Tumgik
ikhwanfight-blog · 2 years
Text
Kepemimpinan dari Hal yang Kecil
"Setiap orang adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya"
Betul, memang berat ketika kita memaknai secara mendalam makna dari pemimpin. Bukan hanya soal jabatan atau posisi semata, namun terhadap diri kita sendiripun kita adalah seorang pemimpin.
Seorang yang mengambil kendali terhadap segala aktivitasnya. Apalagi kemudian jika orang tersebut mengemban amanah dalam lingkup organisasi ataupun negara. Sungguh teramat sangat berat.
Namun beratnya amanah tersebut akan berbanding lurus dengan pahala yang dijanjikan kepada setiap pemimpin yang amanah.
Tentu butuh kompetensi dan kapasitas dalam mengambil alih sebuah kepemimpinan dan jni adalah proses, tidak isntan.
Seperti kata John C. Maxwell, kepemimpinan dimulai dari hal yang kecil dan meningkat sedikit demi sedikit.
Kepemimpinan itu diawali dari mengerjakan yang perlu, lalu lakukan apa yang bisa dikerjakan dan siap-siap tiba-tiba kita mampu mengerjakan apa yang dulu mungkin kita tidak bisa kerjakan.
Maka, jangan pernah mencoba untuk menaklukan dunia, sebelum kita sendiri membereskan hal-hal kecil di dalam diri kita.
Selamat memimpin, dimulai dari keluarga lalu mendunia.
Salam pembelajar - Syaeful Bahri
3 notes · View notes
ikhwanfight-blog · 2 years
Text
Guru dan Pandemi
.
Ada istilah begini, _mengajar berarti belajar lagi_. Ya begitulah saat seseorang berikrar baik secara sadar ataupun tidak sadar, ketika kaki melangkahkan ke ruang kelas maka dua aktivitas ini bagai 2 buah sayap yang tak boleh patah salah satunya
.
Apalagi kondisi dua tahun belakang ini dimana kita banyak belajar banyak hal. Menyadari lebih paripurna lagi bahwasanya pepatah itu benar adanya, benar maknanya
.
Sebelum Pandemi mungkin kita (guru) terbuai dengan capaian-capaian "itu-itu" saja, merasa cukup dengan kompetensi yang dimiliki, tak ada hasrat untuk upgrade hardskill maupun softskill
.
Wussh, datanglah "tamu" ini ke dalam bagian hidup kita. Membatasi akses dan aktivitas hidup yang menurut kita normal sebelum Pandemi ini datang. Memaksa semua tetap terhubung meski jarak memisahkan. Menuntut pembelajaran walau tidak bertatap muka
.
Disinilah kemudian kita agak sedikit menyesali. Ada satu hal yang luput dari perhatian kita tentang bagaimana zaman ini sudah berbeda dari 5-10 tahun belakang ini. Namun selama ini mungkin kita belum mau untuk face to face dengan perubahan zaman yang begitu cepat
.
Ya, teknologi begitu cepat mengubah alur dan kebiasaan hidup manusia dan Pandemi ini sekali lagi menyadarkan kita (guru) bahwa sudah saatnya memang kita yang harus memanfaatkan dan mengembangkan untuk akselerasi pendidikan, minimal di tempat kita mengabdi
.
Tentu teknologi bukan segalanya, karena saya pernah membaca nasihat begini, hal yang paling penting adalah jiwa, keteladanan, dan kompetensi seorang guru dalam memanfaatkan teknologi. Dengan teknologi, pendidikan akan lebih mudah dan cepat. Tapi dengan jiwa dan keteladanan, pendidikan menjadi utuh
.
Maka Pandemi tidak mengubah bagaimana kita menampilkan keteladanan, namun bagaimana keteladanan itu bisa tersampaikan lewat teknologi yang kita manfaatkan
.
Salam pembelajar, Syaeful Bahri
0 notes
ikhwanfight-blog · 2 years
Text
Melanjutkan opini tentang bagaimana tugas untuk mendidik anak sejatinya berada di tangan orang tua, pada kesempatan kali ini, kembali berdasarkan keresahan yang saya alami belakangan tahun ini
.
Kerap sekali saya mendengar bagaimana remaja bahkan anak-anak, baik yang sedang bermain maupun menunggu datangnya waktu solat di surau terdekat rumah mereka, terdengar begitu lantang ucapan-ucapan yang saya yakin dulu, kita semua diajarkan untuk tidak diucapkan begitu mudahnya, bahkan dilarang untuk terucap
.
