Tumgik
nstrugglen · 5 years
Text
Ku tau Tuhan baik dan adil. Dia kasi cobaan yg anak-Nya bisa tanggung.
6 notes · View notes
nstrugglen · 5 years
Text
Menjadi Kuat
Apapun yang menjadi tanggungjawabmu saat ini, seberapa besar beban yang harus kamu selesaikan, aku harap bahu dan punggungmu semakin bertambah kuat. Meski sekelilingmu tidak ada yang menyadari, menanyakan, terlebih menawarkan bantuan.
Saat kamu sendiri, maupun saat ada yang membersamai nanti, tetaplah kuat seperti yang saat ini aku lihat. Karena cepat atau lambat, akan ada yang memerlukan kuatmu sebagai perlindungan, ada yang butuh kebijaksanaanmu untuk mengambil keputusan. Badai tidak akan datang hanya sekali, teruslah menguatkan diri.
- Danny Dzul Fikri, Surabaya.
2K notes · View notes
nstrugglen · 5 years
Text
“Kita semua perlahan belajar melepaskan siapa pun yang tidak menghargai sebuah keberadaan.”
— K
98 notes · View notes
nstrugglen · 5 years
Text
Merindukanmu, Semarang :)
0 notes
nstrugglen · 6 years
Text
“Setiap orang berhak untuk kesempatan kedua, tapi tidak dengan kepercayaan yang sama”
15 notes · View notes
nstrugglen · 6 years
Quote
Takut ya Bapa, aku ga kecewa lagi. Tapi aku takut.
0 notes
nstrugglen · 6 years
Text
Sakit kali ya Bapa :(((
1 note · View note
nstrugglen · 6 years
Photo
Tumblr media
9K notes · View notes
nstrugglen · 6 years
Quote
Bapaaa, kasi aku jawabannya bapa :)
0 notes
nstrugglen · 6 years
Quote
Ga tau apakah Tuhan nyuruh berjuang apa nyuruh berhenti?
0 notes
nstrugglen · 6 years
Text
Iyaa..mungkin. Mungkin aku juga yg terlihat menyebalkan
Karena pada dasarnya, tak semua orang-orang terdekatmu seperti yang kau kira. Mereka, malah kadang sangat menyebalkan.
18 notes · View notes
nstrugglen · 6 years
Quote
Finding your passion isn’t just about careers and money. It’s about finding your authentic self. The one you’ve buried beneath other people’s needs.
Kristin Hannah (via quotemadness)
5K notes · View notes
nstrugglen · 6 years
Text
Apa lebih baik diam?
Ajakannya sama, tapi responsnya bisa sangat berbeda. Apa yang membedakan? CARA PENYAMPAIAN.
Setelah ngobrol banyak sama teman, akhirnya dapat satu hikmah besar.
Kita bisa bilang bahwa kita menyayangi teman kita dan ingin mengajaknya pada kebaikan. Namun, sudahkah kita benar dalam caranya? Jangan-jangan, orang yang semestinya kita ajak pelan-pelan tanpa ada sedikit pun kalimat suruhan, malah kita seret-seret–yang implikasinya adalah justru membuat dia semakin benci beribadah.
Maka, kita layak merenung: Benarkah kita menginginkan kebaikan untuk orang-orang yang kita sayangi?
55 notes · View notes
nstrugglen · 6 years
Text
Ada  benarnya bro
Orang-orang yang sibuk dengan kesendiriannya bukan berarti ia sedang kesepian. Bisa jadi sebaliknya, mereka yang mencari keramaian ialah yang paling takut mengakui kesepiannya.
414 notes · View notes
nstrugglen · 6 years
Photo
Tumblr media
Pengalaman pertama ikutan beginian. Sedikit bingung.
0 notes
nstrugglen · 6 years
Text
Yang Terlewatkan
Semua yang telah terlewati, tidak dan jangan pernah ada yang menjadi sesal. Ada dan selalu ada hal-hal yang memang tidak bisa kita raih setinggi apapun kita berusaha melompat untuk menggapainya. Ada hal-hal yang tidak berjalan bersisian dengan harapan-harapan. Ada yang datang, ada yang pergi. Ada perasaan-perasaan yang memang tidak bisa selesai.
