Tumgik
patrisiaap · 4 years
Text
Day 4: Place You Want to Visit.
“Aku balik Jogja aja apa, ya? Cari kerja di sana aja deh kayaknya,” ucapku tiba-tiba.
“Kenapa? Ngga mau di sini aja?” Tanya kakakku.
Yogyakarta, tempat yang selalu menjadi tempat yang ingin aku kunjungi. Yogyakarta memang tempatku menuntut ilmu, dulu. Tapi kenangan yang ada membuatku ingin selalu kembali ke sana. Di Jogja rasanya segala kepenatan dapat aku singkirkan dengan mudah. Rasanya segala duka cita dapat terhempas begitu saja hanya dengan melewati jalanannya di malam hari. Andai saja Yogyakarta dapat ditempuh hanya dengan waktu 2 jam, tanpa berpikir panjang aku pasti langsung dapat ‘melarikan diri’ ke sana jika keadaan sedang penat.
Yogyakarta sepertinya punya magnet tersendiri untukku. Bukan, bukan karena ada cinta tertinggal di sana tapi, entah apa. Rasa iri berkecamuk dalam diriku tiap aku melihat seseorang berada di Yogyakarta.
“Coba aja dulu langsung kerja di sana, coba aja dulu ngga pulang, coba aja cari kerjanya di sekitar sana aja,” dan masih banyak lagi pikiran-pikiranku yang menyesali kepulanganku ke rumah. Hehe.
“Andai mesin waktu benar-benar ada, andai aku dapat memutar waktu,” itulah celotehan-celotehan yang selalu ada dalam hatiku.
Seperti saat ini. Waaahhh. Rasanya ingin segera mengemasi barang-barangku dan berangkat ke sana. Ya, semoga saja aku bisa segera ke sana. Entah untuk menetap atau hanya singgah.
0 notes
patrisiaap · 4 years
Text
Day 3: A Memory
Yogyakarta, 2015.
Hari ini perkuliahanku libur. Aku berniat untuk menghabiskan hari di pondok kosanku, walau keinginan untuk pulang ke rumah begitu memuncak di hati. Ya, Yogyakarta adalah tempat pilihanku untuk melanjutkan studiku, jauh sekali memang dari rumah orang tuaku di tanah Sumatra. Homesick. Itu yang aku rasakan. Rindu rumah pasti wajar dirasakan oleh anak rantau.
Hari ini adalah Hari Raya Paskah pertama yang aku rayakan jauh dari rumah, jauh dari orang tuaku. Aku mengikuti Misa Paskah Sore di kapel kampusku bersama kakak dan sepupu-sepupuku. Tak seperti biasanya, pada misa kali ini aku memilih untuk mematikan ponselku. “Ini kan hari raya besar,” pikirku.
Misa selesai, kapel kampus menyediakan santap malam untuk para umat yang mengikut perayaan kala itu. Sebagai anak kos yang baik, kami berniat menikmati santap malam di kapel kampus. Sembari mengantre untuk mengambil makan, kami, para umat, saling bersalam-salaman mengucapkan selamat Hari Paskah.
Tiba-tiba, teman kakakku menunjukkan ponselnya pada kakakku. Semenit kemudian, kakakku menatapku dengan mata yang sayu.
“Ada apa?” tanyaku.
“Duduk dulu saja, ayo.” ajaknya.
Aku mengikutinya, tak tahu apa yang terjadi.
“Ada apa?” aku mengulangi pertanyaanku.
“Tidak ada apa-apa,” jawabnya sambil menghidupkan ponselnya.
Aku penasaran, pasti terjadi sesuatu. Kuambil ponselku, kuhidupkan. Kubuka aplikasi BBM, kugulir status yang ada.
“Kasihan ya, anaknya masih kecil,”
“Turut berduka cita,” beberapa tulisan yang senada ku baca di status itu. Status yang dibuat teman-temanku di rumah.
