Tumgik
nabiladinta · 2 months
Text
pagi yang aneh
pagi ini aku bangun dengan perasaan campur aduk sekali, memutuskan untuk nggak buka hp dan membiarkannya tergeletak di dekat rol kabel. kepalaku cukup pening mengingat aku yang sangat bodoh karena tidak disiplin bikin essay untuk wawancara pekerjaan pertamaku dari kemarin, ternyata dua pertanyaan dengan masing-masing 500 kata minimal itu terasa sangat berat kutulis dengan deadline hari ini.
pagi ini aku bangun dengan perasaan sendu, aku merasa nggak mampu lagi menguraikan apa yang aku pikirkan dan rasakan sebab saat diuraikan konsekuensi-konsekuensi logis dari itu semua sesungguhnya adalah ketidaksiapanku sendiri mendengarnya. huhu ucap kata maaf ribuan kali juga mungkin nggak bikin semua kembali, aku menyesal, boleh kan? aku coba lagi mengatur nafas dengan hitungan empat setiap tarikan-tahan-hembuskan lalu aku bangun dengan berkali kali tarikan nafas yang tidak mudah dan berat sekali.
pagi ini aku langsung pergi mandi dan mengguyur air, dengan harapan air yang mengalir ini bisa cooling down tubuh dan pikiranku. aku ingin menangis tapi rasanya juga sia-sia, apakah aku bisa tampil dengan performa yang oke di wawancara atau ujian ielts akhir bulan nanti? aku juga tidak yakin, butuh berkali kali keberanian dan cara mendatangkan tenang yang aku tau harus aku hadirkan dari diriku sendiri bukan dari orang lain. pagi ini rasanya aku nggak kepingin bangun, aku nggak mau menerjang motor ke Temanggung, nggak ada energi yang cukup untuk itu. huhuhu
pagi ini aku bertanya sekali lagi, bolehkah aku bersedih hati? apakah iya aku belum selesai dan berhasil mengurai satu per satu? bukankah nggak ada yang bener-bener selesai ya selama hidup masih terus berjalan? doaku pagi ini setelah mandi dan solat dhuha adalah kalimat tawakkal yang kupanjangkan, terima kasih Allah <3
2 notes · View notes
nabiladinta · 3 months
Text
little things that are'nt little
judul ini ada subjek e-mail yang kukirimkan kepada rama satu setengah tahun lalu, pekerjaan favoritku tetap sama selama hampir sembilan tahun, oh wow? lama juga ya. Setiap laki-laki yang pernah dekat/menjalin relasi sama aku, bisa dipastikan pasti ada di salah satu label emailku (hehe).
Nggak aku hapus dan hilangkan, sebab aku kepingin tetap kasih ruang untuk setiap perjalanan yang pernah aku laluin. Kalau sekarang, salah satu ruang ampuh meluapkan sesuatu kalau ada hal yang rasanya tersumbat kukeluarkan dua tahun belakangan ke rama, aku memilih menuliskannya. Walaupun udah nggak sesering dulu. Rasanya menyenangkan, apalagi kalau kita yang berjauhan ini belum bisa ketemu, aku suka iseng baca-baca email dan ketawa sendiri. Well, tentu nggak selalu cerita-cerita suka, yang justru bikin ketawa tuh oh yaampun dulu pernah ngelawatin masa kegelapan kayak gini ya ternyata hahaha.
Seperti hari-hari menyebalkan dan sungguh aku kepingin lari aja dari Pamulang tapi malah ndilalah aku lagi penelitian skripsi yang kayaknya Tuhan suruh aku menghadapi aja, termasuk nasihat Kang Hilal sewaktu aku mampir ke kantornya di deket MRT ASEAN sebelum ke Jakpus. Pas makan siang aku mengeluh apa aku pulang aja walaopun ini belum selesai, kata Kang Hilal, "Jangan pulang hadapi peperangan yang ada di depan mata kamu ini. Kamu kan petarung pasti bisa!"
Kang Hilal menghibur aku dengan traktir makan. Pilih menu pizza hut Pamulang apa aja asal aku mau makan end up aku pesen sup aja nggak habis huhu. Dalam hal ini aku sungguh berterima kasih ke Kang Hilal, apa jadinya aku melewati dinamika relasi dari sejak aku SMA sampai sekarang tanpa kehadiran seorang sosok kakak laki-laki kayak dia.
Kemudian,
Hari-hari ini aku bersyukur dengan kehadiran rama yang mau turut berusaha dan belajar bersama mengungkapkan apapun yang lagi dirasain, hadir di persimpangan yang meskipun sulit mau gimananpun harus dihadapi aja gitu. Aku juga belajar meregulasi emosi dan sikapku untuk menghadapi dunia yang sedang kita hadapi bersama. Menikmati hal-hal kecil yang bisa bikin tetap luwes dan senang berjalan.
