Tumgik
rausyanfikr · 15 hours
Text
Apa kamu melihat gunung yg hijau?
Atau patahan tanah yg ranum warnanya?
Atau, kuda-kuda gagah yg hentak kakinya menggetarkanmu?
Atau apa? Apa yg kau lihat?
Apa kau melihat kekerdilan? Haus yg belum kau jumpai kenyang atau kantuk yg jauh dari pembaringan?
Kacamata tak pudar itu, kenakanlah. Meski koyak singgasananya, ia adalah kawan paling jujur dalam menerka, hidung paling jeli dalam mengaroma, serta kulit paling peka terhadap kedinginan.
0 notes
rausyanfikr · 13 days
Text
Pengulang pola
Tidakkah sekujurmu penuh luka
Atas penderitaan yang sama
Tak juga kah kau dapat mengeja?
Rentetan suara air hujan yang menyirami tanah
Berkali-kali hingga ia basah
Tak juga kah kau dapat mengeja?
Ranum bunga yang mawar baunya
Atau pelita yang sulit padam apinya
Pengulang pola
Bukankah kau saksikan sekujurmu penuh luka?
Atas penderitaan yang sama
0 notes
rausyanfikr · 14 days
Text
Lagi resah-resahnya sama jam tidur yang sedikit, kepikiran apakah gaya hidup demikian itu sehat? Sebab dalam ilmu kedokteran, manusia layaknya tidur -+8 jam per hari. Sempet ngira "ini jangan jangan silent monster?"
Tapi kemudian, gw menemukan ceramah syaikh Yusry (beliau ulama sekaligus dokter) soal ini. Mengingat status sebagai muslim pekerja tidak serta merta menjadikan ibadah shalat malam hilang keutamaannya.
Beliau bilang : "yang memberi badan kita rehat adalah Allah, bukan tidur yang panjang dan aktivitas yang sedikit".
Wah iya, dalam ilmu psikologi (yg tipis tipis gw pelajari), bisa loh seorang manusia melalui "istirahat" tapi malah semakin capek. Dalam persepsi ini, tidak lain disebabkan lini istirahat yang diambil kurang tepat (misal sedang lelah psikologis, yg diistirahatkan malah fisik). Hal ini tentu berujung pada tidak efektifnya istirahat.
Ya. Benar. Allah lah yang mengaruniakan kita rehat. Rehat badan, rehat psikis, rehat perasaan. Tidak lupa bahwa diri kita yg lelah cenderung untuk salah menganalisa jenis kelelahan yg kita alami. Jadinya sekarang, gw lebih suka berdoa aja "anugerahkan aku istirahat yg baik, duhai yg menyelimuti manusia dengan kantuk".
Dan tentu, istirahat yg baik hanya bisa ditopang dengan aktivitas yg penuh manfaat. Adakah kening penuh pengkhianatan diizinkan bertemu Tuhan di malam hari?
-RausyanFikr
Rawamangun 21 mei 2024
23.59. capek banget.
0 notes
rausyanfikr · 14 days
Text
Pada malam, awan siang berkata bahwa loncengnya belum ia temui,
Pada sungai, ikan berkata bahwa bukan berasal darinya pusaran arus.
Pada tanah, benih berkata bahwa ia berlepas kuasa dari menumbuhkan.
Aduhai yang menyelimuti manusia dengan kantuk, yang menterjagai manusia untuk berladang, yang menggilirkan angin setelah pusaran, yang menyuruh burung terbang rendah sebelum hujan
Cukupkanlah kami, Tuhan, kepada rebah yang teramat sebentar. Kepada jeda yang singkat jaraknya. Kepada temaram yang kilat lajunya.
0 notes
rausyanfikr · 4 months
Text
Tumblr media
Manusia dan Perbuatan Baik.
Manusia, dalam pandangan eksistensialisme Jean Paul Sartre adalah individu yang memiliki kehendak bebas untuk berupaya apapun yang menjadi kehendak diri. Dari konsep ini, masih menurut Sartre, kebersamaan manusia dengan orang lain adalah 'neraka'. Bagaimana tidak, kehadiran orang lain memaksa manusia menomorduakan kehendak dirinya padahal seharusnya ia adalah makhluk yang eksistensialis, makhluk yang bebas.