Aku penasaran. Siapa yang meninggal? Siapa yang ditinggalkan? Sampai akhirnya aku menemukan sebuah status yang bertuliskan “RIP” yang diikuti nama ibuku dan instansi tempatnya bekerja. Aku terdiam. Kutunjukkan status itu ke kakakku. Dia memelukku. Tangisku pecah.
“Aku mau pulang,” ucapku.
 Sampai di kos. Sepupu-sepupuku bersama temannya sudah berkumpul di kosku. Ternyata kabar itu tersebar ketika aku mematikan ponselku untuk misa tadi. Orang rumah tak bisa menghubungiku ataupun kakakku. Mereka menguatkan aku dan kakakku.
Malam itu juga, kami berusaha pulang. Malangnya, tak ada penerbangan malam itu. Ini akhir pekan, ditambah tanggal merah. Semua pesawat penuh. Kami tetap memutuskan untuk pulang. Pesawat tercepat yang dapat kami tumpangi terjadwal esok hari. Dari Semarang. Makan dan minum tak bisa kulakukan, begitupun tidur. Aku ingin cepat pulang, cepat sampai di rumah.
00.00 WIB. Aku, kakakku, dan sepupuku diantar menuju Bandar Udara Ahmad Yani Semarang. Penerbanganku pukul 06.00 WIB. Menangis, hanya itu yang aku lakukan sepanjang jalan. Transit di Jakarta, ditambah jarak rumahku dari bandara pun bisa dibilang jauh membuat aku sampai di rumah pukul 13.00 WIB.
Bendera kuning, ada tarub, banyak pelayat datang. Hal itu yang kulihat pertama kali aku sampai di rumah. Aku harap ini hanya mimpi. Kuturun dari mobil yang menjemputku di bandara tadi, sahabat ibuku memelukku. Aku ingin lari, ingin segera melihat ibuku. Masih berharap ini mimpi.
Bukan, ternyata ini bukan mimpi. Ini nyata. Ibuku pergi menghadap Tuhan. Tangisku makin pecah. Kulihat ibuku terbujur kaku di sebuah peti. Aku masih berharap ibuku akan bangun untuk memelukku dan kakakku. Dingin, badannya dingin. Diam, ibuku tak bergerak.
“Akur ya sama adik,” pesan ibuku kepada kakakku saat terakhir mereka berbicara lewat telepon.
Kuhampiri bapakku yang sedang menguatkan dirinya untuk menyambut anak-anaknya. Tak ada kata-kata yang beliau keluarkan, hanya pelukan diiringi tangisan dapat dikeluarkan.
“Ayo kita lihat ibu, kita hantar ibu ke tempat peristirahatannya,” ucap bapak.
0 notes
patrisiaap · 4 years
Text
Day 2: Things that makes you happy.
“Bakso bawah pohon, yuk!” aku mengajak Raisa untuk makan bakso langganan kami ketika rapat sudah berakhir. Bakso, makanan yang tak pernah ku tolak. Tapi bakso bawah pohon memang menjadi favoritku, selain rasanya yang memanjakan lidah, porsinya juga tidak sedikit. Walaupun hanya bakso kaki lima, tempatnya yang di bawah pohon membuat penikmatnya tidak kepanasan.
Hari ini berlalu dengan lambat, Si lelah datang mengunjungiku. Selesai makan bakso aku memutuskan untuk kembali ke kosku. Aku ingin segera mandi dan merebahkan badanku di kasur. Tidur adalah hal paling aku inginkan setiap si lelah datang.
“Halo, Pak, Mbak!” ucapku di telepon.
Aku urungkan niatku untuk tidur. Aku merindukan keluargaku di seberang pulau sana. Bertelepon menjadi rutinitas kami di setiap sore. Selain untuk menghilangkan rindu yang menumpuk, bertelepon adalah caraku untuk memastikan mereka baik-baik saja di sana. Kesehatan mereka merupakan kebahagiaan tersendiri untukku.
