Tumgik
ikakuinita Β· 18 days
Text
29 Ramadhan
Sebagai manusia yang usianya sudah memasuki kepala 3, aku mulai merenungi (belakangan ini) bahwa setiap pertambahan tahun usia ku ada 1 bulan dari 12 bulan itu yang memiliki memori indah, Ramadhan.
Aku tidak pernah menyangka, menghabiskan masa kecil hingga akhir usia remajaku dengan banyak momen manis di bulan Ramadhan dan itu privilege. Seperti kebanyakan anak pada zamanku, aku suka sekali pergi shalat subuh dan tarwih di masjid karena di waktu ini bisa bertemu dengan teman sebaya.
"Mahal" nya pertemuan saat itu tidak akan bisa disaingin oleh tahun sekarang karena dulu akses informasi masih sebatas janjian ketemu dimana atau datang langsung ke rumah teman sambil panggil-panggil namanya.
Aku juga suka sekali main rumah-rumahan, jalan kaki pagi-pagi, menunggu THR, daaannn momen malam lebarannya, bikin buras, orang kumpul-kumpul. Ribut. Mahal sih momen ini.
Beranjak remaja Aku hobby sekali nonton siaran travelling, biasanya ke negeri-negeri Arab, atau negeri minoritas muslim lalu menayangkan suasana Ramadhan di sana. Siaran ini ditunggu karena bikin happy. Serasa kepengeeenn sekali keliling dunia. Membayangkannya saja sudah menyenangkan (Oh masa remajaku πŸ˜„).
Sampai akhirnya Aku berada di usia menikah dan merantau, sadar... tidak semua orang bahagia di hari Lebaran karena Aku telah mengalaminya. Dan di saat itu tahu bahwa momen yang dulunya kuanggap biasa ternyata luar biasa.
Aku tak selalu bisa pulang di setiap lebaran. Pun berhari raya di rantauan, seeeebanyak apapun kue yang bisa dibeli tidak akan bisa menyamai mewahnya lebaran di kampung halaman yang makanannya dari dapur sendiri.
Hirup pikuk suara orang masak, bersih-bersih rumah, sahut menyahut antar anggota keluarga karena rieweh urus ini itu. Suasana itu tak ada lagi di rantauan. Lalu, semakin bertambah tahun, tibalah di fase perenungan. Anak-anakku, mereka merasa bahagia tidak yaaa. Aku memiliki memori masa kecil yang indah di setiap ramadhan, tapi belum tentu anak-anakku menyimpan memori manis yang sama.
Aku tak pernah bikin kue kering, biasanya beli. Aku tak pernah bikin buras, tak tahu caranya dan tak ada yang jual buras di sini. Suamiku tak pernah ngecat dinding jelang lebaran, dia sibuk di DKM Masjid. Anak-anakku juga jarang ke Pasar/Mall sekedar cari baju karena kiriman kakek nenek dan keluarga di Pinrang sudah banyak sekali jelang lebaran.
Hari ini, justru di hari terakhir puasa, aku dibuat khawatir, lalu "rutinitas apa" (selain tarwih) yang akan dikenang anak-anakku sebagai momen manis Ramadhan yang akan dinanti-nanti.
Aku mulai memikirkan agar tahun depan bikin kue lebaran sendiri bersama kedua anakku, Aku merencanakan tahun depan bisa bikin buras sendiri, Aku ingin tahun depan kita punya momen "hunting" kenang-kenangan Ramadhan. Anak-anakku butuh "rutinitas" yang bisa melekat di long term memory nya sebagai bulan yang ditunggu. Sesuatu yang menyenangkan versi anak-anak.
Karena itu, dengan penuh harapan, semoga bisa bertemu lagi dengan Ramadhan berikutnya.
.
.
.
Selamat malam takbiran dan selamat menanti hari kemenangan πŸ˜‡
1 note Β· View note
ikakuinita Β· 3 months
Text
Yang Mana Dulu ?
Pertanyaan yang sering mampir padaku...
"kak baiknya lanjut sekolah atau kerja dulu?"
"kak baiknya berkeluarga dulu atau nikmati travelling sendiri dulu"
"kak baiknya ada jarak berapa tahun antar anak atau deketan aja jaraknya biar capeknya sekalian?"
= dengan amat sangat realistis aku menyarankan buatlah rencana jangka pendek sampai jangka panjang sesuai harapanmu. Kejar, usahakan semaksimal mungkin apa-apa yang ingin dituju. Jika dalam perjalanan tidak juga kunjung mendapat apa yang diinginkan maka lihatlah kesempatan apa yang ada di depan mata, ambil itu saja dulu.
Kenapa?
= karena sudah diusahakan tapi tidak berjalan sesuai keinginan artinya Allah memiliki rencana lain.
Jika terwujud sesuai rencana ?
Maka bersyukurlah sebab tak semua orang bisa seperti itu 😊
.
.
.
##
2 notes Β· View notes
ikakuinita Β· 9 months
Text
Keistimewaan Alam
Satu-satunya hal yang dimiliki negara lain tapi tidak ada di Indonesia adalah mereka punya empat musim. Soal pemandangan entah gunungnya, lautnya, danau, telaga, lembah, hutan, kawah, sabana, dan lain-lain, apanya coba yang kurang?
Pada banyak negara, pemandangan itu biasa saja tapi menjadi istimewa karena dihiasi salju atau disaksikan saat daunnya berguguran kuning orange kemerahan. Atau di musim saat bunga-bunganya bermekaran. Cantik memang.
Bayangkan kalau Indonesia ini juga mengalami 4 musim dari Sumatera sampai Papua. Wuiidiiihhhh. Itu sih namanya surga jatuh ke bumi.
.
.
.
2 notes Β· View notes
ikakuinita Β· 9 months
Text
Beberapa hari lalu diperlihatkan sama suami teknologi terkini yang akan memudahkan hidup manusia sekaligus memanjakan imajinasi yaitu Metaverse. Secara pribadi, saya tidak menampik perkembangan teknologi karena itu penting tapi saya merasa risau kalau teknologi itu berkembang terlalu melampaui kebutuhan manusia.
Lalu saya berpikir bagaimana kalau dunia virtual ini benar-benar sampai digenggaman. Di satu sisi bisa mempersingkat urusan ini itu, memperluas jaringan dll. Tapi entah bagaimana saya merasa semakin teknologi berkembang, kemampuan survive untuk hidup secara alamiah 2x lipat harus ditingkatkan.
Perkembangan teknologi itu pasti tapi keadaan bahwa manusia butuh bergerak, berjalan kaki, melihat pemandangan secara nyata, menikmati olahan makanan yang alami, berinteraksi secara langsung, itu kebutuhan yang 1000x lipat lebih pasti.
.
.
.
2 notes Β· View notes
ikakuinita Β· 9 months
Text
"Menemukan keberadaan yang terbatas adalah satu hal yang di miliki oleh manusia tapi tidak dimiliki oleh Tuhan"
~ Kutipan dari sebuah podcast.