Dilahirkan dengan kehendak bebas tidak membuat manusia serta merta merdeka. Justru kebebasan memaksa manusia untuk SELALU memilih dan hal itu memacu manusia mengembangkan akal dan nurani -keduanya adalah modal utama kemanusiaan. Memilih adalah hak yang tidak dimiliki penghuni bumi lain. Tentu tumbuhan dan hewan tidak mampu berserikat, melawan, apatah lagi memikirkan perbaikan.
Atas dasar memiliki hak untuk berbuat benar atau salah, tindakan benar yang dilakukan oleh manusia (sesederhana apapun bentuknya) perlu kita hargai karena manusia telah berhasil mengarahkan kemerdekaan yang dimilikinya untuk berwelas asih dan mengadakan perbaikan.
Kemampuan untuk memilih-lah yang membuat harga bagi perbuatan baik manusia lebih bernilai daripada perbuatan baik malaikat. Karena meski malaikat selalu bertasbih, mereka tidak diciptakan dengan pilihan sebagaimana kita.
Atas dasar itu pula, aku menaruh kekaguman yang amat sangat pada hati - hati yang bersih; tangan -tangan yang selalu mengulur; bibir yang selalu mengukir senyum, sapa, terimakasih, dan kalimat-kalimat yang menyejukan hati pendengarnya; serta kaki-kaki yang bersedia berjalan pada kebaikan bagaimanapun bentuknya. Aku melihat welas asih Tuhan dari betapa indahnya hidup bersama manusia, sepelik apapun hal yang dilewati.
Rawamangun,
15 feb '24
22.31
RausyanFikr
0 notes
rausyanfikr · 5 months
Text
"Mari habiskan cinta kita kepada Allah sampai tak ada ruang untuk terluka karena manusia."
@terusberanjak
735 notes · View notes
rausyanfikr · 6 months
Text
Pikiranku (yang overthink) soal makanan.
Sebagian dari kalian mungkin sudah tau bahwa akhir akhir ini, aku cukup rutin mempelajari buddhisme. Oya, untuk sebabnya, aku membaca dan mengikuti banyak diskusi yang mengutarakan kemungkinan Sidharta Gautama sebagai nabi (bukan Rasul). Kok bisa gitu? Wah, bahas di lain kesempatan aja.
Dalam tradisi budha, dikenal upaya untuk melepaskan diri dari kelekatan. Itu kenapa salah satu jalan menjadi bikhu adalah meninggalkan hingar bingar keduniaan. Hal ini di dalam tradisi islam disebut sebagai mujahadah, tazkiyyatunnafs, tasawuf, atau apalah kalian menyebutnya. Intinya adalah segala upaya untuk mengendalikan ketertarikan kepada dunia dan perhiasannya.
Bicara soal dunia dan segala hal di dalamnya, makanan adalah salah satu magnet nafsu terbesar. Hasrat pada makanan misalnya, menurut yoval noah harari, adalah salah satu faktor kuat yang membawa manusia pada revolusi agraria dan mendomistikasi beberapa mamalia. Hasrat pada makanan pula yang mendorong manusia kepada sifat tamak.
Bicara dalam anjuran islam terhadap makanan, ada banyak warn yang diajarkan Rasulullah agar kita waspada terhadap syahwat perut. Bahwa banyak celaka terjadi karena manusia tidak mampu mengendalikan mulut (makanan dan perkataan). Bahwa banyak makan bermuara pada rasa malas, dan rasa malas bermuara pada hilangnya potensi kemanusiaan, and so on and so on.
Kita hari ini, cenderung berhenti menyekeksi makanan yang masuk dalam tubuh kita, hanya pada tatanan halal atau haram saja. Padahal halal-haram itu hanya tahap awal dan minimal yang harus ditempuh. Di atasnya ada thayyib (baik bagi tubuh, berasal dari pembelanjaan harta yang baik)* serta berkah (pembelanjaan makanan itu membawa dampak baik bagi kehidupan kita secara khusus dan umat manusia secara umum)*.
Dari situ aku tergerak, untuk membawa sepiring makananku pada tahap berikutnya dan melampaui persoalan keinginan lidah. Pikirku, konsekuensi atas pengetahuan kita terhadap hidup yang sekali dan sebentar adalah memilah apa yang kita bawa bersama tubuh yang menjadi amanah Tuhan. Apakah aktivitas mubah berupa makan bisa menjadi sarana yang membawa kita pada penghambaan yang lebih baik?