Selain itu, kebetulan mungkin aku dan rama nggak terlalu suka perayaan-perayaan yang berlebihan, termasuk ulang tahun yang berjalan biasa saja, didukung dengan nggak ada budaya perayaan di keluargaku kecuali ya karena sempat hidup di Mu'allimaat aja. Jadi aku bersyukur, cukup saling kirim surel di ulang tahun kami masing-masing udah lebih dari cukup untuk mengupayakan syukur-syukur di kehidupan.
Meskipun nggak senantiasa selaras, tapi setidaknya menulis ini baik di email maupun laman pribadiku, aku bisa punya ruang menguraikan pikiran-pikiranku. Membahagiakan orang-orang tersayang dan tetap merasa dekat walaupun jauh secara jarak :)
much love <3 Yogyakarta, 11 Februari 2024
6 notes · View notes
nabiladinta · 3 months
Text
di antara yang mereka katakan
Dalam perhitungan menjelang dua tahun, aku sudah belajar memaklumi hal-hal yang aku rasa tidak cukup benar pun tidak cukup mengenakkan. Belajar menjaga segenap inderaku untuk kehidupanku sendiri, belajar mengosongkan pikiran dengan latihan-latihan nafas di meditasi maupun yoga. Berjalan kaki lagi untuk menyempatkan jeda sejenak dari sorak sorai kehidupan.
Belajar merasa 'aman' dan 'nggak papa' untuk kondisi-kondisi yang mungkin perlu lebih banyak waktu untuk terus melangkah. Semalam aku diingatkan untuk melihat hal-hal kecil yang tidak kecil, yang padahal dua tahun lalu kuungkapkan kepada supaya kita terus berjalan. Akan dalam satu kendaraan atau tidak, yang kupikirkan hanyalah menyampaikan catatan penting di kehidupan untuk orang yang kusayangi.
di antara yang mereka katakan,
Banyak sekali yang membuatku terguncang, berusaha memaafkan dan belajar melupakan. Sebab belum tentu benar kan? Menjalani hari-hari yang terasa gamang dengan tetap berbagi hari serta tersenyum yang harus senantiasa disempatkan. Selamat berakhir pekan!
Yogyakarta, 10 Februari 2024
2 notes · View notes
nabiladinta · 4 months
Text
hari-hari yang berbeda
Tumblr media
Sudah dua tahun lebih aku mengenalmu
Dua tahun lalu kita masih sedikit nekat keluar dari rombongan dan bersepeda motor berdua menyisir sampai ke Gianyar
Ikut workshop lucu, jalan kaki sore di tengah permadani sawah disertai langit ungu biru dan oranye yang semburatnya lapang tanpa tertutup gedung-gedung tinggi
Masih sedikit malu untuk minta saling difotokan dan sedikit meraba-raba memberi respon yang baik satu sama lain, lalu berburu gelato kesukaanku yang berujung gagal dapat varian rasanya bahkan sampai ke gerai ketiga di hari berikutnya
Lucu banget kalau dipikir-pikir. Semua ketidaksengajaan ini bikin kita akhirnya sangat beririsan satu sama lain, berbagi lingkaran pertemanan yang mendorong untuk saling bertumbuh. Meskipun tetap ada satu dua dalam hitungan jari yang menyebalkan, tapi pahit asam manis ini bikin kita banyak berbagi dan merefleksikan, perihal bagaimana bersikap kepada kehidupan; teman, keluarga, kolega dan orang asing
Setiap bulan yang berganti, senantiasa terasa berbeda
Tahun ini, 
sungguh amat berbeda
Banyak kekhawatiran-kekhawatiran di pertengahan tahun yang bikin kita kadang ragu atau menaruh keyakinan penuh, merayakan satu per satu pesta kehidupan yang digadang-gadangkan. Berbagi foto wisuda yang lucu sembari berharap bisa mereplika banyak momen-momen kehidupan di kemudian hari
Tahun ini, 
Kita banyak belajar mengutarakan apa yang dirasakan, apa yang masing-masing kita rasa benar, mendengarkan dengan seksama tanpa mencela, menangis dan tertawa sesuka ria,
Serta menebak dan mencoba berbagai formula supaya tetap berjalan bergandengan, menghormati prinsip kehidupan dan cita-cita yang semoga tetap mulia untuk diri sendiri dan sekitar
Aku nggak tau apa yang akan terjadi di depan, yang aku tau juga seperti yang sering kamu katakan; aku bersyukur dengan apa yang sudah aku lalui, dengan apapun perasaan yang aku dapatkan dan semoga terus tumbuh subur dan tegak di tengah terpaan badai kehidupan. Aku mau terus berbagi denganmu tentang kesederhanaan dan belajar memuliakan apapun pemberian Tuhan
Thank you amore, I owe you a lot
Temanggung, 17 Desember 2023
02.05
4 notes · View notes
nabiladinta · 8 months
Text
Dua Puluh Empat dan Satu Tahun yang Cepat
Tumblr media
Satu tahun berlalu dan usia dua puluh tigaku tidak banyak merasakan ‘matahari’. Tidak seperti dua puluh dua usiaku di tahun dua ribu dua puluh satu.