1 note Β· View note
ikakuinita Β· 11 months
Text
Kenapa ada orang tidak suka membaca?
Mungkin karena belum menemukan buku yang pas untuk menggugah rasa penasarannya menyusuri kata demi kata.
Kenapa ada orang tidak suka perjalanan?
Bisa jadi karena belum menemukan partner jalan yang seru untuk mengobrol lama sambil menikmati suguhan alam.
4 notes Β· View notes
ikakuinita Β· 11 months
Text
Kemarin sore duduk-duduk di Puncak Pass sambil memandangi tiga gunung berjejeran, udaranya sejuk, sejuk sekali. Rasanya seperti "meet up" sama diri sendiri. Pemandangan yang begini ini nih bikin jiwa rasanya tenang sampai lupa jalan pulang masih jauh.
Tumblr media
.
.
.
1 note Β· View note
ikakuinita Β· 11 months
Text
Baru-baru ini liat podcast dan saya suka dengan prinsip narasumbernya waktu dia bilang "gue sebagai pemenang dalam kehidupan gue sendiri".
It was a very deep sentence.
.
.
.
3 notes Β· View notes
ikakuinita Β· 11 months
Text
Tips menentukan partner dalam hal apapun : Just look to the camera who shoot you seriously.
2 notes Β· View notes
ikakuinita Β· 11 months
Text
China
Kali ini gak bakalan bahas tentang tempat seru yang ada di China, how to get there, ragam wisata dll. I'm going to tell about why I have been there. Nah, salah satu impian yang benar-benar ingin kuwujudkan waktu kuliah adalah ikut Exchange. Waktu itu pilihannya gak sebanyak saat ini, informasi juga tak seluas sekarang. Masih jernih dalam ingatan liat booth tulisannya AIESEC terus ada banyak bendera negara menghiasi meja nya.
Waktu itu yah langsung membatin "Ya Allah this is what I'm looking for". Pas melipir ke sana, langsung daftar, tanya-tanya proses seleksinya, isi form, kumpul berkas. Belum ada istilah daftar online, submit berkas, pokoknya masih pure formulir dalam map. Isi biodata sama essay-nya ditulis manual. Sebenarnya, saya agak syok waktu dijelaskan kalau ini full biaya sendiri. Keluar negeri mau dapat duit dari mana kan yaaa. Cuma... ada rasa dalam hati kalau ini bisa kok. Ambil aja dulu formulirnya.
Sampai kos, saya ingat betul harus menyiapkan waktu khusus untuk isi form nya. Dari sekian banyak negara kupilih 3 prioritas. China, India, dan Prancis. Pas formulir ini kukembalikan, sebenarnya masih ditahap mikir uangnya dari mana, tapi yaudahlah, pokoknya proses ini kulalui sampai benar-benar mentok, entah akan bagaimana akhirnya.
Long to short, masuklah email kalau berkasku lulus, tinggal tahap wawancara. Nah, waktu itu PPAN juga buka pendaftaran, bedanya ini dibiayai. Kumasukkan juga berkasku dan benar-benar kulewati proses seleksinya yang panjang. Sampai tiba di suatu titik, saya merasa yang ini tidak sreg di hati. Bukan tidak bagus, malah program ini luar biasa bagusnya. Cuma prosesnya tidak membuatku nyaman, entah apa. Sementara AIESEC tinggal wawancara dan saya malah lebih enjoy, lebih senang melalui prosesnya meski biayanya masih abstrak.
Akhirnya seleksi paling akhir di PPAN ini kutinggalkan. Seingatku (soalnya udah lama, takutnya salah) saya tes wawancara 1x terus masih ada wawancara berikutnya. Tapi saya berhenti disitu, cuma melewati 1 tes wawancara saja. Durasi waktu Exchangenya pun lama, beberapa bulan, bagus sekali sebenarnya tapi saya harus mengorbankan masing-masing satu semester di dua jurusan yang sedang kujalani dan ini akan membuat proses kuliahku semakin berantakan. Agak susah dijelaskan, intinya kuliah di dua kampus dengan jurusan berbeda itu mengatur jadwalnya setengah mati. Benar-benar susah.
Akhirnya saya pulang dan mempersiapkan tes wawancara untuk AIESEC. I prepared for it seriously. Seleksinya di lantai 2 salah satu kafe besar di Perintis, dari tempatnyapun dibuat sangat nyaman. Programnya kurang lebih 2 - 2,5 bulan tergantung nanti lulusnya di mana. Bahkan ada yang 3 minggu saja tapi ini tidak kuprioritaskan karena terlalu singkat untuk ukuran Exchange, pengalaman yang didapat cuma sedikit.
Wawancaranya 2 jam full english. Kujawab dengan apa adanya tanpa perasaan nerfesh, tertekan atau apapun itu. Saya harus memilih 1 dari 3 pilihan negara yang kutulis di form. Akhirnya kupilih China. Karena posisinya di tengah-tengah. Kalau Prancis terlalu mahal, dulu sempat cek harga tiketnya, haduh sudahlah. Sementara India cenderung lebih murah tapi kemungkinan batalnya suatu proyek itu ada. Jadi, salah satu tujuan organisasi ini adalah kemampuan leadership. Makanya ada pertanyaan khusus saat wawancara, seandainya sudah sampai di negara tujuan ada masalah yang membuat program itu batal, apa yang akan kita lakukan. Jadi, kita ditantang bagaimana memimpin diri sendiri kalau terjadi hal-hal di luar dugaan. Meskipun program batal itu jarang terjadi, tapi bagaimanapun pernah terjadi.
Sebelum terlalu jauh, let me explain how this program works. AIESEC saat itu adalah organisasi kepemudaan terbesar di dunia, salah satu programnya Exchange. Kalau kita lulus seleksi wawancara. Berarti statusnya EP (Exchange Participant) lalu masuk di sebuah situs yang didalamnya ada lebih dari 1.000 program di seluruh dunia. Harus pilih salah satu sesuai negara yang dituju, nanti pihak AIESEC dari universitas tersebut akan wawancara kita secara langsung via skype.
Dipertengahan tahun 2014 masuklah email yang isinya saya lulus wawancara. Dikasi manager untuk membantu proses pendaftaran ke luar negeri. Tapi waktu itu saya masih ada tanggungjawab sebagai pengurus inti di organisasi plus orang tuaku tidak ada dana. Harusnya berangkat Juli-Agustus tapi akhirnya mengajukan pengunduran jadwal. Kirim pesan ke ketuanya, bertanya saya boleh tidak mundur ke program winter, saat urusan organisasi selesai di bulan desember dan orang tuaku ada waktu menyiapkan dana. Daaaaan disetujui.