Ya sebut saja diantaranya ( _mohon maaf_ ) : Anj*ng, Gob*lk, B*go, dan lain sebagainya. Penggunaan kata-kata tersebut bukan hanya di ucapkan dalam rangka makian saja kepada lawan bicara, namun sudah menjadi imbuhan dalam tiap percakapan. Sehingga kata-kata tersebut sudah seakan-akan "dimaklumi" dan "normal" oleh mereka
.
Miris sekali memang, terlebih ini lintas gender juga, laki-laki maupun perempuan. Padahal kita sudah mahfum bahwa budaya kita, budaya Indonesia yang ramah, sopan dan santun, perlahan mulai pudar
.
Ada banyak faktor memang yang menyebabkan fenomena ini begitu masif terjadi dan merata di berbagai daerah. Salah satunya, ialah arus informasi yang begitu cepatnya melalui internet, baik masuk melalui percakapan di media sosial maupun dari permaianan di gawai yang secara online pula. Memang tidak semua yang ada di internet atau gawai itu negatif namun jika pengawasan tidak tepat dan tidak konsisten maka tentu akan menjadi bumerang juga bagi kita semua
.
Jadi, siapa yang bertugas mengawal ini semua ? Tentu jawaban yang tepat ialah kita semua, tidak terkecuali. Mengedukasi apapun peran kita di dalam masyarakat dan aktor utama dalam mengemban tugas ini adalah orang tua. Pihak lain menyiapkan peran-peran lainnya. Sekolah dengan program-program sekolahnya, pemerintah dengan regulasinya, dan lain sebagainya
.
Oke, di sekolah sudah terprogram bagaimana penumbuhan karakter, penanaman akhlak oleh ibu-bapak guru, dan seterusnya. Namun, bagaimana jika di rumah tak sejalan dengan visi dan misi di sekolah? So pasti, ambyar itu semua
.
Berat banget ya jadi orang tua ? Hmm, tergantung si, tergantung kita melihat dari sisi mana, melihat dengan mata yang mana, yang zahir atau yang batin, tentu akan beda perspektif yang kita dapatkan dan ini menentukan berat atau tidaknya menjadi orang tua
.
Apa yang keluar dari mulut kita, menggambarkan apa yang ada di pikiran atau otak kita dan saya mengkhawatirkan apa yang keluar dari mulut anak-anak kita (utamanya hal-hal yang negatif tadi), menggambarkan pula informasi-informasi yang ia dapatkan tiap harinya
.
Selamat mengemban misi ini, salam pembelajar - Syaeful Bahri
0 notes
ikhwanfight-blog · 2 years
Text
Orang tua, Sekolah dan Pandemi
Pekan ini beberapa kepala daerah mengambil sikap dengan mengeluarkan edaran untuk menghentikan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas di sekolah. Hal ini terpaksa dilakukan dikarenakan dengan naiknya kasus Covid-19
.
Ya tentu sangat berat bagi pemerintah setempat untuk kemudian mengambil langkah ini, karena seperti yang kita ketahui bersama, kebiasan baru menuju normal pasca diterpa badai covid ini menjadi angin segar bagi semua orang termasuk para subjek dan objek dunia pendidikan
.
Dinas pendidikan, pengelola sekolah, guru dan apalagi orang tua sangat amat menginginkan anak-anak belajar di sekolah. Tapi beginilah keadaannya, kita mau apa, kita bisa apa ?
.
Kita mau menyalahkan siapa lagi ? Mau menghakimi siapa lagi ? Mau berteriak apalagi ?. Pun jikalau kita sudah melakuka itu semua, menyalahkan ini itu, menghakimi pihak lain, berteriak dengan lantang, covid ini akan hilang begitu saja ? Kan tidak juga
.
Beramai-ramai pula kemudian para orang tua yang mengeluhkan di hentikannya sementara PTM Terbatas ini dengan dalih anak-anak bisa bodoh, malas belajar jika di rumah, dan lain-lain.
.
Bisa jadi ini adalah topeng yang selama ini belum terungkap tentang bagaimana keputusasaan orang tua dalam mendidik anaknya dengan dalih itu tadi
.
Pendidikan anak itu tanggung jawab orangtua. Saya kira tidak ada yang menyangkal pandangan ini. Lalu, apa peran sekolah? Sekolah, bagi saya, hanyalah institusi yang membantu setiap orangtua dalam mendidik anak. Peran orangtua tetap yang utama. Jangan sampai terbalik, seolah sekolah memegang peran utama, sehingga orangtua bisa lepas tangan kalau sudah memasukkan anak ke sekolah.