Dua puluh tiga usiaku banyak aku habiskan untuk tugas akhir tahun terakhir perkuliahan, skripsi.
Dua puluh tiga usiaku aku awali dengan perasaan yang berkecamuk, bergelut di ibu kota dan penelitian yang terasa lama serta tak kunjung usai.
Satu tahun yang lalu aku habiskan dengan bermalam di kos-an Tatyana bersama Dhira, diisi dengan mencicip martabak asin dan manis serta ditemani playlist spotify Tatyana yang mendeskripsikan banyak tentang Tatyana yang kukenal, lagu-lagu berdasar bahasa latin dari Perancis, Italia, Spanyol dan lebih banyak lagi yang tidak kuingat. Yang aku lakukan hanya bertanya beberapa yang alunannya kusuka dan kuabadikan di spotify dengan judul playlist “memories at kost an Titok”.
Dua puluh tigaku kemudian berlanjut dengan 50 hari kuliah kerja yang nggak nyata-nyata amat yang kusempilkan dengan pergi bermuktamar ke Surakarta dan serangkaian mengurus seleksi pertukaran pelajar yang kuakali dengan sedemikian rupa. Dua puluh tigaku yang lalu memang diawali dengan pergulatan hati, emosi, dan batin yang hampir memporak-porandakan aku tapi pada perjalanannya ternyata Tuhan emang adil. Ia betulan memberikan babak-babak yang menaik-turun-terbang-terjun-bebas sebagaimana kehidupan seharusnya berputar.
Di sepertiga awal aku perlahan dipertemukan dengan kejutan-kejutan kecil. Diizinkan mengalami romansa asmara sebagaimana gadis dan lelaki di usiaku, jungkir balik dengan relasi pertemanan, dan menghadapi salah satu babak paling menentukan, yaitu mau-nggak-mau harus jadi sarjana semut. Sebagaimana aspal yang nggak selalu mulus, pasti berkelok, berlubang dan rusak di beberapa sisi. Nggak ada yang sempurna kan.
Dua puluh tiga aku jalani dengan lebih berani dan percaya diri menghadapi apa yang ada di depan mata, tanpa mengecilkan mimpi-mimpi yang sudah dibangun pelan-pelan. Petualanganku di usia dua puluh tiga sebelum akhirnya dua puluh empat kujemput di hari ini, disisipi dengan kejutan maha dahsyat dengan kedatangan Lena Sailer. Salah satu sahabat AFS terbaikku yang mempersiapkan perjalanan ke Indonesia dan kami nanti lima tahun lamanya.
Dua minggu kuhabiskan sama Lena menjelajahi Jogja, Malang, Banyuwangi, dan Bali. Menjejal kota, gunung, laut, dan pedesaan sampai tiada daya untuk berpetualang lagi kecuali lima bulan setelahnya kuhabiskan rata-rata di depan laptop, membaca sekian puluh jurnal dan menulis sekian ribu kata untuk skripsi yang amat kusayangi. Sesekali berpetualang kecil-kecilan dengan seorang lelaki lucu nan rupawan ke banyak sisi ibu kota, sudut tengah dan barat pulau Jawa atau main lempar-lempar pertanyaan konyol sampai serius soal kehidupan.
Aaaaaa terlampau banyak belum aku tulis di sini, tapi di satu tahun yang cepat ini aku sedikit sekali membaca buku, jarang bertemu banyak orang, menuntaskan beberapa hal yang sudah nggak banyak memberikan kenyamanan maupun yang memang aku nyaman namun karena waktu harus segera kutuntaskan.
Namun satu hal yang aku syukuri adalah diberi kesempatan menyayangi dan disayangi dengan hati yang selalu terasa baru dan penuh setiap harinya, dipertemukan dengan remaja-remaja muda lewat program pertukaran yang menggembirakan, yang memberi nafas dan pengharapan masa depan yang lebih cerah.
Menjelang dua puluh empat usiaku, aku jemput dengan petualangan bertemu gajah jinak Tangkahan, menaiki pesawat hercules, hiruk pikuk Kota Medan yang besar, serentetan kecerobohan seperti keblabasan kereta sampai Klaten, wisuda sarjana, merakit puzzle menara eiffel dengan sejuknya Nawang Jagad, dan pulang dengan sesungguhnya definisi pulang, ke Temanggung yang dinginnya nggak pernah bohong.
Terima kasih dua puluh tiga serta segenap ha-hal baik yang mengiringi.
Temanggung, 1 September 2023
11 notes · View notes
nabiladinta · 8 months
Text
Jalan Lagi ke Pameran
Catatan bulan lalu.
Makan atau jalan ke pameran jadi salah dua hal yang biasa aku dan Rama habiskan seharian penuh atau bahkan dua hari berturut pada suatu masa.