Managerku namanya Juju, lewat tulisan ini juga mau bilang "Thank you banget ya juuu. I'm nothing without you". Pertemuan AIESEC ini banyak sekali tapi saya gak pernah hadir 1x pun karena ngatur jadwal kuliah luar biasa bingung juga. Tapi Juju hadir mewakili EP nya, dan hasil pertemuan itu disampaikan terus ke saya. Dia saaaabar sekali mendampingi saya karena prosesnya memang panjang. Setiap pertemuan EP dan managernya masing-masing hadir bersamaan, sementara Juju cuma datang sendiri. Jadi, benar-benar berutang budi sama dia. Setiap stepnya diarahkan, dibantu, dibuatkan mini poster waaahhhhh Juju tuh saya sampai bingung mau berterima kasih dengan cara bagaimana.
Akhirnya pilihanku jatuh di program winter di Shanghai, terus wawancara via skype, kirim short video tapi tidak lulus. Masukkan lagi pendaftaran di AIESEC Renmin University of Beijing. Informasi wawancaranya ngepas banget sama Pleno salah satu organisasi fakultas. Untungnya Pleno itu di rumah pengurus, kupinjamlah kamarnya sebentar untuk wawancara plus pinjam modem entah ke siapa waktu itu. (Masih jamannya pake modem πŸ˜†πŸ˜…).
Daaaaannn lulus. Start dari situ sampai Visa dan Passport selesai plus barang bawaan dipantau terus sama Juju. Orang tua juga punya waktu setengah tahun untuk mengumpulkan biaya tiket PP Jakarta-Beijing transit Hongkong harganya 10 juta. Ini gak mudah sih menurutku karena saat itu orang tua membiayai 2 kuliahku plus kuliah adekku di kampus swasta terbaik di Jogja yang SPP nya huuuaahhh. Menjelang berangkat di bulan Januari kusampaikan kalau urusan tempat tinggal, makan, transportasi ditanggung sama penyelenggara. Mama sama Bapak tidak usah khawatir kataku, padahal tidak sama sekali. Karena yaaaa kasihan juga sama orang tua.
Akhirnya dibekali uang sekitar 5-6 juta saat itu yang mana ini jaaaauhhhh dari biaya yang tertera di email, 1/2 nya juga gak sampai. Jadi itenarary nya sudah lengkap termasuk perkiraan biaya untuk -+2 bulan. Sampai Jakarta pun masih mikir ini gimana nih tapi jauh dalam lubuk hati yakin kalau ini akan ada jalan keluarnya. Setibanya di Beijing ketemulah kita sama semua EP dari berbagai negara. Programnya dari Januari sampai Maret. Kita tinggal di hostel sambil bolak balik Renmin University pakai transportasi publik.
Nah lama-lama kok program yang kita jalani beda sih sama waktu wawancara. Jadi, ini kan temanya pendidikan, tapi kita di bawa ke TK seru-seruan main game sama anak-anak terus dikasi pelatihan handcraft sama ahli nya lah di Beijing, dan tiap hari ada kelas supaya kita saling mengenal sisanya jalan-jalan. Setelah 10 hari ketuanya dapat telpon, kelas berhenti sebentar terus pas telponnya ditutup girangnya luar biasa.
Ternyata tanpa sepengetahuan kami yang datang dari berbagai negara, program yang harusnya kita jalani batal. Entah gimana ada aturan pemerintah yang akhirnya berdampak sama program itu yang kalau tidak salah ingat siswa-siswa diliburkan. Jadi, selama 10 hari kami di sana dikasi program ke TK, handcraft, kelas itu tu sebagai pengalihan karena pengurusnya sedang putar otak gimana nih solusinya karena programnya batal. Nah, risiko yang paling dihindari saat wawancara dulu terjadi di program yang kupilih.
Akhirnya di waktu yang mepet itu mereka mengajukan proposal ke Jiayin, Cina utara yang berbatasan sama Rusia. Hari itu Ketua AIESEC dikabari lewat telpon kalau proposalnya diterima. Jadi kita hanya punya beberapa hari sebelum berangkat, program itu dibongkar ulang dan kita para EP ikutlah merancangnya. Daaaannn surprisingly pemerintah di sana akan membiayai seluruh kegiatan. Seeemuanya. Dari Beijing kita berangkat naik kereta +- 30 jam. Start dari sana di sediakan bus, dikawal sama polisi, disediakan hotel terbaik, dari sarapan sampai makan malam semuanya ditanggung, disediakan tempat wisata, disambut dengan press conference, diliput sama tv, dan setiap keluar hotel pasti dikawal.
Kita bikin program di anak SMP-SMA, programnya dibikin seru seee seru-serunya. Ada kelas motivasi, kelas fashion, kelas survival life, kelas budaya, free class, waaahh banyak banget pokoknya. Satu tim ada 2 orang (Saya sama Jennifer jadi wali kelas di ruangan pertama kelas SMA, tugasnya membuka dan menutup acara di kelas tiap pagi dan sore terus yang bertanggungjawab sama anak wali ya kita berdua tapi tidak stay disitu) melainkan setiap hari kita keliling mengisi satu kelas ke kelas berikutnya dengan tema yang berbeda. Pokoknya ini kerenlah. Oia Jennifer ini buddy ku, dia orang China. Jadi setiap EP akan diberikan 1 buddy selama program.
Endingnya ada pameran dari setiap negara. Menariklah ini, karena para EP datang dari berbagai negara membawa banyak sekali informasi dari negara masing-masing ke pedalaman negeri China yang dikemas dalam program kelas yang menarik. Gak ada bosannya sama sekali. Program itu ditutup dengan acara besar yang dihadiri sama orang tua siswa-siswa. Bahkan malam setelah acara penutupan itu siswa-siswa tu masih berdatangan ke hotel bawa banyak sekali hadiah dan kenang-kenangan.
Masih jelas banget dalam ingatan, malam itu badai salju sekitar -36Β°C, pokoknya kita gak boleh keluar. Tapi Jennifer kerjasama sama siswaku gimana caranya saya bisa keluar dari hotel karena besok pagi kita sudah meninggalkan tempat itu. Saya keluar dari kamar, pura-pura jalan santai terus Jennifer mengalihkan perhatian orang-orang supaya saya bisa belok ke arah pintu. Ternyata siswaku menunggu disana, disediakan jaket tebal terus kita lari lewat lorong yang gelaaappp sekali.
Ada drama singgah ke rumah kenalan/keluarganya buat ambil sepatu tebal karena saya keluar pakai sendal. Itu perdana saya keluar malam karena memang badai salju itu bikin tempatnya sepi serasa kota mati. Sampailah di sebuah kedai makan dan ternyata siswa-siswa kelasku semuanya menunggu di situ, dibikinkan surprise, ditraktir makan, di ajak main game.
