Tumgik
mianprayudi · 3 years
Text
Gembala dan Penggembala
Lihatlah, kita semua mahfum. Bahwa kita hanya melihat apa yang dapat diraba oleh seluruh indera juga pada nirwaktu yang tengah berlangsung.
Kita mengakui juga merasai bahwa materi yang tengah ada seakan mengindikasikan akan sama untuk selamanya. Yang penting tunai, untuk hidup sebulan ke depan, dan seterusnya harus dari awal.
Ia memiliki pekerjaan yang menghasilkan. Tanpa sedikitpun berpikir apakah ia benar-benar menghasilkan. Menghasilkan bagi dirinya sudah barang tentu. Namun bagi yang lainnya?
Ia mendahului fajar lalu mengakhirinya dengan senja, menghabiskan setengah hidupnya untuk digembalakan oleh suatu perusahaan, setiap hari!
Ia mencukupi pada apa yang cukup baginya.
Begitukah definisi hidup? Dibayar pada apa yang dikerjakan, lalu dihabiskan untuk apa yang dibutuhkan.
Separuh hari untuk separuh hidup, ia mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk dibayar guna mencukupi hidup. Sekedar itu, dari dirinya untuk dirinya. Sendiri.
Tak ada waktu untuk melihat mereka yang tak beruntung. Sebab, keperluan juga keinginannya begitu mahal hingga bayarannya tak mampu menutupinya.
Ia mesti melanjutkan hidup, dan terus mencari kayu bakar dari orang kaya dan pintar yang menggembalakannya, guna menjaga kompornya tetap terbakar.
Hobbesian, yang kuat memeras yang lemah, yang kaya menindas yang miskin, yang pintar memintari yang bodoh.
Seperti kata Thomas Hibbes, “homo homini lupus bellung omnium contra omnus.” Manusia yang satu terhadap manusia yang lain bertindak seperti serigala.
Sampai kapan?
Bagi yang beruntung hingga akhir hayatnya, namun bagi yang didahului kemajuan. Ia akan digantikan oleh kerja tekhnologi yang sama kerjanya, yang tak benar-benar hidup.
Ia tak mudah mengeluh, ia lebih cepat, ia tak perlu dibayar, cukup dirawat. Menggantikan ia yang sebelumnya digembalakan. Manusia, yang seharusnya hidup sebagaimana manusia hidup.
Memiliki rasa, memiliki jiwa, tak mendedikasikan hidupnya hanya untuk mencukupi dirinya, namun mampu melihat hingga mau mencukupi yang lainnya.
Berguna bukan sebagai alat, namun berguna sebagai makhluk yang hidup.
Menghidupi yang lain bukan diri sendiri saja.
Bukan hanya menjadi penerima, namun pemberi.
Bukan hanya menjadi gelas yang meminta dituang setiap bulan, namun menjadi bejana yang mampu menuang bagi yang lainnya.
“Khairunnas anfa'uhum Linnas”
— Kala Lail
13 notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Text
Apa mau dikata, inilah yang aku punya dan beginilah aku adanya. Memaksa menjadi orang lain atau berpura-pura mengakui apa yang sebenernya tidak aku miliki. Sama saja hanya dengan mengajak tersesat dimasa depanmu.
125 notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Text
Tumblr media
33K notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Text
“Aku bisa pergi saat itu; Mencari yang lebih baik segala-galanya dan meninggalkanmu. Tapi nyatanya aku memilih untuk tidak. Kukira kau akan melakukan hal yang sama untukku. Namun sejenak setelah aku berkedip, kau pergi ke pelukan orang lain.”
— (via mbeeer)
2K notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Text
“Aku tidak masalah bila harus berjuang demi kita. Aku yakin kita siap mengerahkan semuanya demi hubungan ini. Tetapi lama kelamaan, beban perjuangan ini terasa berat juga. Baru kusadari bahwa selama ini aku hanya berjuang sendirian.”
— Ketika beban dua orang ditanggung sendirian. // Andira Wu (via surat-pendek)
314 notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Text
Bagaimana pun keadaannya kita tetap butuh saling mengingatkan. Tentu bukan karena salah satu merasa lebih pintar, melainkan begitulah peduli dan perhatian. Jika kurang jelas, seperti itu sesederhananya kasih sayang. Jika masih kurang jelas, ngobrol aja sini lah.