Hari ini, kami berdua jalan lagi ke pameran teman Rama di City Gallery Tangerang Selatan yang nggak begitu jauh dari kediamanku di sana. Pertemuan kami yang jarang dan bisa dihitung jari dalam 1-2 bulan bikin kami mensyukuri pertemuan barang beberapa jam atau sekejap.
Tentunya, nggak jarang pula terjadi kesalahpahaman karena hal sepele. Tapi setelah ambil jeda dan tarik nafas beberapa saat, kami sama-sama menyadari bahwa sebenernya kami kangen satu sama lain yang nggak bisa ditunjukkan dengan hanya ekspresi manis. Kadang bisa diam, marah atau melempar muka bete satu sama lain yang berujung saling menatap dengan perasaan bersalah masing-masing.
Dan di hari-hari yang padat merayap di masa ini bikin kami jauh lebih bersyukur pertemuan sekejap. Perasaan-perasaan lelah setiap harinya yang hanya bisa kami bagi lewat telepon maupun video call bisa sejenak digantikan dengan pertemuan langsung, sebentar tapi menyiratkan makna "pulang" yang dalam.
Rasanya pertemuan empat jam tadi ingin aku ulang berkali-kali, tulusnya tatapan dan manisnya sikap Mukhtara Rama bikin aku nggak bisa berhenti bersyukur🥹
Kereta Mataram, 24 Juli 2023
3 notes · View notes
nabiladinta · 1 year
Text
a man in my gallery
In every second of my life, I learn to be who I am. I learn to love myself and my surroundings without doubt, as well as learn how to be loved.
It’s been more than a year since I learned to define my feelings, toward a man that sticks around me for every little path that I took. This is a new kind of thing that indeed helped me to get out of a nightmare about a hopeless-romantic-life. I do realize that this is such a wistful thing among other parts of my life (haha).
After quite a miserable journey, I couldn’t be more grateful for getting to this point. I then borrow these words from a caption that I found on Instagram–thank you to this man who came waltzing into my life and made it significantly less lonely and infinitely more bearable.
I love to borrow words from people: songs, movies, and any kind of writing that communicates my feelings better than I ever will. Before meeting you, I’ve always loved listening to love songs, especially when it comes from “Michael Bublé-To Be Loved & To Love Somebody” or “Carpenters-Love is Surrender”, reading romance novels, as a self-proclaimed hopeless romantic myself. I often wondered how it feels to live those stories, from the simplest narrative to a full-blown saga, will I ever get to experience them? Is it even possible and not just dumb daydreaming?
The answer is: absolutely not (ha-ha-ha).
After meeting you, it does not only sound dumb and unrealistic but I got offered something better. A beautifully imperfect relationship with all its glory and ugly. A chance to have a partner, I just need to not mess up. Yet whenever I messed up, you were always ready with open arms for me. As if you too want to make it work, you too want me. And that's how I know I'm living in my daydream, where the slight difference is that it is not perfect, but as long as we both put in the effort to stay with each other, that's better than anything I could dream of.
Ridiculously smart yet funny, you are an exceptional conversationalist, and I was always amused by your playfulness and serenity while I am fiery on some occasions. Even though I know, it would never be easy to take this journey. I would always thank the universe to let me come into this world in the right time. Thank you for anything, from sending such lovely words and joking while I am in a bad mood, to every quick recap through whatsapp calls before starting or finishing the day. These all make my day. Haha
I do agree with Maudy Ayunda about what love was supposed to feel like: pure, effortless, and full of life. Because, to love is to surrender, Carpenters said.
Cheers to many more to come🎉🥳♥
13 notes · View notes
nabiladinta · 1 year
Text
Di Ambang
Beberapa urusan belakangan tidak terlihat seramai dulu, tidak se-hectic beberapa bulan atau tahun lalu.  Tapi rasanya tetap sama, menguras emosi sekali. Seringkali aku batal mengirim pesan, menghapus sebelum dikirim atau batal kirim ketika sudah tertekan tombol di WhatsApp. Sebuah pembelaan untuk nge-nggak-papa-in diri sendiri atas perilaku sebagian orang yang kadang cukup bikin menjengkelkan ini adalah: Hmm mungkin ini sebuah cobaan, barangkali nanti aku dihadapkan dengan lebih banyak kepala. Jadi anggap aja ini latihan. Di sisi lain juga kadang berpikir, tapi sampai kapan latihannya? Soal waktu, janji, dan segala hal yang terikat dengan waktu bisa dibilang aku tidak cukup selow~ cukup sulit memaklumi orang yang telat 30 menit lebih tanpa mengabari atau mengabari tapi dadakan. Apesnya, mukaku nggak bisa kelihatan bohong kalau kesal dan masam. Huft. Sebuah tarikan nafas panjang mengikuti, belajar alih-alih emosi dengan kata-kata, aku memilih diam walaupun mukaku beneran nggak bisa bohong.  Memang tugas reminder ini adalah tugas sadar diri. Nggak masuk dalam job-description khusus dalam tupoksi atau pekerjaan dalam sebuah tim. Obrolan ini sempat terlontar sewaktu sama-sama di BRIWORK Fisipol UGM sama Mas Naban, Mbak Ayunda, dan Mbak Bela, “Harus ada jabatan khusus untuk orang-orang yg berperan jadi pengingat/reminder. Bahkan kalo bisa digaji khusus” Ini jelas nggak salah. Tepat. Bombastis.  Semoga mereka yang kerjaannya bikin orang lain kesal karena harus kerepotan mencocokkan sana-sini, serta minim respon dan informasi ini bisa diberikan skill responsif untuk segala hal urgent yang meski ini bukan pekerjaan berbayar, tapi setidaknya memanusiakan manusia adalah level yang harus tetap dipertahankan sebaik-baiknya.  Yogyakarta, 15 Februari 2023
6 notes · View notes
nabiladinta · 1 year
Text
chamomile tea dan sihir pemberi kehangatan
Beberapa tahun lalu aroma chamomile tea yang selalu terjajar di deretan rak di dapur rumah di Italia bikin aku sedikit sangsi,”Teh kok rasanya kayak bunga begini,” kataku dalam hati.