Waaahhh ini nih benar-benar unforgettable moment. Sampai ini kutulispun rasanya berkaca-kaca pernah punya kenangan yang indah seperti ini. Besoknya pas kita keluar hotel, siswa-siswa semuanya sudah menunggu di luar, masih sempat salaman sebelum naik bus daaannn yaahh that's why I hate goodbye. Nangislah saya waktu itu. 8 tahun berlalu mungkin mereka semua sudah kerja, atau bahkan sudah ada yang berkeluarga. Entahlah. But I really miss them.
Waktu itu China masih negara yang sosial medianya sangat privat, bbm, line, google, facebook di sana di larang jadi tidak bisa diakses. Komunikasinya cuma pakai wechat. Itupun sudah lama sekali. Akses ke murid-muridku juga sudah tidak ada. Malam itu benar-benar kebersamaan terakhir. I really hope one day I meet them. Pun jika tidak ada lagi rejeki bertemu mereka, I really thankfull karena kebersamaan dengan mereka itu berharga sekali.
Saya datang ke Beijing dengan perasaan deg-degan karena hanya pegang uang 6 juta yang cuma bisa dipakai untuk biaya hostel sebenarnya. Tapi Allah kasi perasaan tenang di waktu bersamaan karena ternyata sudah disiapkan rencana yang jaaauhhh lebih baik. This is one of my best experience, I'm feeling happy to write and remember it again in detail. Really happy for that. Di sebuah wilayah pedalaman, saaaangat terpencil tapi juga sangat berkesan -Jiayin, Heilongjiang, Cina Utara- πŸ’›.
.
.
.
1 note Β· View note
ikakuinita Β· 11 months
Text
30 Tahun : Sebuah Refleksi
Kadang saya bingung tentang usia. Mama bilang saya lahir tahun 1992 tapi di akte kelahiran dan semua dokumen tertulis 1993. Jadi, apapun itu intinya hari ini sudah kepala tiga. Alhamdulillah. Usia yang cukup matang dalam segala hal. Dulu, saya pernah baca usia 30 tahun adalah usia yang rasa-rasanya seperti dikejar-kejar.
Kalau belum menikah, dikejar angan tentang jodoh. Belum punya anak, berusaha biar cepat dapat momongan. Belum berkarir, dikejar kebingungan karena stag. Belum punya rumah, kendaraan, tabungan, dikejar target untuk investasi daaaann seterusnya. Kuakui itu benar. Tapi diakhir usia 30-an nanti ternyataaaa "tidak ada yang mengejar". Karena itulah mumpung baru menginjak kepala tiga, hari ini berusaha untuk refleksi 30 tahun kehidupan.
Kalau mundur kebelakang, saya saaaangat sangat mensyukuri satu hal. Bahwa kompleksnya hidup dilatih pelan-pelan. Seandainya apa yang kuhadapi hari ini diberikan 10 tahun lalu, gak sanggup. Karena usianya belum sematang saat ini. Atau, apa yang kuhadapi 10 tahun lalu baru diberikan saat ini jadinya malah tidak berkembang.
Memasuki gerbang angka 3 ini prioritas kehidupan memang berubah karena bertambahnya variabel baru yang dulunya tidak ada di usia 20-an. Hal itu diawali dengan selesainya jenjang sarjana. Menurutku ini adalah pintu keluar yang membuka baaaaaanyak sekali jalan. Entah akan memprioritaskan diri dulu, keluarga dulu, pendidikan atau karir dulu. Semua orang mempunyai pilihan dan takdirnya.
Maka hari ini, saya berusaha berkontemplasi bahwa Allah itu baik sekali. Allah tidak memberikan segala yang kita butuh dan inginkan diwaktu bersamaan. Misalnya, usia 30 sudah menikah, punya anak cewe dan cowo, kerjaan aman, kesehatan bagus, pendidikan lanjut terus dll. Kalau itu terjadi, maka tidak ada ruang untuk belajar tentang "syukur" dan "sabar".
30 tahun. Hari ini kulewati dengan membaca sebuah buku di pagi hari, menelpon teman di siang hari, dan merencanakan makan malam. Saat ini diperjalanan dari rumah ke sebuah restoran, bukan untuk merayakan hanya kebetulan dapat malam minggu jadi waktunya kosong. Beberapa kali singgah karena gerimis, jadwal makan ini sepertinya akan mundur dari yang kurencanakan karena hal-hal yang ada di luar kendali seperti cuaca bahkan sempat mampir agak lama karena hujannya deras. Sampai sekarangpun masih berteduh.
Entah akan sampai di restoran yang kutuju atau tidak sebab ini sudah pukul 20.22. Satu jam lagi restorannya tutup. Kalau tidak sempat malam ini mungkin besok atau lusa dan sepertinya saya harus siap-siap cari menu makanan lain 😊. Kadang hidup juga begitu, seperti perjalanan ke restoran malam ini. Penuh tantangan di luar dugaan. Tapi dengan begitulah diri bertumbuh.
Welcome the beginning of thirty. Thank you self for everything, you are amazing πŸ’›.
.
.
.
5 notes Β· View notes
ikakuinita Β· 11 months
Text
Persepsi
Beberapa minggu belakangan, saya dan suami sering sekali ke Gramedia. Biasanya cuma bawa pulang satu buku. Setelah habis kubaca baru ke sana lagi. Pada akhirnya dalam seminggu mungkin ada 2-3 kali kunjungan. Saya sendiri cuma mondar mandir di rak buku-buku sejarah karena memang tujuh tahun terakhir tidak begitu tertarik sama fiksi.
Alasannya sederhana, kisah fiksi itu setahun kemudian saya bisa lupa gimana kisahnya dan sejak selesai S1 secara alamiah hadir sendiri dalam diri akan kebutuhan bacaan yang fakta. Nah biasanya saya beli buku online tapi kali ini beda, ingin merasakan lagi suasana Gramedia, aroma buku baru yang menumpuk.
Waktu masih belanja online, tampilan bukunya kan sedikit beda kalau ke toko buku. Di sana buku-buku fiksinya juga masih banyak. Pada suatu moment, kutemukan suamiku berdiri lama di rak buku yang menempel langsung sama dinding.
"Terlalu banyak kah orang yang depresi di dunia ini?" Ujarnya dengan intonasi polos. Karena kebanyakan buku yang saat ini mengisi rak adalah seumpana judulnya (seumpama aja ini) -bacalah buku ini saat engkau gelisah- berdamai dengan a b c d- dll. To be honest setelah kuperhatikan lekat-lekat buku sejenis ini memang saaaangat mendominasi. Satu rak panjang dari ujung ke ujung temanya sama belum di rak lain yang tema nya sama juga.
Sebagai orang yang backround nya psikologi kujawablah pertanyaan itu sesuai dengan yang kupahami bahwa stres-depresi itu nyata loh. Amat sangat nyata disegala usia dan sangat subjektif. Satu masalah bagi si A itu biasa aja tapi bagi si B itu bisa bikin dia stres, malah bagi si C itu bisa sampai depresi. Dan gak perlu jauh-jauh kita berdua masing-masing pasti pernah diuji sama hal-hal yang berisiko bikin kita sangat stres. Bukan pernah lagi, tapi sering, dan semua manusia mengalaminya.