.
Dalam hal pelajaran akademik, orang tua harus ikut terlibat langsung mengajari anak-anak berbagai pelajaran yang mereka terima di sekolah. Ketika ada bagian yang harus diluruskan saat konsep yang diajarkan guru-guru keliru. Ada pula bagian yang harus ditambahkan, untuk pengayaan terhadap materi yang sudah diajarkan.
.
Bila sekolah sudah cukup memenuhi kebutuhan anak kita, maka orang tua tinggal memperkayanya. Tapi ketika sekolah dianggap tidak memadai, maka orang tua harus melengkapinya. Bila diperlukan, orang tua harus mengambil peran utama dalam pengajaran materi-materi itu.
.
Pendidikan tentu bukan hanya soal materi akademik. Materi pelajaran itu sesungguhnya hanya bagian yang sangat kecil dari seluruh komponen pendidikan anak-anak. Yang lebih penting dari itu adalah pembentukan karakter, seperti gigih dan tangguh, tertib, bersih, hormat dan menghargai orang lain, dan sebagainya. Sebagian dari kebutuhan itu tentu saja bisa kita harapkan dipenuhi oleh sekolah. Tapi sekali lagi, peran terbesar dalam pembentukannya harus ada pada orangtua.
.
Pandemi ini harusnya bisa menyadarkan kita tentang peran orang tua sesungguhnya. Karena menjadi orang tua tidak ada sekolahnya, maka mulai saat ini mari kita sebagai orang tua untuk bisa belajar kembali untuk menjadi orang tua seutuhnya yang kemudian mengambil porsi terbesar dalam tumbuh kembang anak-anak kita. Bekerja sama dengan pihak sekolah, mendukung semua proses di dalamnya dan saling memberi masukan satu dengan yang lainnya
.
Salurkan energi kita dari yang tadinya menyalahkan, menghakimi dan berteriak kesana kemari kepada energi untuk bisa belajar menjadi orang tua dan bersama-sama dengan pihak sekolah untuk mewujudkan tujuan yang mulia, mendidik generasi bangsa
.
Karena Kita memang tidak bisa memilih punya orang tua seperti apa, tapi kita bisa memilih mau menjadi orang tua yang seperti apa
.
Selamat berproses, Salam Pembelajar
Syaeful Bahri
0 notes
ikhwanfight-blog · 4 years
Text
Lingkaran Kebaikan
Hari ini berkesempatan bersilaturrahim ke rumah bapak kepsek, Alhamdulillah. Seteleh libur (agak) panjang, diiringi dengan derasnya hujan tiba saatnya memulai aktivitas rutin kembali. Memupuk semangat dan menebar benih-benih kebaikan
.
Tidak perlu mewah, tidak mesti mahal, cukup melingkar bersama orang-orang soleh itu jauh lebih mewah dan mahal. Ada ruh yang kemudian terisi oleh bulir² hikmah, ada iman yang dengan nasihat² mereka menjadi naik
.
Maka sungguh sangat beruntung jika suatu rumah itu dikunjungi oleh orang² soleh, maka keberkahan pun akan menyelimuti rumah tersebut. Tak heran jika sesama orang soleh itu selalu mengajak temen-teman nya yang menurut mereka lebih soleh dari mereka untuk bisa menyempatkan singgah di kediamannya
.
Allah swt begitu sangat baik kepada saya, Alhamdulillah, disetiap fase perjalanan hidup saya, Allah selalu mpertemukan saya dalam lingkaranga-lingkaran kebaikan, yang di dalamnya acap kali menyeru dan mengingatkan dalam kebaikan
.
ini lingkaran kebaikanmu, mana lingkaran kebaikan mu ? :)
#30haribercerita #30HBC #30hbc2003
1 note · View note
ikhwanfight-blog · 4 years
Text
The only difference
This day, this month and this year are all temporary, just like tomorrow, next week, next month and next year will be. Nothing stays the same, and thats a truth that I want us all to embrace.
The only difference is the mindset that we take forward with us.
The only difference is that we couldn't change yesterday but only learn from it, but we have the power to change our tomorrow.
The only difference is that even if everything is temporary , we still have the ability to impact this temporarily magnificent world.
The only difference is that we, as people, can still live forever, as memories, as lessons, as smudges in the back of other people's best experience, as lovers, careers, as friends.