Tidak berhenti pada pernyataan itu, langkah konkret yang kemudian aku lakukan adalah dengan menjauhi kemelekatanku terhadap pemuasan lidah. Benar juga, nafsu indrawi pada lidah sifatnya amat sebentar. Kenikmatan makanan selesai setelah makanan itu melewati kerongkongan kita. Terbatas banget! Pikirku lagi ~
Menghindari kemelekatan terhadap rasa juga latihan bagi aku pribadi untuk bisa mengendalikan hasrat kebinatangan. Karena manusia yang terus menerus menuruti hasratnya, tidak ada bedanya ia dengan binatang. Padahal, ya... Aku ga perlu menjabarkan lagi betapa kita tercipta paling unggul di antara segala jenis makhluk ciptaan Tuhan.
Ada part dua. Tapi masih mikir. Semoga bermanfaat ya. Maaf kalo polanya masih belum rapi
Makanlah makanan yang baik sebab tubuh itu adalah kendaraanmu menuju Tuhan.
Tanda * itu maksudnya contoh aja.
Rawamangun, 20 des '23
20.54
RausyanFikr
0 notes
rausyanfikr · 11 months
Text
Mau soal apapun, hidup adalah soal pertentangan kita dengan nafsu. Dengan hal buruk, hal setengah baik, atau hal baik namum tidak tepat.
Ketiganya terus disajikan kepada kita (bersama dengan opositnya) sebagai pilihan-pilihan yang harus kita ambil. Pengambilan keputusan itu melibatkan nilai yang anut (untuk dijadikan indikator dalam kebenaran), logika, dan keberanian.
Jadi, apa sudah berani utk salah kemudian belajar sehingga proses kebenaran dalam hidup kita adalah proses yang otentik? ☺️
1 note · View note
rausyanfikr · 11 months
Text
Nanti kita akan belajar,
Bahwa segala sesuatu yang kau anggap heroik, matang, dan terpercaya itu, akhirnya tetap menyisakan tanya besar bagi dirimu sendiri.
Nanti kita akan belajar,
Bahwa kegagalan juga lumrah terjadi, bahkan pada sesuatu yang kau anggap tak akan bisa diganti.
Bukannya kamu dulu pernah bilang? Soal ilusi romantisme yang membuat kita terjebak dan takut. Takut sekali. Bahkan sekedar untuk keluar dan menghirup udara kebebasan.
Bolehkah aku bertanya pada batinku yang dulu, bagaimana rasanya ia? Aku sudah hampir lupa, atau memang, aku dengan sengaja menguburnya. Karena aku anggap ia adalah kegagalan, padahal, aku hanya beranjak dari satu kegamangan ke kegamangan lainnya. Dengan tertawa. Dengan perasaan merdeka yang semu, yang sebenarnya tidak ada, yang sebenarnya kubuat-buat.
Mengapa aku seperti beranjak dari satu penjara ke penjara lain?
Sebab tiada manusia yang benar-benar bisa diharapkan untuk bisa membebaskan. Hanya kepada Tuhan, nurani, dan kebeningan batin kita mampu merebah pikiran. Merebah dan meletakan berbagai tanya yang seolah tiada habis.
RausyanFikr
30 juni 2023
Rawamangun
0 notes
rausyanfikr · 11 months
Text
Tumblr media
15.32 dan aku lagi di fase menunda untuk melakukan aktivitas selanjutnya. Bukan karena belum mulai ngapa-ngapain, lebih ke, aku ambil istirahat di tengah aktivitas itu. Istirahat yang bolehlah dikategorikan kelamaan. Haha
Eh jangan mikir kemana-mana dulu, aktivitas yang aku maksud tidak lain adalah beberes kamar. Ya... Hidupku se biasa-biasa aja itu loh.
Aku pandangi dengan pandangan kosong dinding di depanku sembari menyandarkan kaki padanya. Dengan jumlah cucian sisa 2 potong aja, aku merasa layak untuk istirahat sebentar. Tidak lama aku kepikir soal iklim kerjaku semester depan, halhal yang perlu aku kejar dengan teramat serius, atau urusan -urusan yang perlu aku selesaikan. Ah, manusia itu, kapan sih menganggurnya?