Tapi suamiku bilang begini, iya sih benar tapi kenapa orang-orang kok rasanya pengen menunjukkan bahwa masalah dia lah yang terberat. Analisaku sendiri sesederhana bahwa sekarang media nya ada, untuk menumpahkan segala hal tanpa dihalangi apapun dan orang memang butuh didengar. Atas fakta itulah maka buku-buku itu hadir dan mendominasi.
Disatu sisi, the surprising sentence dari suamiku ini benar, kalau pakai kacamata dia yang backroundnya fisika. Lelaki itu fitrahnya memang sangat berlogika plus suamiku sehari-harinya berurusan sama hitung-hitungan yang secara tidak langsung akan menjadi salah satu variabel dalam membentuk persepsi. Jadi dia benar dalam pengamatan dia yang kalau lihat buku dengan judul seperti itu, dia nya geli sendiri 😁. Dan ekspresi kegeliannya itu bikin saya ketawa-ketawa juga. But it doesn't mean bahwa dia tidak mengalami hal-hal yang bikin dia stres. Of course it happen.
Lain hal misalnya yang kutemani ke Gramedia adekku yang cewe atau spupuku yang bentar lagi masuk SMA. Mungkin di usia mereka saat ini, akan berbinar-binar ketemu buku-buku itu sambil bilang "I need those books". Karena memang stressor jaman sekarang makin beragam. Luka masa lalu belum sembuh tapi hidup harus maju terus.
Apa yang disajikan "pasar" biasanya apa yang lagi dibutuh mayoritas orang. And you can see... Come to the bookstore and look at the books. Seakan-akan buku itu bilang "sekarang realitanya memang begini". But for long... Saya sendiri menyimpulkannya bahwa makin kesini tuh mental health makin disadari apalagi waktu pandemi, setiap orang menghadapi dirinya sendiri di dalam rumah.
Jadi, hal-hal yang dulunya abstrak, dianggap sesuatu yang bisa lewat aja nah sekarang makin disadari. Sehingga muncullah ke permukaan. Cemas, stres, kebutuhan akan self love, inner child, dst. Dan itu baik, sadar bahwa itu tuh terjadi sama diri sendiri, karena dengan begitu tahap "denial" bisa lebih mudah dilewati. Dan buku adalah salah satu sarana untuk sekedar tau "kenapa bisa begitu". Sarana lain tentu saja masih banyak.
.
.
.
2 notes Β· View notes
ikakuinita Β· 1 year
Text
Ramadhan
Mendadak tengah malam liat postingan yang tulisannya "Rabbanataqobbalminna" auto bikin ingat sama masa-masa kecil pas libur ramadhan. Aduh kok tiba-tiba ada getaran di hati yang rasanya pengen balik ke waktu itu. Teringat sama suasananya, keinginan masa kecil, dan rasa senangnya.
Itu waktu yang berharga sih menurutku. Gak ada beban kaya di usia dewasa sekarang. Sedang semangat-semangatnya menjalani hidup. Lagi asik main sama teman satu lorong, punya cita-cita yang banyak, kepingin jadi orang yang tinggal di jakarta πŸ˜…πŸ€£, mau ke luar negeri.
Dari sekian banyak agenda tahunan, cieelah... Maksudnya kan ada momen makan-makan pas perpindahan caturwulan dll.... Nah ramadhan itu beda sendiri. Suasana orang jual takjil, sahur, nonton tv sambil tunggu imsak, kerumah teman karena malamnya udah janjian buat shalat subuh bareng di masjid, ke pasar naik becak beli baju baru. Itu semua feeling nya khas.
Dan entah kenapa mau merasakan feeling itu lagi πŸ˜… which is susah sih karena itu sudah jadi kenangan. A childhood memory. Tulisan ini gak ada maksud apa-apa sih. Cuma tiba-tiba di buat kangen aja sama masa kecil di bulan ramaduan. Masa yang belum kenal sama gadget, suka main, senang dapat THR dan belum punya beban hidup hehehe...
#
#
#
1 note Β· View note
ikakuinita Β· 1 year
Text
Bontang
Hampir kelupaan tempat ini padahal saya pulang ke Sulawesi dengan jalur Bontang - Pare Pare πŸ˜…. Lagi-lagi bukan tujuan destinasi tapi kok mikir yaahh udah sampai Sangatta masa sih gak terus ke Bontang. Tidak ada wisata khusus yang ingin kudatangi cuma mau ketemu keluarga dan teman. Sekitar 70 km, bisa ditempuh dalam waktu 2 jam pakai bus. Kuyyy lah berangkat juga akhirnya.
Kenapa sampai segitunya mau ketemu teman, sederhana kok, kita gak tau kapan lagi bisa bertatap muka. Sama-sama baru selesai kuliah, saya masih di Makassar tapi dia sudah kembali ke kampung halamannya di Bontang. Mungkin akan menghitung tahun untuk ketemu lagi sementara dulu kita satu organisasi. Rapat, makan, tidur, bikin event, begadang yaaa sama-sama. Kenangan kan itu dan tidak bisa ulang. Jadi kalau masih bisa diusahakan ketemu yaa ketemu.
Saya dijemput sama Kak Cim di pom bensin, sore jam pulang kerja. Ohhhhh my God namanya perempuan baru ketemu lagi yaahh panjang ceritanya πŸ˜„. Meskipun di atas motor, ngobrol gak ada habisnya. Terus kok eh kita masuk wilayah mana ini. Kaya bukan di Bontang. Aneh deh, aspal nya beda, tempatnya bersih, bangunannya lain, banyak security, kaya kota sendiri. Rupanya ini kawasan PT. Badak NGL perusahaan penghasil gas.
Jadi, kak Cim tu tinggal di sini. Waawwww. Pertama kalinya saya masuk kawasan perusahaan yang besar kaya ini. Tempatnya jauh lebih bagus dari kota Bontang itu sendiri. Pas masuk gerbang, harus pake KTP, di kendaraan harus ada stiker khusus, dan laju kendaraan ditentukan, melebihi itu kalau gak salah ingat ban motor langsung kempes. Namanya kawasan perusahaan yaaa wilayah elit lah ya. Punya sekolah sendiri dari TK sampai SMA, di dalam nya banyak danau buatan, kolam renang luas, wilayah olah raga yang fasilitasnya hhmmmm. Intinya sampai ada bandara sendiri. Silahkan membayangkan πŸ˜….
Karena Bapanya Kak Cim kerja di sini jadi tinggalnya juga di sini. Ada kawasan perumahan khusus pegawainya dan bisa menikmati semua yang ada di dalam. Okee... Selama 3 hari di Bontang saya selalu menghabiskan pagi di danau buatan. Pantas loh di sini gak ada sebiji sampah sepanjang mata memandang. Tiap jam ada petugas bersih-bersih. Pas kak Cim pulang kerja barulah kita menikmati fasilitas PT. Badak.