Ting! Ponselku berbunyi. Seringai muncul kala aku membaca namanya pada pemberitahuan yang muncul. Nama yang aku tunggu sehari ini, setiap hari, sih, lebih tepatnya. Setelah seharian sibuk dengan dunianya, mungkin ini sudah waktunya dia merindukanku.
“Hai! Sedang apa?” tanyanya.
“Sedang menunggu pesanmu, tapi sambil nonton drama Korea, sih,” jawabku. “Apa kabar hari ini, sibuk sekali, kah?” sambungku pada baris pesan selanjutnya.
“Ah, padat! Banyak sekali hal rumit yang terjadi. Pusing aku, lelah.” Jawabmu berkeluh kesah.
Perbincangan kami terus berlanjut. Hari ini kututup dengan berbagi cerita bersamanya. Jarak yang tak memungkinkan kami untuk bertemu setiap hari, membuat kami untuk bisa memanfaatkan waktu yang hanya sedikit semaksimal mungkin.
0 notes
patrisiaap · 4 years
Text
Day1: Describe Your Personality
Halo, perkenalkan namaku Patrisia Arum Puspaningtyas. Orang-orang biasa memanggilku Sisy. Aku lahir pada 13 Juli, 24 tahun yang lalu. Aku adalah seorang adik dari sesosok perempuan yang lahir 3 tahun 6 bulan lebih dulu dariku. Aku dibesarkan dengan amat baik oleh bapak dan ibuku. Banyak berkat yang aku terima dari keluargaku, hal itu yang membuat aku masih bisa hidup sampai detik ini. Puji Tuhan, Alhamdulillah.
“Karena hidup tak hanya senang dan indah”, kata Nosstress, maka banyak juga hal-hal ajaib yang membentukku menjadi seperti sekarang. Seperti apa aku? Bagaimana kepribadianku? Ya, begini, wkwk. Aku si keras kepala, terlalu banyak hal-hal yang aku paksakan, yang harus berjalan sesuai kehendakku. Kalau tidak? Ya tentu marah, dong, kecewa, dan pasti nangis.
Aku cengeng, banget. Semua hal bisa aku tangisi. Pernah aku nangis hanya karena aku melihat kakak perempuanku mengajar. Ya, dia seorang guru. Tapi pertama kali aku melihat dia mengajar, aku mrebes mili. Padahal, saat itu bukan dia bukan sedang mengajar di sekolah, tapi di gereja, lagi sekolah minggu gitu. Oh, iya! Temenku pernah bilang, “ngga pernah aku tuh nonton film di bioskop sama Sisy dan dia ngga nangis,” wkwkw emang secengeng itu aku, guys. Bahkan, mendengar cerita orang dari orang lain, aku juga bisa meneteskan air mata.
Banyak orang yang ketemu aku untuk pertama kalinya mengatakan kalau aku adalah orang yang judes, galak, dan semacamnya. Iya, mukaku bukan muka bersahabat, apalagi dibagian mata. Aku memang bukan orang yang sumeh, khususnya untuk orang-orang yang ngga aku kenal. Aku bukan orang yang bisa basa-basi sama orang baru, bukan orang yang gampang kenal sama orang. Tapi kalau aku dideketin duluan, ditegur dan disapa duluan, aku bisa jadi anak baik kok. Aku akan menjadi orang yang mengasyikan dan friendly banget kok, tanyak aja sama teman-temanku.
Terlalu panjang untuk kuceritakan. Seperti halnya pemilik zodiak Cancer yang lain, aku adalah Cancer yang Cancer banget. 80% lebih sifat-sifat Cancer yang dideskripsikan semua akun media zodiac tentang Cancer yang ada di diriku. Kalau mau tahu tentang sifatku, baca tentang zodiac Cancer, itu aku banget! Haha. Masih ada 29 hari lagi, masih banyak hal-hal yang bisa aku ceritakan. Mari bertemu lagi di hari kedua dan seterusnya!
1 note · View note