Penolakanku atas banyak aroma dan rasa di banyak hidangan di Italia mula-mula aku tolak mentah-mentah. Sampai pada akhirnya chamomile tea jadi sumber ketenangan yang nggak bisa dengan mudah aku cari, lantas di masa tahun pertama perkuliahan Bunda Ety mempertemukan Nabila lagi dengan teh oleh-oleh dari Turki, nggak aku sangka ternyata ini chamomile.  Rasanya kayak aku ketemu Mamma Linda lewat dimensi lain, ingat masa-masa aku nangis sesenggukan di rumah atas bukit Desa Igne. Lalu, Mamma dengan penuh kehangatan, sengaja bikinin aku chamomile tea atau hot chocolate sesekali dan sekedar duduk di samping aku buat dengerin aku nangis. Versi hot chocolate ini jadi lumayan susah buat aku menerima menu cafe di Indonesia yang seringkali mengecewakan. 
Bagi sebagian orang, aroma chamomile mungkin terkesan aneh dan biasa aja. Tapi nggak buat aku, malam ini rasanya memori kesedihan ini kembali lagi. Bertumpuk dan nggak bisa bebas berkelana lalu hilang lewat air mata. 
Sisa chamomile dalam satu tea bag ini nggak bikin aku menunda buat menyeduhnya lagi.
Pertanyaan tentang kenapa dan bisa-bisanya hal ini terjadi kembali menguap tanpa tabir. Beragam kejutan soal relasi ini bikin aku menahan kesedihan dalam banyak rupa, buka catatan lama soal refleksi self-audit dan podcast soal pertemanan abadi juga nggak bisa menenangkan. 
Lagi-lagi, emang bener people come and go. Mengamini empat kata bahasa Inggris ini rasanya sulit buat aku. Sulit buat nge-nggak-papa-in relasi yang tiba-tiba sedikit pudar tanpa tau sebab. Sekuat-kuat kita menjaga, emang banyak kuasa yang tanpa kendali diri. Kalau rasanya pingin pergi lagi dan punya kehidupan dengan misi yang padat serta terjadwal sampai waktu momen kesedihan itu datang, kita hanya perlu menerima dan memberi waktu.
Kali ini aku beneran ngerasa payah dan chamomile tea jadi saksi tersetia lima tahun belakangan untuk nabila yang patah tumbuh hilang berganti. Semoga segala hal baik segera terjadi lagi dan bisa dinikmati sama-sama, ya.
Jogja, 10 Desember 2022 (22.40)
6 notes · View notes
nabiladinta · 2 years
Text
23
Tumblr media
Twenty-three is like a cloud. It can't be predicted easily, will it rain, shine, or only cloudy and foggy sometimes.  
Just passed my twenty-two times in life, I thought my 22 was mine at all, I thought I can only keep dancing like Taylor Swift sings it emotionally. Oh yes, it’s miserable and magical. I thought I gotta have myself, but actually everything is out of control. I do not dare to say that 22–I–was controlled by things that I can’t control in life.
After passing a year without any expectations in 2021, I thought I could do better when I am expecting things to happen in 2022 as my 22 went by. While at the end, life taught me that a couple of messy things could happen at the same time and break everything that is planned. When all those messy things happened, I could only say and regret things that I should have not regretted,
“Okay dear Nabila you shouldn’t think about anything, you shouldn’t do that, you shouldn’t expect anything.”
With all the things that I am carrying from the trust of my surroundings–I dare to say that I am not that smart and brave enough. These two things silently exited the room. Dumb, scared, and vulnerable took their place instead. First, I thought, stepping forward for what I thought I knew what I wanted, life half-figured and sort of planned out. Turns out life tells me something that I do not understand and leaves me dry in the desert.
Hey universe, so when will the “oase” come to me?
We never own anything to begin with–Second, I thought I always know how to cope with my problems and messy things whenever it comes and realize what expectation means in life; to cope with writing a journal, painting, climbing, and going somewhere. I feel like–even songs can not save me from staying sane, quiet, and peaceful while I used to make a number of playlist on my spotify.