The only difference is that yesterday made us who we are today, but we have do today decides who will be tomorrow. And that is powerful
0 notes
ikhwanfight-blog · 4 years
Text
Chat itu datang dari dia
Pukul 03.53 aku terbangun dari tidur lelap ku di saat kebanyakan orang merayakan pergantianya tahun baru
.
Spontan saja bagiku dan juga menjadi kebiasaan khalayak ramai adalah sensor dari otak yang diteruskan kepada jari jemari ini mencari gawai
.
Samar-samar kumelihat ada chat yang nampak dalam bagan notifikasi, tidak banyak hanya 1 chat pribadi dan 3 chat dari grup yang isinya ya paling perang stiker (dan yang bikin geleng kepala ialah, bapak-bapak yang menjadi pelaku utamanya)
.
dari notifikasi yang muncul hanya 1 yang menarik perhatian yakni chat pribadi itu, pantas saja mata ini langsung fokus kepada chat tersebut, melihat kontaknya saja sudah pasti harusnya chat itu yang harus kubuka terlebih dahulu
.
Chat itu datang dari ibuku, singkat namun lumayan membuat penasaran. Pertama, chat itu dikirim tepat 6 menit setelah riuh-gemuruh kembang api terbakar di udara menandakan pergantian tahun di wilayah barat Indonesia. Kedua, isi chat itu hanya satu kalimat tanya singkat, "Ipul ada dimana?", hanya itu saja
.
Tak heran jika akupun dibuat penasaran oleh chat singkat ibuku ini. Kenapa harus chat selarut itu, dengan pertanyaan singkat tanoa ada penjelasan lebih. Sambil menghela nafas, dan detak jantung berdetak lebih cepat dari biasanya aku menafsirkan hal² yang tidak aku inginkan. Pertanyaan singkat itu membuat ku membuat banyak pertanyaan balik dalam hati. "Apakah di rumah terjadi sesuatu?", "Apakah ada kejadian luar biasa disana" dst
.
5 menit sebelum adzan subuh berkumandang akupun menyimpulkan satu hal, satu hal yang mungkin lebih logis dan masuk diakal. Ah pul pul, kamu memang masih harus belajar bahasa wanita
.
Pertanyaan singkat itupun, aku tafsirkan dengan, "Pul, kamu dimana ? Ibu kangen, malam ini malam pergantian tahun, ibu ingin kamu nemenin ibu malam ini saja. Pul, kamu dimana ? Ibu lihat diberita banjir disana sini, di tol cipali di jalanan, kamu lagi dimana, ibu khawatir, ibu kangen. Pul, kamu dimana ? Rasanya baru kemarin ibu melahirkan kamu, tapi sekarang kamu sudah harus membina rumah tangga, Ibu kangen. Pul kamu dimana ? Ibu kangen"
.
Aish, air mata tak terbendung, doa tak terhenti terucap malam itu, sontak saat itu aku mengmbil sebuah kesimpulan, bahwa setiap tahun boleh kita ber-resolusi, tapi ada satu resolusi setiap tahun yang tak akan pernah kita coret sama sekali, tiada lain ialah : "Mebahagiakan Orang Tua (Berbakti Kepada Orang Tua"
.
0 notes
ikhwanfight-blog · 4 years
Text
MENIKAH ITU SEPERTI MENYEDUH KOPI
Oleh : ust.Cahyadi
Menikah itu seperti menyeduh kopi. Engkau harus memilih kopi murni, bukan kopi campuran. Bahkan engkau harus mengerti nikmatnya kopi justru ketika tidak dicampur gula dan yang lainnya.
Memilih calon suami atau istri, carilah yang ori. Yang murni. Yang hati dan cintanya diberikan untukmu, dan tidak mengkhianatimu. Bukan memilih petualang yang sudah bergelimang dalam dunia kebebasan pergaulan. Mereka ini sudah tidak murni lagi.
Menikah itu seperti menyeduh kopi. Engkau harus mengerti ilmu dan seni. Engkau harus memiliki ketelitian dan kesabaran tingkat tinggi.
Jika menikah tanpa ilmu dan tanpa seni, akan mudah hambar dan kehilangan gairah.
Jika menikah tanpa ketelitian dan kesabaran tingkat tinggi, akan mudah marah-marah.
Menikah itu seperti menyeduh kopi. Engkau harus mengerti takaran masing-masing. Berapa takaran kopi, berapa takaran air. Perpaduan yang pas akan menghasilkan cita rasa berselera tinggi.