Kita selalu berada dalam sebuah urusan, itu pasti, absolut. Kalau kita merasa tidak sedang berada dalam kewajiban tertentu, maka kita patut curiga bahwa kita sudah lalai terhadap nikmatnya waktu.
Di antara waktu sela yang nyantai gini, aku juga jadi kepikir soal kesiapanku menghadapi jalannya waktu yang serba bikin olahraga jantung di semester depan nanti. Materi yang lagi lagi perlu aku tinjau ulang, siswa baru, siswa lama yang gak mau dilepas dulu, dan sebagainya. Apa aku sanggup ya? Haha. Ya gak tau, liat aja entar.
Seminimalnya modal pikiran yang kita miliki adalah kesadaran bahwa kita diciptakan untuk menghamba. Berarti, segala waktu yang dipunya harus diarahkan untuk menjalani fungsi itu. Aku rasa itu modal yang teramat cukup untuk menjadikan kita senantiasa berada dalam suatu urusan.
RausyanFikr
Rawamangun, 26 juni 2023
15.46
0 notes
rausyanfikr · 1 year
Text
"kenapa gitu sih?"
"ya ampun.. apa gak ada opsi lain?"
Januari pertengahan, aku sibuk berselancar di internet. Iya, aku nyari pengalaman orang-orang yang pernah melewati operasi besar seperti laparoskopi atau sejenisnya. Aku merasai perasaan yang ambivalen. Antara harus mengikuti pendapat ahli (yang berkata bahwa cepat atau lambat harus dioperasi) atau menunda bahkan mencari alternatif lain.
Tapi aku belajar menjadi perempuan yang berani dari peristiwa ini. Jangan tanya gimana gamangnya aku. Semalam sebelum operasi, aku gak bisa tidur sama sekali. Aku cuma memenuhi lisanku dengan syahadat dan sholawat. Takut-takut besok akan jadi hari terakhirku.
Aku takut. Aku merasa mengambang antara pendapat siapa yang aku harus ikuti? Apakah harus menunda operasi? Terlebih pihak RS baru menghubungi aku pukul 10 malam (sedangkan operasi jam 8 pagi esoknya). Jadi. Ya.. sungguh kondisi yang lengkap untuk berkata tidak atau nanti. Tapi, takdir mengantarku untuk pergi. Untuk menyelesaikan semua apapun resikonya.
Aku mau memeluk aliya yang januari lalu itu. Memeluk aliya yang mengatahui betul apa kebutuhannya. Memeluk aliya yang berani. Memeluk aliya yang gak mendengar pendapat lain selain orang-orang yang otoratif. Memeluk aliya yang dalam takutnya, tetap memahami apa yang sebenarnya dibutuhkan dirinya. Memeluk aliya yang... Yang apalagi? Yang memperhitungkan resiko dengan matang. Yang mempersiapkan segala sesuatu dengan cermat.
Aku butuh aliya di januari lalu itu. Untuk membantuku menghadapi saat-saat ini. Berpapasan dengan resiko yang mungkin tidak menyenangi hati, tapi menuntaskan riuhnya pikiranku. Aku cuma mau jadi manusia yang tuntas. Yang gak berlama lama dalam kemelut dan tidak membawanya kemana-mana.
Tuhan, berkehendaklah Engkau melapangkan tanganmu seraya berbelas kasih. Kepada hambaMu yang lemah dan senantiasa tertatih. Yang kefakiran dan kegagalan adalah kebanggaannya di hadapanMu. Yang tidak memberi apa-apa kecuali teramat sedikit.
RausyanFikr
Dukuh Atas, di dalam Transjakarta.
19.37. 15 juni 2023
Tumblr media
0 notes
rausyanfikr · 1 year
Text
18 september 2022 lalu ketika almarhum prof Azra wafat, ustadz Anton Ismunanto bercerita soal pengalaman beliau menemani prof Azra selama di Jogjakarta.
Beliau cerita bahwa ketika menjemput Prof Azra dari Adisucipto, beliau menanyakan perihal menu makan siang kepada Prof Azra. Alih-alih menginginkan suatu menu atau sekedar mencoba menu khas Jogja, Prof Azra hanya bilang "ah, apa saja".