Saya di ajak mutar-mutar sampai Bandara dan rumah petinggi perusahaan. Ini baru rumah dalam kawasan yaaa, gimana yang di luar. Mungkin ini kali ya yang namanya orang-orang old money, perusahaan gas cuyyy. Cuan nya gak main-main πŸ˜…. Fasilitas apa aja bisa dibikin.
Hampir tiap malam kita mampir ke bukit bintang. Ini adalah kawasan terbuka. Luuaaassss, tapi gak ada apa-apa. Jadi memang tempat menikmati keindahan langit. Nah, agak jauh ke sana kelihatan Kilang Badak. Yang bentuknya kaya tabung tapi gede nya minta ampun. Waktu itu tuh sambil ngebayangin kalau saya anak direkturnya kehidupanku gimana yaaa πŸ˜….
Daripada nge halu yaaa kuyy lanjut perjalanan. Suatu pagi pas kak Cim lagi libur, saya di ajak ke taman anggrek nya perusahaan. Baru tau kalau ada taman anggrek juga lengkap sama pengelolanya. Namanya anggrek kan kita juga bisa lihat di mana aja. Depan rumah sendiri juga ada. Tapi yang unik, disini ada Anggrek Hitam Papua. Sepintas terlihat biasa sih, warna hitam terus kaya ada bintik-bintik putihnya. Taaapi, ini anggrek langka ternyata. Rasio keberhasilan pengembangbiakannya kecil, 20-30% saja. Iya juga yaaa jarang loh ada anggrek hitam itu.
Terakhir, kita sempat ke kafe Singapore. Lokasinya di luar kawasan. Jadi yaaa area pemukiman warga Bontang (gak tau sekarang kafe itu masih ada atau sudah tutup pas pandemi). Sama sempat ke rumah makan lesehan di wilayah perairan, ibarat rumah terapung. Habis itu, mutar-mutar di kawasan PT. Pupuk Kaltim. Serupa dengan PT. Badak punya kehidupan sendiri juga di dalam.
Nah selesailah jalan-jalanku di sini. Entah kapan yaa bakalan ketemu lagi. That's why I hate goodbye. Well sebelum kembali ke Sulawesi, menyempatkan ketemu keluarga juga dari pihak Bapak. Karena pada kerja akhirnya baru bisa ketemu pas di pelabuhan. Dibawakan oleh-oleh segambreng. Bahkan ada tanteku yang bikin kue tart jadi harus dijaga biar gak peyok sampai Pinrang πŸ˜…. Begitulah keluarga kalau ada datang dan pergi, apapun yang bisa jadi oleh-oleh bawa aja. Setangkapku para tante dan om ini ibarat saling menyayangi sesama saudaranya dengan cara begini, saling memberi hadiah.
Kapal Queen Soya lepas jangkar. Waktunya kembali ke rumah setelah petualangan yang panjang 😊☺. Semoga banyak waktu dan rejeki bisa saling mengunjungi lagi.
.
.
.
0 notes
ikakuinita Β· 1 year
Text
Berau
Ini jalur travellingku di Kalimantan, Pare Pare - Tarakan - Sebatik - Nunukan - Tarakan - Sangatta - Sangkulirang - Sandaran - Berau - Sandaran - Bontang - Pare Pare. Wilayah itu tersebar di dua Provinsi yaitu Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur. Sebenarnya ini adalah jalur yang mutar-mutar karena Berau lebih dekat dari Tarakan daripada harus muteeerr dulu lewat Sangatta. Tapi sesungguhnya ini adalah perjalanan di luar rencana karena selepas dari sebatik harusnya saya pulang tapi karena suatu hal sehingga ubah haluan ke Sangatta yang at end of the day mengantarkan diriku sampai ke Berau. Sebagaimana jalurnya yang mutar-mutar ceritanya juga tidak berurutan, ada beberapa tempat yang kudatangi 2x sebagai my living point karena ada keluarga jadi barang-barangku ku drop disitu.
Okeee... Berau. Saya berangkat dari Sandaran minta tanteku dicarikan tetangga yang jasanya bisa dipakai sampai ke sana. Ketemulah sama satu orang yang istri dan anak-anaknya kebetulan sekali ingin kesana tapi tak punya kendaraan, terus dicari lagi satu orang keluarga. Disepakatilah kita berangkat rame-rame saya tak perlu bayar jasanya tapi pakai 2 motor milik tanteku selama 3 hari 2 malam. Mereka juga akhirnya bisa liburan keluarga.
Melewati perkebunan sawit yang luasnya Masya Allah tapi jalannya wuihh tanah berdebu. Kupikir kenapa yaaa tanteku tu mau kalau Om Mat sekeluarga yang mengantar karena pertama mereka berasal dari sana, kedua jalurnya susah. Apalagi di kebun sawit, tidak ada rambu lalu lintas, di pohon mana kita harus belok kanan atau kiri, artinya harus orang-orang yang terbiasa lewat sana. Pun kami sempat 2x salah arah.
Setelah area perkebunan dilewati kita singgah makan es kue di rumah pertama. Es kue ini mmmm bingung jelasinnya tapi ini makanan kesukaanku jaman SD yang gak pernah lagi kutemui. Jadi makannya kaya orang kalap πŸ˜… yaaa gimana menemukannya susah, sampai sejauh ini eeuuyy. Habis lewat jalanan tanah masuklah di jalanan berbatu lama pula dari siang sampai sore πŸ™„πŸ₯΄ dan pas ketemu aspal wuuuiihhh sampai teriak kegirangan πŸ˜„πŸ˜†. Kaya masalah hidup lah ya, habis susah-susah terus mulai ketemu titik terang naahhh begitulah kira-kira. Tadi pagi kita berangkat pukul 08.00 dan tiba pukul 17.00.
Daann sampailah kita di rumah keluarga Om Mat. Langsung ditawari makan. Istri Om Mat ini baik sekali sama saya, sepanjang jalan diingatkan terus singgah makan. Pun sampai rumah keluarganya, saya disuruh makan terlebih dahulu. Tapi kan gak enak jadi kita makan rame-rame. Tempat ini desa, pemukiman khas Kalimantan, rumah panggung yang tiangnya pendek. Saya duduk-duduk di teras menanti senja ckckck bukan main ademnya pedesaan. Sampai bingung mendeskripsikannya. Ibarat saya kembali ke suasana masa kecil. Latar, adegan, feeling nya, wuiihhh.