Menikah itu adalah bab menakar secara tepat, seberapa besar percaya, dan seberapa besar cemburu. Seberapa banyak mengikat, dan seberapa banyak memberi kebebasan.
Jika percaya berlebihan, engkau kehilangan penjagaan terhadap pasangan. Jika cemburu berlebihan, engkau mudah depresi.
Jika terlalu kuat mengikat, pasanganmu pasti tidak nyaman. Jika terlalu bebas, engkau kehilangan kendali.
Menikah itu serupa menyeduh kopi. Engkau perlu filter yang tepat, suhu yang tepat, alat yang tepat untuk menghasilkan cita rasa kopi berkualitas.
Menikah itu memerlukan filter untuk menyaring mana benar mana salah, mana baik mana buruk, mana patut mana tidak patut.
Menikah itu memerlukan suhu yang tepat untuk hadirnya cinta yang indah. Jika terlalu panas, suasana rumah tangga akan selalu berada dalam ketegangan. Jika terlalu dingin, suasana keluarga tidak akan ditemukan keindahannya.
Menikah itu serupa menyeduh kopi. Engkau harus pelan-pelan dan berhati-hati saat menuangkan airnya. Pun engkau harus pelan-pelan saat menyeruputnya. Jangan habiskan secangkir kopi dalam sekali reguk.
Nikmati kemesraan bersama pasangan, pelan-pelan. Seteguk demi seteguk. Nikmati tiap seruputan cintanya. Jangan tergesa-gesa.
Lihatlah, dalam tingkat kepahitan dan level keasaman tertentu, secangkir kopi menjadi sangat menantang untuk dinikmati.
Demikianlah kepahitan dan keasaman hidup berumah tangga, selalu indah untuk dirayakan bersama pasangan tercinta.
0 notes
ikhwanfight-blog · 4 years
Text
Mulutmu Harimaumu
Oleh : Dedi Hamid
Orang bijak mengatakan, “Mulutmu, harimaumu”. Artinya, waspada terhadap mulut sendiri. Bila tak hati-hati, salah-salah yang keluar dari mulut justru akan mencelakai si empunya. Bak harimau yang tiba-tiba berbalik menerkam pawangnya. Kita mengenal istilah lisan. Dan istilah ini kemudian berkembanglah arti yang bermacam - macam, Lisan dapat berarti bahasa, surat, risalah, perkataan. Bisa pula mendatangkan arti mulut, lidah dan kafasihan
.
Tetapi ia juga bisa bermakna berdusta, memfitnah, mengumpat, atau menyengat. Wajarlah jika lbnu Katsir mendefinisikan lisan sebagai “sesuatu yang digunakan manusia untuk mengungkapkan apa yang tersimpan dalam batinnya”. Sejalan dengan Ibnu Katsir, Yahya bin Muadz memberikan ungkapan yang lebih jelas dan menarik tentang lisan . Katanya, “Hati itu laksana periuk, dan lisan adalah alat ciduknya. Maka lihatlah seseorang jika sedang berbicara
.
Pada saat itu lisannya seperti sedang menciduki apa-apa yang terdapat di dalam ha-tinya. Dia bisa manis atau kecut, bisa tawar atau asin. Dan bisa menjelaskan kepadamu tentang keadaan hati orang itu adalah hasil cidukannya (atau ung-kapan Iisannya)”. Dari artinya yang beragam dan perannya yang seperti “ cidukan ” itu, maka tak mengherankan jika Allah memerintahkan kita untuk selalu mensyukuri nikmat-Nya yang berupa lisan.
Bukankah Kami telah memberikan kepada manusia dua.mata, satu lidah dan sepasang bibir ? (QS al-Balad 8-9) Dengan lisan setiap orang dapat mengucapkan syahadat, sesuatu yang paling disukai Allah. Dengan lisan pula kita bershalawat, sesuatu yang juga disukai Allah. Dan jika kita mau dan mampu, dengan lisan pula kita bisa melaksanakan al-amr bil ma‘ruf wan-nahy anil munkar serta berko-munikasi dengan orang lain, sesuatu pekerjaan yang teramat susah bila dilakukan oleh mereka yang mengalami ketunaan
Itu pula sebabnya Nabi Musa, lantaran lidahnya yang cacat, selalu memohon kepada Allah dengan doanya yang amat populer di kalangan masyarakat Islam sampai kini: Lepaskan kekakuan lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (QS Thaha 27-28) Beliau pun lalu memohon kepada Allah:Saudaraku Hat-un lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslalz dia bersamaku sebagaipembantuku untuk membenarkan (perkataanku) (QS al-Qashshash 34)
Di sisi lam Allah dan Rasul-Nya pun memperingatkan kita agar waspada dan sangat berhati-hati terhadap lisan. Dad surat al Hujurat kita memperoleh peringatan yang berharga, bahwa lisanlah yang menjadi sumber, pangkal dan alat dad segala penyakit seperti ghibah (memperbin-cangkan keburukan orang), tanabuz (menjuluki orang dengan gelar yang buruk), tafakhur (saling membanggakan din), syukhriyyah (mengolok-olok), tajassus (mendanl-can kesalahan orang lain), dan syuudhdhan (berburuk sangka).