Tentu cerita beliau gak berhenti di situ, tapi aku menangkap poin soal bagaimana orang-orang berilmu seharusnya memaknai asupan tubuhnya.
Dalam pandangan Islam, sependek yang aku tau, segala asupan yang masuk ke dalam tubuh diperuntukkan sebagai penyokong ibadah. Berangkat dari tujuan ini, apa-apa yang kita makan harus memenuhi prasyarat seperti halal (baik materi maupun substansinya) dan thayyib (kandungannya tidak mencelakai badan). Tapi aku gak mau bicara soal ini karena bidangnya terlalu luas.
Aku bicara soal selera kita yang aneh disebabkan kita salah dalam memaknai makanan (yaitu semata sebagai pemuas ragawi). Jadilah apa-apa yang masuk dalam tubuh kita sudah tidak lagi menyokong fungsi peribadatan. Terlalu banyak, misalnya. Terlalu picky soal selera hingga memperumit kehidupan kita sendiri, misalnya. Atau terlalu mencintai makanan itu hingga menjadi suatu kegandrungan.
Padahal kanjeng Nabi dawuh, ada dua lubang yang perlu dijaga pada tubuh manusia. Lubang mulut (makan dan lisan) dan lubang kemaluan. Selamat keduanya, selamat pula hidup seseorang.
Selera yang aneh ini datang dari nafsu, hasrat kita terhadap sesuatu yang mampu kita kuasai, rasa kemenangan kita terhadap sesuatu yang dapat kita raih, kesemua itu berpadu hingga membutakan pemaknaan kita terhadap esensi rezeki berupa makanan.
Aku pernah baca beberapa tips untuk mengendalikan syahwat. Beberapa di antaranya adalah latihan untuk tidak memakan suatu makanan yang kita mampu menjangkaunya. Atau menolak suatu pemberian (berupa makanan) meski kita sangat ingin. Atau membeli makanan yang sangat kita inginkan, tapi kemudian menghadiahkannya pada orang lain. Kesemua itu adalah latihan kita mengendalikan diri dari hasrat kepinging. Hasrat okupasi.
Ya, karena pada hasrat makan yang dituruti, ada jiwa hewani kita yang melanggeng, ada sisi penghambaan kita yang runtuh, ada kecintaan pada hal fana yang kita pupuk.
Dari prof Azra aku belajar, bahwa bagi orang berilmu dan mengetahui tujuan hidupnya, makan adalah soal remeh sehingga rasa dan selera menjadi nomor sekian. Yang penting sehat, cukup, dan mampu menunjang fungsi penghambaan.
Agaknya lafadz "allahumma baariklanaa fii maa razaqtana" tidak hanya bertujuan agar makanan kita diberkahi zatnya. Tapi juga perut dan batin kita diberkahi sehingga mampu memahami bahwa rezeki adalah untuk dikonversi menjadi ibadah. Bahwa hakikat syukur pada asupan yang didapat dibuktikan hanya melalui penghambaan.
RausyanFikr,
Rawamangun, 14 juni 2023
23.03 wib.
Tumblr media
0 notes
rausyanfikr · 1 year
Text
Tumblr media
13K notes · View notes
rausyanfikr · 1 year
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
a comic about progress
47K notes · View notes
rausyanfikr · 5 years
Text
Tapi aku menikmati ufuk keteduhan dari jingga yang tidak semua orang melihat. Teduh betul. Aku benci penglihatan manusia, maka itu aku hindari. Ah, buat apa juga.
Jkt, 13 maret 2019
0 notes
rausyanfikr · 5 years
Text
Huh
Mencintai-Mu dengan murni nyatanya begitu sulit. Aku mencoba. Menjadi pecinta yang benar-benar murni.
Aku enggan mendengar kebaikan yg meninggikan hawa ku. Meski itu kebaikan.
Aku merasa getir pada tiap lirih ibadah yang memanjakan sombongku. Meski itu ibadah.
Ah betapa tersiksa aku ini tanpa Mu
Dan betapa menjijikannya keberpuraan mencitai-Mu.
0 notes
rausyanfikr · 5 years
Text
Obat memang pahit, tapi dari itu kita sembuh. Bukankah, realita memang harus dikenalkan pada jiwa yang sibuk dengan imajinya? Agar dia tau ada dunia yang harus dihadapi, bukan kepala yang terus menerus mengurusi.
1 note · View note