Biarlah semua itu mengalir seperti udara, menempati semua ruang yang mungkin untuk diisi. Dan kita bisa bernafas dengannya, menjalani hidup dengan masa lalu, masa kini, dan masa depan secara harmonis. Menerimanya, mengakuinya, dan bersedia memeluknya.
Semua yang sudah terlewati tidak untuk diandai-andaikan. Tidak untuk dibayang-bayangkan. Biarkan itu menjadi bagian dalam hidup kita yang bisa menjadi pembelajaran berharga untuk siapapun yang mendengarkannya, mengetahuinya, melihatnya, bahkan yang turut serta menjadi saksi-saksi. Biarlah ia tetap seperti itu, seperti apa adanya.
Semua yang sudah terjadi, tidak perlu dikubur. Sebab itu bukanlah sebuah kematian, kenangan itu tidak bisa mati. Ia akan tetap hidup, semakin berusaha kita ingin membunuhnya, ia akan tetap hidup, justru semakin hidup.
Hari ini, memang rasanya tidak menyenangkan. Dan mungkin, entah sampai kapan. Tapi, sungguh ada satu hal yang harus diketahui. Bahwa kalau kita belum juga bisa memetik hikmah darinya, selama itu pula kita akan sulit menerima segala hal yang telah terlewati.
Yogyakarta, 1 Oktober 2017 | ©kurniawangunadi
2K notes · View notes
nstrugglen · 6 years
Text
Pengorbanan Perasaan
Sewaktu kecil dulu, kita tidak begitu paham bagaimana perasaan orang tua. Saat kita menangis, merengek meminta sesuatu. Saat kita sakit, kemudian terbaring beberapa hari. Kita tidak pernah tahu.
Sampai kita sebesar ini, barangkali kita juga tidak cukup tahu apa yang sebenarnya orang tua rasakan. Seberapa besar pengorbanan rasa mereka hingga kita sampai bisa berjalan sejauh ini.
Saat kamu mengatakan cita-citamu untuk merantau jauh, menempuh studi di luar kota, luar pulau, bahkan luar negeri. Mereka bersedia mengorbankan rasa rindu mereka, membiarkan langkah kakimu pergi dengan tenang -dan ringan- untuk menggapai mimpi-mimpimu. Mereka bersedia menahan kangen, perasaan yang lazim. Perasaan-perasaan lain seperti kesepian, juga hal-hal lain yang tidak sanggup diungkapkan. Saat mereka mengingat betapa riuhnya rumah saat kamu masih ada di sana. Rasa cemas setiap hari memikirkanmu di perantauan, hingga tidur mereka tidak nyenyak sampai menerima kabarmu. Meski cuma pesan singkat.
Kemudian, saat kamu berbicara tentang seseorang yang kamu sukai. Saat mereka harus berkorban lebih besar lagi atas perasaannya. Merelakanmu memilih hidupmu dengan orang lain. Dan merelakan diri bahwa dirinya tidak menjadi prioritas utamamu lagi. Kamu memiliki keluarga kecil yang harus kamu urus.
Mereka harus menahan rindu, menahan kesepian, menahan berbagai perasaan yang mungkin baru akan dimengerti saat nanti kita berkeluarga dan memiliki anak.
Perasaan yang mereka korbankan begitu banyak. Rasa cinta, rasa rindu, rasa cemas, rasa khawatir, dan segala perasaan yang diciptakan Tuhan di dunia ini, mereka harus menanggungnya. Dan yang kita tahu hanya beberapa, yang kita tahu hanya sedikit. Sementara kita sering mengeluh kepada mereka. Atas batasan-batasan yang mereka buat, atas aturan-aturan yang tidak bisa kita terima, atas nasihat-nasihat yang menurut kita kuno.
Kita merasa lebih maju dalam segala hal, tapi kita lupa kalau kita tidak pernah bisa mengalahkan pengorbanan mereka sedikitpun. Yogyakarta, 5 Oktober 2017 | ©kurniawangunadi
2K notes · View notes