Lisan jualah yang menjadi pangkal dan sumber fitnah. Ironisnya keluarga Rasulullah saw sendiri mengalami hal itu. Istri beliau, Aisyah Radhi-yallahu ‘Anha difitnah secara keji oleh seseorang bernama Abdullah bin Ubay bin Salul. Dan lisannyalah beredar desas-desus dan benita bohong bahwa Aisyah telah berselingkuh dengan lelaki lain ketika ia tertinggal oleh rombongannya dalam sebuah perjalanan pulang ke Madinah.
Sampai-sampai hal mi membuat Aisyah stres dan jatuh sakit beberapa lama Rasulullah sendiri pun bingung dan ragu-ragu. Iniah peristiwa yang di dalam tanih Islam disebut haditsul ~fld (penistiwa yang menimbulkan kebimbangan). Peristiwa itu pulalah yang menjadi sabab nuzul Allah menurunkan keterangan panjang lebar yang lalu dimuat di dalam aI-Qur’an surat An-Nuur ayat 11-22. Dad ayat 15 saja segera tampak bahwa lisan memiliki sifat destruktif luar biasa pada saat ia menularkan kebohongan demi kebohongan, dan ironisnya kita menganggap hal itu sebagai sesutu yang ringan-ringan saja. Ingatlah sewaktu kamu menenima kabar bohong itu dari mulut ke mulut, lalu kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya sebagai sesuatu yang dngan saja. Padahal ía di sisi Allah adalah besar.
Benar sabda Rasulullah saw, “Orang muslim adalah seseorang yang menyebabkan orang-orang muslim lainnya merasa selamat dari lisan dan tangannya.” Penyair Al-Hasyimi menulis sebuah syair Arab yang termuat dalam kitab JawahirAl-Adab begini: Jarang orang tertimpa bencana karena tergelincir kakinya, Tetapi banyak orang tertimpa bencana karena tergelincir lidahnya, Jika kaki yang tergelincir, sembuhlah dengan segera, Jika lidah yang tergelincir, hilanglah kepala kita, Jika orang bijak mengatakan, “Mulutmu, harimau-mu”, maka Al-Hasyimi mengatakan, “Lidahmu, adalah ularmu. Jagalah dia jangan sampai mematukmu!”
0 notes
ikhwanfight-blog · 6 years
Text
Buah
Sudah lama pohon kehidupan itu engkau tanam
Tentu sepanjang itu pula engkau rawat dan engkau jaga
Hingga pohon itu tumbuh, tegak menjulang tinggi dengan kokohnya
Namun sudahkah engkau memetik buahnya ? Lalu dengan buah itu engkau bagikan kepada saudara-saudaramu ?
Ataukah engkau biarkan buah itu membusuk di tangkainya ? dan membiarkan ia tak bermanfaat, mati dalam kesia-siaaan
Belum terlambat. Masih banyak pohon-pohon yang telah engkau tanam. Selama pohon itu berbuah, bagikan, sebarkan untuk saudaramu, bangsa dan agamamu
0 notes
ikhwanfight-blog · 6 years
Text
Belajarlah
Belajarlah dari adam dan hawa, dari kecemerlangannya, ketergelincirannya, taubatnya dan hari-hari awalnya di bumi yang tak mudah
Belajarlah dari Nuh, Hud, Shalih dan Luth; keteguhannya, pengabdiannya, dakwah siang malamnya, cintanya, tangisnya, kepasrahannya
Belajarlah dari Ibrahim, Ismail, Ishaq, Hajar dan Sarah; ketabahannya, ujian dahsyatnya, kebapakannya, kemanusiaannya, penataan cintanya
Belajarlah dari kuasa dan kekayaan di jalan raya Sulaiman
Belajarlah dari sempit dan sakit di pematang-pematang Ayyub
Belajarlah dari gagal pada Yunus
Belajarlah pada Yusuf, didengki sebab punya banyak kelebihan, digoda sebab memiliki keunggulan, rela dipenjara tuk jaga kesucian
Belajarlah pada Aisyah, mempertahankan iman di sisi kedurjanaan
Belajarlah pada Maryam, menjaga kesucian buahkan kenikmatan sekaligus ujian
Belajarlah dari Ya'qub, tentang keayahan; dari Yusuf tentang memaafkan; dari Musa tentang kepemimpinan yang pelik, memiliki musuh yang jemawa dan anak buah yang degil
1 note · View note
ikhwanfight-blog · 6 years
Text
Sabar Temenan sama yang Soleh/ah
Semua orang mesti pada punya temen, ya walaupun ada juga yang tertutup susah buat bertemen tuh. Tapi kebanyakan dari kita punya lah ya, minimal temen di facebook, followers instagram dll wkwkwk.