Turns out it gets me lonelier, it gets me even worse, it makes me walk without a compass. I thought I could know my phase for crying, but things that came to me were all of sudden. My life is in a shape-shift. I gotta make a thousand plans to step forward and make my day a little better.
Third, I thought I am super enough to share strong and powerful energy with my surroundings. But I ended up feeling lost and felt like the stars and the moon had fallen asleep behind the cozy velvet of the clouds–I cried a lot. Not knowing why and how I was crying. Even though I cried, I did not care where I was. Even amidst the crowd, I cried loudly. So you can imagine my messy face and whoever you are reading this I am so sorry for getting (maybe) a bad energy from me. I wasn’t prepared for the wars.
With that being said, adulting activities in 23 are the real battle that I think I am bound to lose.
For the past eleven, ten, nine months, it has really taken me into the peak of the battle, standing up and trying as hard as possible to not cry in between. I feel like I do not belong to anywhere and anyone–my normal routine was strange, adjusting to Jogja as my 11 years growing up in the city feels way harder. Moreover, when I finally decided to move to Jakarta for at least a month in planning, it turned out to be more than that. Some days I feel so lucky to keep moving day to day here, some others I feel like I am walking backwards.
It felt unsafe and temporary.
And so, writing this, at least I could put anything here and make peace, also giving thanks to those that could not be mentioned here; for saving my life, for listening to me whenever I want to cry, for giving me medicine to keep me sane and healthy, for treating me foods and joyful things to help me escape for a while. Indeed. I was emotionally exhausted and super duper afraid of getting my 23. Some words that came to me days ago reminded me of letting go of the pain, it said; I just let the pain take over, allowing it to numb the pain of being left behind.
I do not have hope, I only pray to Allah that I wish I could live with constant eeman in front of Him. Hours before my birthday came, my best friend shared me the best du’a that she got from a priest,
The greatest prayer we can offer is to be faithful in each struggle :)
Here I put one of the best pictures in my 22 year-old self with a peaceful sun in Ampenan, Lombok. It was one of my best days that give me hopes. Thank you.
Pamulang-Depok, August 30- September 1, 2022
Tumblr media
6 notes · View notes
nabiladinta · 2 years
Text
Hari-Hari di Pamulang (2)
Hari-hari yang dijalani di Pamulang hampir dua minggu ke belakang ini terasa berat. Berat sangat, dengan nggak adanya mood makan, bangun tidur rasanya berkabut, tidur lagi takut diselimuti mimpi-mimpi menyesakkan dada.  Kenyataan-kenyataan yang harus dihadapi dengan lapang dada dan mau nggak mau nggak bisa dihindari ini bikin aku mengalami turbulensi emosi yang lagi-lagi butuh berkali lipat kesabaran dan hari untuk menguraikan secara perjalanan. I had to call some of my friends before I sleep, to only listening to me crying. Aaa thank you. Bahkan bangun di pagi hari aku hindari gawai dan langsung mengambil air wudhu lalu berdoa minta ketenangan dari Sang Maha Kuasa. Turbulensi emosi yang menyesakkan dada ini bikin aku belajar lagi buat menguraikan pelan-pelan, mengingat pengalaman-pengalaman baik, dan berprasangka baik atas apa yang nggak tau akan terjadi di hari-hari ke depan.
Meskipun buat menjalani itu semua butuh tarikan nafas panjang berkali-kali. Butuh keberanian buat memutuskan, butuh kesiapsiagaan menerima jawaban yang mungkin di luar ekspektasi. 
Aku beneran kayak orang gila yang beberapa kali sedikit menyesali keberadaanku di Pamulang. Tapi setelah mengingat ke belakang mungkin ini adalah momentum buat hal baik yang jauh lebih besar, termasuk menerima kehadiranku secara temporary dalam kurun waktu 10 bulan ke belakang. Terima kasih semuanya, brengseknya aku udah terlanjur memasuki suatu ritme di Pamulang yang ternyata butuh dihadapi dengan lapang dada. Semangat nabiloski! Pamulang, 11 Agustus 2022
3 notes · View notes
nabiladinta · 2 years
Text
Deswis Heist #1
I just found these warm words that I absolutely agree from Kak Gumi’s instastory whom I talk to in the last day and he said in the airport while I was saying good bye to everyone, “Maaf kakak kita jarang ngobrol tapi semoga bisa ketemu lagi Kak Nabila.” oh yes karena Kak Gumi Divisi Talent yang munculnya pas sesi udah kelar hehe “I woke up today with my feelings are so gloomy, I already miss deswis, the people, the vibes, and the foods. I am so confused how to move on from this because every second that I spent in this place made me realize that I am so loved by the people who I already know and the people that I just met. I would like to say thank you so much for all of the people that creates the glimpse that I won't forget and I am so looking forward to any opportunity so I can meet you again guys and grow the love even more.” I actually have the same feelings :) Everyone is loved. I could say that a week in Deswis is absolutely the most wonderful week in August eventhough my heart was so gloomy three days before coming to Deswis.