Besoknya kita jalan ke Labuan Cermin. Guuyyyssss this is an amazing destination. Seeepanjang jalan mata gak berhenti liat kanan kiri, caaaanntiikkk. Lautnya biru cerah, pasir putih, pantainya menawan. Segala beban pikiran melayang ke udara. Habis parkir motor, beli tiket, naik perahu melewati dua tebing karts masuk ke area Labuan cermin. Diiihhhh merinding. Gak pernah kusangka loh ada tempat secantik ini. Saking beningnya akar-akar pohon sama ikan tuh kelihatan dari atas padahal ini beeeerrmeter-meter jauh ke bawah. Benar-benar seperti kaca, kalau menunduk kita bisa lihat pantulan wajah kita jernih sekali. Dan ajaibnya ini gabungan 2 jenis air. Air asin dibawah, air tawar di atas. Kalau menyelam di kedalaman 3 meter rasanya asin. Jadi kaya ada lapisan pemisah.
Pas siang, sinar matahari terpantul seperti cermin jadi airnya dari kejauhan terlihat bagai butiran kristal, memukau memang. Untungnya di jalan keluar danau, perahu mutar dulu sampai di ujung, jadi kita bisa saksikan semuanya, danau ini bikin pengunjung tercengang wajar sih, cantik sekali. Habis dari labuan cermin duhhh di mana-mana kuminta singgah buat jalan-jalan di pinggir pantai, duduk di kursi kayu, menikmati deburan ombak, kicauan burung, nyanyian pohon kelapa.
Terus kita ke rumah keluarganya Om Mat yang lain, mereka baru saja memiliki seorang bayi. So, sekalian jengukin bayinya. Kita diajak jalan ke 2 air terjun yang belum dijamah wisatawan tapi air laut sedang pasang jadi kapal miliknya tidak bisa dipakai. Finally, kita jalan via darat, melintasi pemukiman suku Dayak. Jalurnya lumayan sulit, harus turun berkali-kali biar motor bisa nanjak, jalanannya rusak. Parkir motor di rumah warga terus jalan kaki dipinggir pantai lalu masuk ke hutan. Belum ada jalur sih sebenarnya, makanya harus nebas banyak ranting pohong biar bisa lewat.
Lokasi 2 air terjun ini berdekatan. Pas nyampe sana, gak lagi kepikiran sama kamera. Mau menikmatinya pakai lensa terbaik, mata sendiri. Yang begini ini, feeling yang selalu ingin kunikmati dalam hidupku. Berkelana dan menemukan sesuatu yang indah setelah perjalanan panjang. Sebenarnya pemandangan ini sempurna karena ada proses menuju ke sana. Dan biasanya apa yang kita saksikan sebanding kok sama kerumitan yang dilalui. Puas di sana sampai sore barulah kita pulang.
Malam itu kita bakar-bakar ikan, menikmati langit dan makan bersama lalu pagi setelah sunrise kita sudah kembali ke rumah pertama, packing ulang. Karena sebagian barang ditinggal di sana. Kita pulang melewati jalur yang sama dan membawa memori baru. Itulah kenapa kusangat suka travelling karena yang dibeli bukan barang yang bisa usang tapi kenangan yang abadi. Berau, sampai sekarang bagiku inilah the heaven of Borneo.
.
.
.
1 note Β· View note
ikakuinita Β· 1 year
Text
Sebatik
Pulau perbatasan Indonesia-Malaysia di Provinsi Kalimantan Utara. Sebatik, pertama kali kudengar di sela-sela pembicaraan mahasiswa yang sedang makan siang di kantin. Kenapa? Karena ini salah satu tujuan KKN Tematik yang diperebutkan lewat jalur seleksi. Kurasa orang-orang yang begitu serius ingin KKN ke sana adalah mereka yang senang memupuk pengalaman. Kenapa? Karena ini daerah terpencil, akses tak semudah di kota, wilayah rawan konflik, dan berangkat via laut.
Lewat teman-teman yang pernah KKN di sinilah kucari jalurnya untuk solo travelling. Sayang, mereka lewat Nunukan sementara saya berencana turun di Tarakan. Akhirnya tetap cari jalur sendiri. Saya tiba di pelabuhan sekitar pukul 09.00 pagi, dijemput keluarga lalu drop sebagian isi ransel dan hanya membawa kebutuhan 2-3 hari. Berangkat lagi siang menjelang sore lewat Pelabuhan Tengkayu I. Seseorang menitipkan adiknya padaku, seorang siswi SMP yang pertama kali pulang sendirian. Katanya sering mabuk jadi kubiarkan duduk dekat jendela pas disampingku.
Kasihan anak itu benar-benar mabuk laut, seeepanjang perjalanan berusaha menahan pusing dan mual. Pantas keluarganya khawatir dia pulang sendiri. Hampir pingsan loh anak ini, bibirnya pucat, loyo sekali. Sementara Speedboat yang ditumpangi sempat mengalami kendala pas maghrib. Tak kuingat persis apa masalahnya tapi perjalanan itu akhirnya berhenti di tengah sungai. Mereka saling berargumen sampai malam. Kami yang harusnya tiba maghrib mundur ke Ba'da Isya.
Dermaga nya duuuhhh ya ampuuunnn. Kayunya rapuh, penerangan tidak ada, Speedboat tidak bisa sandar. Jadi, kita keluar lewat belakang dekat mesin lalu meniti langkah kaki di bagian samping perahu sambil memegang besi di atasnya dan melompat ke dermaga. Ffyuuhhhh. Yaaa begini pintu masuk perbatasan. Awalnya saya ingin menginap di hotel Queen tapi sama keluarganya anak perempuan tadi ditawari tumpangan di rumahnya, dan saya dikasi tahu gak boleh menginap di sembarang hotel loh di sana.
At the end tawaran itu kuterima, anak ini tinggal bersama nenek dan kakak spupu perempuan. Tantenya datang pas pagi sampai sore saja. Nenek ini baaaikk sekali Masya Allah, saya dimasakkan ikan, diajak ngobrol santai waahh tuan rumah yang ramah. Oia mereka tinggal di rumah panggung, luas, sangat luas. Pagi-pagi nenek melapor ke RT/RW tentang kedatanganku. Jadi, di sana tu karena perbatasan jadi siapapun tamu yang datang harus lapor.
Gak cuma itu, saya dicarikan ojek untuk keliling Pulau Sebatik dengan harga terjangkau. I mean sebagai orang baru, gak dibodoh-bodohi lah masalah harga. Saya dikasi tau kebiasaan masyarakat setempat, apa yang boleh apa yang tidak. Seharian itu kutelusuri setiap patok perbatasan kecuali dalam hutan. Dimana-mana banyak pos jaga tentara, ada yang sendirian, ada dua orang, banyak juga pos yang rame dijaga tentara.
Dan inilah Sebatik. Pulau dengan 2 negara, sebagian wilayahnya masuk negara Indonesia, sebagian lagi Malaysia. Jadi kaya' satu pulau yang dibagi dua. Ada penanda di tengah rawa, 2 bendera negara ditancap berdampingan. Ini sih masih kelihatan ya dari jauh. Tapi ada loh batas negara yang ditandai lewat sawah πŸ˜…. Sawah yang kanan adalah negara Indonesia atau sebaliknya (kulupa). Ada juga bendera yang ditancap depan rumah warga. Jadi kalau dia ke depan rumahnya udah lintas negara πŸ˜†.
