerti batas antara harapan dan kesia-siaan yang kutahu; hari ini kesedihan sedang terjatuh di atas daun-daun kering melesat, menuju jantungku yang gigil
Andai dalam keremangan senja kau melihat bayangku lebih baik padamkan saja anggap aku tiada seperti kau; yang menghilang tanpa kata
102 notes · View notes
rooraito · 7 years
Quote
Aku bilang: “Kamu jangan ke sini.” Kamu bilang: “Aku tetap akan ke sana.” Aku bilang: “Aku tidak bisa kita kayak gini.” Kamu bilang: “Kita harus mencoba dulu.” Lalu,  Kamu pergi dengan rasa kecewa.  Aku pergi dengan rasa bersalah.
@cindyjoviand (via kunamaibintangitunamamu)
95 notes · View notes
rooraito · 7 years
Quote
Kenapa kita dipertemukan, Kalau hanya untuk saling menyakiti?
0 notes
rooraito · 7 years
Quote
Dibanding pada orang lain, aku paling tidak mengerti pada diriku sendiri. Meski itu perasaanku, aku tidak tahu kemana arah perasaanku.
(via satusenja)
627 notes · View notes