Temen yang kita punya juga macem-macem tuh karakternya dan mereka punya ciri khasnya masing-masing kalau kita perhatiin. Mungkin diantara kita punya juga temen yang soleh atau solehahnya ga ketulungan. Kalau ngeliat dia tu bawaannya adeem aja, damai dan tentram gitu.
Nah sama temen yang tipenya kaya gini tuh mesti ada ilmunya juga. Salah satunya ialah ilmu sabar. Lah kenapa mesti sabar ?
Gini, kita kan sadar ya kalau kita tuh bukan orang yang baik-baik banget juga engga buruk-buruk banget akhlaqnya (in sya Allah). Nah, kehadiran temen kita yang soleh itulah yang membantu kita untuk terus bisa baik.
Kadang-kadang atau bahkan seringnya temen kita yang soleh itu mesti ngingetin kita untuk solat, ngaji, atau hal2 yang sekiranya itu bisa naikin level kesolehan kita. Tapi kita masih males-malesan, masih berat buat ngerjainnya. Nah disitulah sabarnya. Sabar supaya
Coba bayangin, temen kita yang soleh itu padahal bukan bapak kita, bukan ibi kita, tapi peduli banget sama kita. Nah disitulah sabarnya punya temen yang soleh, sabar untuk bisa melawan nafsu kita dan mengikuti arahan temen kita yang soleh supaya kita juga naik level solehnya
Coba kalau temen kita yang amburadul (mohon maaf), kalau kita ga solat, engga ngaji, bakal diingetin ga ? Jarang kayanya bahkan engga kali ya. Bahkan kalau ada temen kita yang "aneh2" mah kita bahkan ikut2an "aneh2" juga. Nauuzubillah
So, yuk sabaaaar lah temenan sama yang soleh-soleh dan solehah-solehah. Karna hidup terlalu singkat untuk ngejar selain surga.
0 notes
ikhwanfight-blog · 6 years
Text
Sabar dan Syukur
Tumblr media
Hidup adalah perjalanan yang digariskan memiliki 2 rasa: manis & getir, lapang & sesak, suka & duka, nikmat & musibah
Tak seorangpun bisa lepas dari 2 rasa itu, pun juga mereka yang dicintaNya. Makin besar nikmat, besar pula musibahnya
Iman pun tak menggaransi kita selalu berlimpah & tertawa. Ia hanya jaminkan lembut elusanNya dalam apapun dera nan menimpa
Maka Sabar dan Syukur adalah wahana yang akan membawa hamba, menselancari kehidupan nan berrasa dua itu dengan iman dalam dada
Sudahkah kita adil menempatkan keduanya dalam hidup kita ?
Sabar ketika mendapat musibah dan sabar juga ketika kenikmatan menemani kita, karna bisa jadi kita lalai ketika begitu banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita
Hingga Sabar adalah sebentuk Syukur dalam menyambut kurnia nikmatNya yang berbentuk lara, duka, nestapa, & musibah yang niscaya.
Tak lupa juga Syukur kepada-Nya saat mendapat nikmat pula dan tidak lupa pula bersyukur saat mendapat ujian, karena bisa jadi ujian itu malah akan mendekagkan kita kepada-Nya
Hingga Syukur adalah sebentuk Sabar dalam menyambut kurnia musibahNya yang berbentuk kesenangan, kelapangan, suka-ria nan nikmat
Maka tak ada kata henti untuk sabar & syukur, sebab ia 2 tali yang hubungkan kita denganNya; hingga hidup terasa surga sebelum surga
0 notes
ikhwanfight-blog · 6 years
Text
Pulang Kampung
Bagi anak rantau, momen pulang kampung (pulkam) menjadi momen yang ditunggu-tunggu. Walau tingkat antusias masing-masing orang tidaklah sama bahkan ada juga yang tidak tertarik saat musim pulang kampung, ya karena ada faktor x yang melatar belakanginya. Namun mayoritas orang-orang akan selalu menanti masa-masa dimana mereka akan pulang kampung itu.