3 notes · View notes
nabiladinta · 2 years
Text
Hari-Hari di Pamulang
Ngga kerasa udah hampir 10 bulan aku bolak-balik Pamulang beberapa kali. Rasanya masih nggak nyangka dan segala hal yang terjadi di rentang waktu tersebut sangat unpredictable. Kalau dipikir-pikir lagi, pertanyaan “kok bisa?” bisa jadi nggak akan pernah kejawab karena ya semuanya terasa mengalir aja gitu.  Pamulang, meskipun hadir di wilayah sub-urban yang padat merayap, aku masih ngerasain suasana Temanggung karena sepupu, om, tante, dan mbah jauhku tinggal di sini. Pagi atau sore hari kami habiskan duduk bareng di ruang depan dan membicarakan banyak hal. Sekali waktu, aku dan tanteku ngobrolin masa depan dan pilihan-pilihan menjadi perempuan. Aktivitasku dipahami dengan maksimal karena latar belakang “aktivis” kami yang hampir serupa. Bahkan kalau beberapa kali juga hanya diniatkan jalan-jalan dengan seseorang.  Kalau ada yang suka menebak motif kepergianku ke Pamulang, aku jadi suka mengelus dada aja. Kadang mereka emang sok tau.  Hari-hari di Pamulang yang penuh kejutan ini bikin zigzag emosi yang kadang juga nggak karuan. Pilihan banyak makanan di warung-warung pinggiran dan kafe-kafe kecil tempat bermuaranya obrolan serta jalanan menuju Stasiun Sudimara yang memorable, jelas nggak bisa aku lupain.  Semoga hari-hari di Pamulang yang banyak kali aku jejali, bermuara pada takdir dan keputusan baik di masa mendatang, yang bisa bikin aku betah dan ingin kembali lagi berkali-kali. Terima kasih Pamulang. Pamulang, 28 Juli 2022
4 notes · View notes
nabiladinta · 2 years
Text
Little things that aren't little
Loving small things might be weird for some people. But once you put yourself into this small thing, you'll find a crowd and an energizing arena you could never find in the other side of the world.
One of those small things is an art space.
I know I am not an artist, but gratefully I love to see, feel, and sense the beauty of art. It's therapeutic. I just do not care for those who say, "What do you see? How could you date in a museum/art gallery?"
Well, two days ago I went to Sangkring Art Space in Bantul with someone whom I call "Kak Rama". This art space offers us priceless works of art, the paints were incredibly beautiful, colorful yet dark. Each artwork gives meaning. It tells us about FLOW, how life and its memories in today's world fulfilling our time minute to minute.
In some corners of the art space, we found a great art installation that was hit by the sun and made us feel like we are in Uzbekistan, morocco, or any other state in Arabia. That was so amazing and c00L. I took him a picture like he is doing magic with a great yellow stone.
I took him pictures with some of the cute painted arts with chickens, presidents, etc. Him taking pictures of me too. As someone who is enthusiast about art, Sangkring Art Space gives us a memorable experience in July.
Before it ends, let me show you the most unforgettable pictures with our fav artworks of this month. Aa thank you!
nabiloski
Temanggung, July 10, 2022
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
8 notes · View notes
nabiladinta · 2 years
Text
People come and go
Those four words seem so serious as years go by. Be friending with some people mean decided to swim into life together, having fun, knowing ups & downs, and anything we could pass together.
But then,
Life changes, each of us having a different life cycle and prioriting more than one thing to spend 24 hours a day in life. I am grateful for knowing new friends and I am okay to not have an energy for reaching so many friends. That's just how the meaning from those early four words feel the relatable.
Those friends are dividing into so many parts in my life. There is a friend whom I like to be with when I am traveling, hiking or doing any other sport activity. There is a friend whom I know that I only need to sit in a place together, drink, eat, and talk about anything because the most rewarding thing about them is the conversations only us two could have.
Adulting and be friending with everyone is impossible, we have our limits. And eventhough I know, I am deeply sad to cannot arranging time with some of my friends and they seem not doing an effort for allocating time with me. But anyway, deeply thanks for being in my life, everyone.
If we are meant to be, hopefully we can cross path (again) together in the near future. Have a nice day🌻
4 notes · View notes
nabiladinta · 2 years
Text
Dalam beberapa urusan aku kadang merasa nggak beruntung,
Tapi ternyata cuma belum waktunya aja, sampai datang suatu masa dimana aku merasa nggak terbebani untuk mengekspresikan, saling menanyakan, dan bertanya hal-hal sederhana
Hal-hal sederhana ini di masa yang lalu jadi pengharapan aku ke beberapa orang dan malah kerasa capeknya serta jadi malas melanjutkan beragam rupa usaha. Nyatanya emang bener nggak usah diharapkan
Lagi-lagi segenap hal tak terduga ini datang dengan tanpa pengharapan,
Thankyou for checking my life amids this chaotic situation.