153 notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Text
“All my life, I’ve found it difficult to advocate for myself, to ask for what I want. I fear burdening people so much.” -
Jessica Knoll, Luckiest Girl Alive
386 notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Text
kamu boleh lelah.
nggak berarti kamu nggak bersyukur atas apa yang kamu punya dan tidak punya. nggak berarti kamu nggak ikhlas atas apa yang kamu kerjakan dan tidak kerjakan. nggak berarti kamu nggak sabar atas apa yang kamu hadapi dan tidak hadapi.
lelah itu wajar. kamu manusia, bukan malaikat.
hanya saja, kalau kamu lelah terus-menerus, kemungkinan besar ada yang perlu diperbaiki. bisa jadi caranya perlu diracik lagi. bisa jadi perangkatnya perlu diperbarui. bisa jadi perihalnya yang harus diganti.
kamu tau? bersama rasa lelah, ada dua yang turut datang. pertama, rasa nikmat karena telah berjuang. kedua, salah satu di antara keinginan untuk berhenti atau keinsyafan bahwa kamu dapat terus bergerak.
pilihlah untuk terus bergerak. hingga rasa lelah itu sendiri kelelahan mengikutimu.
979 notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Text
“Pelajaran terbaik biasanya datang dari luka terhebat. Tenang saja, keep going. Your future will be thanks to you latter.”
— (via mbeeer)
2K notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Text
“Pernah bego hingga taraf menyangka bahwa segala yang kau lakukan dan kau tunjukkan kepadaku itu adalah pertanda bahwa kau memang mencintaiku sebesar aku mencintaimu.”
— (via mbeeer)
1K notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Text
“So, this is my life. And I want you to know that I am both happy and sad and I’m still trying to figure out how that could be.”
—
2K notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Text
berada di titik sangat hampa tetapi enggan untuk memulai lagi. lebih tepatnya, bosan dengan siklus; asing, berkenalan, akrab hingga menjadi kembali asing.
24 notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Text
Untitled.
Pernahkah kamu merasa benci pada dirimu sendiri? Aku sering. Bukan karena tidak bersyukur atas pencapaian hingga saat ini. Bukan. Hanya saja karena aku merasa I’ll be never enough for anyone. On the other side, I do realize that I should not feel this way. But I can not avoide this miserable feeling. I can not. I do really know that I can not pleased everyone. Never. Tapi hal itu juga tidak bisa menghilangkan perasaan untuk membenci diri sendiri karena merasa tidak cukup bagi orang lain. Buruknya, jika perasaan ini sudah muncul, akan muncul lagi segelintir hal tidak masuk akal yang menghantui. Lebih baik menjalani hidup sendiri, untuk diri sendiri. Dan segala pembenaran akan hal itu terus muncul. Ya, lebih baik sendiri. You will feel sad, happy, upset, mad, by yourself and for yourself. Tidak akan ada yang kamu kecewakan kecuali dirimu sendiri. Apakah ada yang mengalami hal serupa denganku? Atau kah hanya aku saja? Banjarmasin, 26 Juli 2017. 2:51.
32 notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Text
Kalau kamu merasa hampa karena hidupmu tak secemerlang orang lain, bersyukurlah banyak-banyak karena sesungguhnya Allah tak pernah meninggalkanmu seburuk apapun keadaanmu.
— Taufik Aulia
1K notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Text
Tumblr media
Ada hari-hari di mana kamu merasa sangat hampa, merasa sia-sia begitu saja, dan kamu tidak bisa menjelaskan apa yang sebetulnya sedang terjadi.
Kamu pun bertanya-tanya pada dirimu sendiri "Aku ini kenapa, apa yang harus aku lakukan?"
Rasanya semua begitu melelahkan, membuatmu stres, hingga kamu sulit sekali untuk mengendalikan emosimu.
Pekerjaanmu, tugas-tugasmu, semuanya menjadi berantakan. Bahkan hubunganmu dengan kehidupan sosial menjadi kurang harmonis.
Meski mungkin jauh di lubuk hati terdalammu, kamu sebenarnya menyesal karena tidak bisa memperbaiki masa lalumu.
Kamu sudah sangat bosan dengan rasa bersalahmu. Dan barangkali mungkin memang sudah tidak banyak yang bisa kamu lakukan sekarang.
Kamu hanya bisa bertahan dengan semua perasaan yang membuatmu tidak nyaman.
Tetapi sadarilah bahwa setiap orang pernah bersalah. Setiap orang pernah terluka dan menanggung kesedihan.
Sungguh itu tidak apa-apa. Dirimu tetaplah berharga, bagaimanapun keadaan yang menimpamu.
—ibnufir
327 notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Photo
Tumblr media
1K notes · View notes
mianprayudi · 4 years
Text
“Kita itu sejalan. Tapi tidak searah. Kamu ke barat aku ke timur. Aku maju kamu mundur. Sudahlah, memang dari awal kita tidak bisa untuk sejalan dan searah.”
— Luka Kita / Romy Dinasty
162 notes · View notes