Tak cuma itu, ada satu jalanan kecil yang ditandai dari satu garis saja. Yang jalanannya bagus punya Indonesia, pas masuk jalanan bertanah sudah Malaysia. Jadi kuminta singgah sebentar mengabadikan foto, kaki kanan di Malaysia kaki kiri di Indonesia. Icon yang paaling terkenal adalah gapura berwarna merah biru, dibelakangnya ada pagar kayu yang sudah lapuk. Tinggal buka pagarnya melangkah ke dalam ehh udah di luar negeri πŸ˜„.
Icon lain yang juga terkenal adalah rumah berwarna biru. Ruang tamunya di Indonesia, dapurnya di Malaysia. Teras rumah itu dibikinkan pos terus dijaga sama tentara. Dua rumah disebelahnya ada rumah makan yang tempat cuci piringnya sudah lintas negara. Singgahlah kami makan siang, kubayar pakai rupiah kembaliannya ringgit.
Sepanjang pulau Sebatik ini, kita akan ketemu dengan baaanyaak sekali tanda perbatasan ada yang kentara ada juga yaaa cuma masyarakat sekitar yang tahu. Seingatku yang benar-benar diberi patok itu ada 12 titik. Oia, dibagian akhir perjalananku ada yang namanya bukit keramat di depannya adalah pos lintas batas negara. Saya sempat dipanggil, diminta perlihatkan KTP, ditanya-tanya lalu yaaa karena kepanasan saya lagi yang minta izin mau berteduh sebentar.
Dan kusaksikanlah bagaimana orang keluar masuk negara. Miris cuuuyyyy. Miris. Mobil bawaannya segambreng, penumpang over capasity tapi hanya diperiksa sama 2 tentara, alatnya cuma pakai inspection mirror. Jjiiiaahhh narkotika bisa diselip dimana ajaaaa pantas barang haram ini gampang masuknya, disela-sela barang karungan juga bisa. Dua tentara mana bisa bongkar barang sebanyak itu, belum lagi antrian mobilnya panjang. Gampangkan di akalin.
Pas pelintas batas lagi sepi kami sempat ngobrol-ngobrol. Pada intinya mereka juga mengeluh, disuruh jaga keamanan negara di perbatasan, keamanan negara nih tapi tidak dibekali alat canggih. Pun jumlah tentara yang jaga tak sebanding dengan banyaknya pelintas batas. Miris kaann? Namanya perbatasan negara, penting loh di perhatikan. Karena ini pintu yang samar. Saking samarnya gampang ditembus. Padahal ini darat, gimana yang di laut coba.
Sebatik. Selesai sudah perjalananku setelah ngobrol dengan tentara tadi, memang kuakui namanya melancong ke perbatasan itu membuka mata dan pikiran. Melihat secara nyata kehidupan pinggir negeri dan pastinya tempat ini mengundang jiwa nasionalisme bagi yang mengunjunginya. Wajar jadi sasaran program KKN biar anak muda dapat pengalaman dan punya gambaran masa depan bangsa seandainya tempat ini dibiarkan tanpa perubahan.
Akhirnya, saya pulang dengan jalur berbeda. Kali ini lewat Nunukan atas bantuan nenek yang rumahnya kutinggali. Ada tetangganya mau ke tarakan, anak kuliahan di Universitas Borneo, kami akrab dengan cepat setelah diperkenalkan, lalu diantar sama bapanya naik truk sampai penyeberangan perahu ke Nunukan. Dari Nunukan ambil kapal swasta ke Tarakan. Kebetulan ia kenal sama kaptennya karena sudah sering bolak-balik jadi kita tak perlu sibuk cari tempat, dapat kamar sendiri cuuyyy, lengkap dengan tv dan wc plus dikasi kesempatan melihat proses kerja kapal, ternyata ada tv yang bisa tersambung dengan kamera bawah untuk melihat ada apa saja di lautan yang sedang dilewati.
Kami tiba di Tarakan sebelum subuh dan disambut hujan lebat. Syukur jemputan gadis yang kutemani ini langsung datang dan dengan baik hati mengantar sampai rumah keluargaku. Sampai tanteku tercengang, siapa pula temanku dari Sebatik yang bisa kasi fasilitas hingga depan rumahnya πŸ˜…. Yaaahh It's the power of good lucky .
.
.
.
1 note Β· View note
ikakuinita Β· 1 year
Text
Tarakan
Jeengg jengg jenggg jenggg... Selamat datang di wilayah penghasil laut yang makmur. Kenapa kubilang makmur? Karena ada dua orang adeknya mama dan beberapa spupu yang merantau ke sini. Daaaann kelihatan sih perbedaannya sejak mereka menggeluti "tambak". Salah satu pekerjaan berisiko tinggi, setinggi cuan nya πŸ˜…. Saya datang untuk ke sekian kalinya dalam rangka transit menuju Pulau Sebatik. Tapi at the end tetap tinggal di rumah Tante beberapa hari sebelum pulang.
Bedanya kali ini saya datang di usia yang cukup berani menentukan mau ke mana. Akhirnya kumintalah tanteku cari tetangganya yang bisa di ajak jalan dan ketemulah sama satu perempuan (beberapa tahun lebih muda dariku). Namanya perempuan, gampang lah buat akrab. Waktu itu kutawari beberapa destinasi tujuanku, taman bunga kurcaci (sebenarnya kulupa namanya tapi itu taman yang ada patung kurcacinya πŸ˜…), universitas borneo, dan rumah adat tidung. Intinya sih ini, pengen datang ke situs budaya siapa tau bisa ketemu sama perempuan khas Kalimantan yang telinganya paaaanjang sekali karena ditindik pake anting dengan berat yang makin bertambah seiring naik nya usia.
Tak ada yang begitu spesial, karena ujung-ujungnya gak ketemu sama perempuan yang kumaksud. Saya sempat ditawari makan bakso yang katanya langganan anak muda tarakan. Enak sih iyya tapi kalau soal bakso mah tetap citarasa kampung halaman juaranya. I enjoyed that day, akhirnya bisa keluar kandang juga di Tarakan. Selama ini kalau libur sekolah kan sering ke sana paling cuma di rumah tante, belanja, kumpul keluarga, udah selesai.
Dulu sempat mau ke air terjun. Biasaaa baca-baca di internet. Tapi kata tanteku, itu tuh jalannya masuk hutan tapi pas sampai sana gak worth it, tingginya cuma 1-2 meter, pun kalau musim kemarau hanya tetesan air πŸ˜…. Udaaahh gak jadi hehehe. Kembali ke setelan awal, kumpul keluarga. Jujur, dari segi wisata alam Tarakan ini kurang menarik untukku, meski begitu tetap sering kudatangi karena dia punya sense of interest yang lain yaitu "keluarga".
.
.
.
0 notes