For sending me a picture of bakmie that i should try
For asking me, "how was your day nabs?"
For making sure my life, "Are you okay?"
For recording me a melody of saxophone
For sending me such a random song or playlist and saying, "If you like this song, you might be love this song too!"
For supporting me with a question, "If thats your destiny, what would it be?" Or if bad things happen you come and saying, "Isn't that what inspires and motivates you?"
For calling me with such random calls and wholeheartedly giving me your time to only eating together and taking such a random picture of my bad faces -_-
that warms my heart, really, I owe you a lot! I love the way you appreciate every single thing in my life and validating my emotions without judging and blaming anything.
Do I deserve all of these from you? I wish you a good life man.
You are one of a kind. I couldn't ask for a better ragazzooo.
See you when I see you.
4 notes · View notes
nabiladinta · 2 years
Text
Vespa Keluarga Jilid II
Permulaan bulan Juni jadi cerita kesekian petualangan saya dan Dek Daffa. Tentunya dengan tujuan dan agenda yang jelas berbeda sekali. Pertanyaan Ibu yang tidak jemu di jam-jam tertentu kerap menanyakan kabar adik.
“Fa pun dugi pundi?” “Bila sakniki ting pundi?” Berbeda dengan saya yang suka lupa mengabari sampai Ibu seringkali video call mendadak yang jarang bisa saya angkat langsung, bahkan baru tau kalau saya pergi ke suatu tempat setelah sudah waktunya saya pulang. Dek Daffa rutin dan gemar mengabari di grup keluarga sembari berkirim foto di kapal dan kadang mengirim video kompilasi perjalanannya naik vespa yang sudah diedit dengan ciamik. Saya ikut terharu sekali menerima kabar bahwa Dek Daffa akhirnya bisa ke Bali dari pesan Bapak di grup WA keluarga, “Enten event vespa sedunia di Pulau Bali.. hanya terjadwal 50 tahun sekali Indonesia jadi tuan rumah.” Perasaan campur aduk ini lantas mengingatkan saya pada keluh kesah Bapak di bulan Mei lalu sewaktu merasa bersalah belum bisa mendukung secara materiil dan memperbaiki vespa kesayangan Dek Daffa, “Mesakke banget niko Dek Daffa pun pengen banget ke Bali enten event vespa se-dunia,” sambil mengaduh ke saya di ruang bawah. 
Pasalnya, memang semenjak saya, Dek Daffa, dan Dek Hanun berkuliah mau tidak mau saya dan adik-adik harus mencari cara sendiri supaya kami bisa bertahan. Tidak jarang pula Bapak bersaksi ke saya sebagai putri sulungnya, “Bapak ndak bisa kasih apa-apa ke Dek Daffa. Cuma bisa belikan vespa bekas.” Kecintaan Bapak terhadap vespa yang menular ke Dek Daffa seringkali membuat saya iri. Ya mungkin memang begitu jalannya relasi Bapak dan anak lelakinya.
Entah apa yang terjadi, saya sudah menebak pasti Bapak mencoba sekuat tenaga supaya Dek Daffa bisa betul-betul berangkat ke Bali meskipun dengan vespa yang tidak sempurna, terseok-seok dan kerusakan  di banyak tempat Dek Daffa singgah. Hebatnya, adik saya ini selalu bisa melewati dan memperbaiki dengan ilmu bengkelnya yang luar biasa hebat. Padahal dia harus menempuh kurang lebih 1666 kilometer. 
Tumblr media
Apapun yang terjadi, tidak pernah sekalipun Bapak dan Ibu tidak mengizinkan saya dan adik berkelana. Syukurnya kami selalu bisa memastikan bisa sampai rumah dengan selamat. Barangkali ini jaminan yang membuat mereka berdua percaya. Satu momen yang bikin saya terhenyak sebentar adalah respon Bapak sewaktu saya dan Dek Daffa mengabari perjalanan kami, Dek Daffa di Bali dan saya di Kendari, Sulawesi Tenggara, begini responnya, “Alkhamdulillah Allah karuniakan kelancaran & kemudahan dg rejekiNya terpenuhi harapan... Fii Amanillah bagi putra putri bapak ibu dalam perbuatan kebajikan serta Istiqomah di Shirothol Mustaqim”
Entah kekuatan magis apa yang membuat saya dan Dek Daffa terus mau berkelana meskipun kami sama-sama tau bahwa banyak lumbung keterbatasan yang harus dilewati. Terima kasih Bapak Ibu. Buon viaggio!
Saya menulis ini sembari mendengarkan playlist yang saya buat untuk mengingatkan saya soal Bapak dan di antaranya juga Dek Daffa, saya tidak bisa tidak menangis. Hiks, here you go onlyforBapak.playlist.
Vespa Keluarga Jilid I (bisa dibaca di sini....)
Yogyakarta, 14 Juni 2022 23.42
Tumblr media
0 notes