Tentu tidaklah salah orang-orang akan bahagia saat pulang kampung, setelah berbulan-bulan bahkan ada yang sampai tahunan di tempat rantauan meninggalkan keluarga di kampung halaman dan saat pulkam lah bertemu kembali dengan keluarga, tentu momen itulah yang membuat anak-anak rantauan bahagia. Ada rasa rindu yang terbayarkan, ada dialog yang terpisah oleh jarak dan waktu, dan semua itu lunas terbayarkan saat kita pulang kampung.
Ya, semua orang merasa bahagia dan kebahagiaan itu juga mereka siapkan sedemikan rupa sebelum mereka pulkam. Buah tangan, baik makanan atau benda ciri khas daerah rantauan atau penampilan yang terbaik dll. Mereka semua persiapkan semuanya dengan baik untuk pulkamp.
Daaan pada akhirnya semua orangpun akan pulang kampung yang sebenarnya. Karena sejatinya semua orang juga akan pulang kampung. Karna kampung kita bukan di dunia, namun di akhirat. Yang jadi pertanyaan adalah akankah kita sebahagia saat kita pulkam dari tanah rantauan ? dan akankah kita mempersiapkan kepulangan kita ke kampung abadi kita seperti kita mempersiapkan pulkam kita ?
Jika belum, yuk persiapkan. Agar bahagia kita melebihi bahagia saat kita pulangkampung di dunia.
0 notes
ikhwanfight-blog · 6 years
Text
Diantara nikmat yang diberikan Allah swt, salah satu nikmat terbesarnya ialah diberikannya kesempatan kembali oleh Allah swt untuk beribadah kepada-Nya
0 notes
ikhwanfight-blog · 6 years
Photo
Tumblr media
Kalau risau Kita adukan ke Sang Pemilik Alam
0 notes
ikhwanfight-blog · 6 years
Text
Bolak-Balik Dosa
*🌾Bulir Ibrah dan Hikmah🌾*
Oleh : Salim A. Fillah
***
Katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS Az Zumar: 53)
"Tidakkah salah seorang di antara kami malu", tanya seseorang di majelis Imam Hasan Al Bashri, "Jika dia berdosa lalu bertaubat. Tapi berdosa lagi lalu bertaubat lagi. Dan melakukan maksiat lagi kemudian beristighfar lagi?"
Sang Imam tersenyum. "Tahukah kalian maksud terbesar syaithan?", ujarnya. "Yakni agar kalian berputus asa dari rahmat Allah dan berhenti memohon ampun setelah mengulangi dosa. Maka jika dosa terjadi lagi, teruslah bertaubat. Maka jika maksiat terulang kembali, teruslah beristighfar."
Adalah Imam An Nawawi dalam Al Minhaj, syarahnya atas Shahih Muslim menyusun bab khusus berjudul, 'Bab Diterimanya Taubat dari Dosa-dosa, Meskipun Dosa dan Taubat itu Terulang-ulang.'
Beliau menjelaskan, "Setiap kali hamba mukallaf berdosa, hendaknya dia bertaubat. Dengan itu dosanya akan gugur. Jika maksiat terulang, maka dia juga harus mengulang taubatnya. Adapun dosa yang terulang-ulang dan baru ditaubati dengan satu taubat di penghujungnya, taubatnya juga sah."
Ini adalah kabar gembira yang harus diikuti khawatir. Siapa yang menjamin istighfar kita sampai? Siapa yang menggaransi taubat kita diterima?
Akhirnya, ungkapan Imam Ibn Rajab itu bergema lagi, "Jika kalian tak mampu bersaing dengan para shalihin dalam 'amal ibadahnya, berlombalah dengan para pendosa dalam istighfarnya."
Sebab kita wajib beristighfar saat merasa berdosa, dan berlipat perlunya istighfar itu saat kita tak merasa berdosa. Maka taubat kita masih perlu ditaubati, bahkan istighfar kita masih perlu diistighfari.
***
#SelusinMuslimSejati
0 notes