Tumgik
Photo
Tumblr media
Rasa kagummu kepada seseorang tidak akan mengantarkanmu kepada orang tsb kecuali kamu menjadikan langkahmu bergegas ke arahnya. Menjadi perjuangan-perjuangan kecil yang mungkin akan memantik doa-doa yang besar. Kekaguman yang kamu wujudkan menjadi tindakan baik. Setidaknya, jika kamu tidak bisa bersama orang yang kamu kagumi, ia berhasil menjadi alasanmu untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
2K notes · View notes
Text
Pada Waktunya
Biarkan aku tetap seperti ini. Bertahan untuk tetap memperjuangkanmu, meski banyak alasan yang orang-orang bahkan dirimu perlihatkan untuk membuatku menyerah.
Biarkan aku tetap seperti ini. Selalu memberikan yang terbaik padamu, meskipun seringkali kamu tanpa sengaja bahkan tanpa sadar melukaiku.
Biarkan aku tetap seperti ini. Untuk selalu ada di setiap kamu mencari dan membutuhkan, meski kamu tak melakukan hal serupa ketika aku butuhkanmu.
Biarkan aku tetap seperti ini. Mengingatkan segala kebaikan-kebaikanmu, di saat yang kamu lihat serta ingat hanyalah keburukan dan kekuranganmu.
Biarkan aku tetap seperti ini. Terus saja menjadikanmu prioritas, bahkan sebelum mengutamakan kepentinganku sendiri.
Maka, padamu hanya satu permintaanku, biarkan aku tetap seperti ini.
Hingga nanti, pada waktu yang aku masih tidak tahu kapan, aku akan berhenti untuk melakukan segalanya. Dan mungkin pada hari itu kamu akan tahu kamu terlalu sering mengabaikanku.
Hingga pada waktu yang masih belum pasti itu, aku hanya berharap kamu tak merasakan kehilangan sebesar yang pernah kurasakan, tapi mungkin kamu akan merindukanku lebih dari rindu yang pernah kuutarakan.
Hujan Mimpi
386 notes · View notes
Quote
Kenapa kamu mati-matian berusaha untuk tidak jatuh cinta kepadanya yang mati-matian membuatmu jatuh cinta?
(via kurcacimerah)
113 notes · View notes
Text
Mungkin
Mungkin kamu tidak berubah, aku hanya merindukan kamu yang dulu. Kadang, aku teringat pada euforia sesaat sebelum kita sedekat ini. Dan sekarang, aku tengah digoda oleh prasangka-prasangka buruk akanmu. Aku takut, jika kelak pertanyaan semacam “lagi apa?” atau “harimu menyenangkan?” tidak bisa lagi menjadi tiket masukku ke dalam hidupmu.
Mungkin sebenarnya kita ini baik-baik saja, aku hanya merasa jauh dari ketenangan hati itu. Kadang, aku merasa ada yang hilang, entah apalah itu. Dan sekarang, aku tengah dilanda bayang-bayang ketidakpastian akanmu. Aku takut, bagaimana jika kamu benar-benar sedang mempersiapkan diri untuk pergi dariku?
Kata satu suara dari seseorang: “bisa saja orang itu hanya terlihat berubah, padahal tidak.” Lantas, aku bertanya lagi: “bagaimana jika itu kebalikannya? Bagaimana jika orang itu tidak terlihat berubah, padahal sebenarnya iya?” Dia tidak menjawab, atau mungkin dia tahu, hanya tak berani menjawab.
Tapi, aku sudah mewanti-wanti hati, jika kamu mau pergi, kan kupastikan aku tak marah atau menangis. Kamu mengajariku itu. Aku sesadar-sadarnya tahu, ada beberapa kepedulian yang membebanimu dan memintamu tinggal bukanlah hal yang baik. Apa yang kurasa tak penting, kamulah yang penting. Dan itu salahku, bila kamu merasa tak nyaman di sini.
Sekali lagi, aku masih ingin meyakinkan diriku sendiri. Mungkin, kamu memang tidak berubah. Akulah yang berubah. Berubah menjadi orang yang merasakan kengerian mendalam jika detik ini kehilanganmu.
Dan, berubah menjadi orang yang menyimpan ketakutan, “bagaimana jika selama ini, cerita kita hanya melibatkan satu hati–yaitu, hatiku saja?”
797 notes · View notes
Photo
Tumblr media
Aku tidak pernah menyimpan segalanya: bara, cinta, amarah, dan kata. Kamu bertanya, “bolehkah sekarang?”. Belum, kamu belum boleh tahu. Kamu tak harus menuntut apa-apa. Menunggulah, cukup hanya dengan menunggu.
Kita, tidak akan pernah bisa lebih. Di depan nanti, akan ada banyak kesempatan dimana semua perasaan orang-orang akan menghilang, hingga tak bersisa. Tinggal jari-jemari ini yang memastikan nasib kita.
Tapi, janganlah terlalu dekat. Panjangkan jarak kita, seolah kita memang tak ada. Aku pernah menyaksikan malaikat menjaga kita dengan tangan-tangannya yang membasuh luka hingga sembuh. Dapatkah kamu tersenyum setelah mengetahuinya?
Permasalahannya adalah perasaanku belum mulai, dan kamu masih harus menanti (lagi). Berhentilah, aku ingin kehilangan engkau, agar aku punya alasan untuk menulis luka yang sempurna. Mungkin, kau akan temukan bahagia di luar sana. Bukan, bukan denganku.
Maka, berlarilah, tak seharusnya kau menjebakkan diri padaku. Bergegaslah. Pergilah, dan janganlah sampai telat.
Karena setelah ini, di ujung kalimat yang penuh kepiluan ini, kau akan mengerti segalanya—
Semua yang kukatakan dari atas adalah kebohongan.
127 notes · View notes
Text
Kita
07.00 Beberapa hari ini sangat menyibukkan dan membuatku kelelahan, Nona. Tugas sebagai wakil ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan pun sudah cukup merepotkan bagiku yang masih awam dalam berorganisasi. Selain itu, aku juga membantu tugas beberapa dosen terkait dengan mata kuliah yang nantinya juga akan aku tempuh.
Terkadang, ingin sekali rasanya menekan tombol panggil setiap kali aku melihat kontakmu yang berada di ponselku. Asing yang tak pernah usang, ingin rasanya aku mendengarkan suaramu yang teduh atau ketikanmu yang cukup membuatku melupakan sedikit penat. Atau, ketika di kampus aku pun mencuri-curi pandang terhadapmu (seperti yang biasanya aku lakukan setiap hari). Nona, aku hanya ingin memastikan bahwa dirimu baik-baik saja, tanpa harus bertatapan langsung denganmu. Sungguh, aku akui bahwa aku berubah menjadi pengecut sekarang.
Hari ini, kita seharian berada di tempat yang sama. Kita sama-sama berada dalam bis yang penuh sesak dengan penumpang serta kepulan asap & debu jalanan Indralaya - Palembang yang sudah menjadi makanan kita sehari-hari disini. Indralaya : kota yang akan sangat melekat kurapal di kepalaku karena berhasil mempertemukan aku denganmu, sosok perempuan yang mana saat kutatap dalam matanya begitu teduh, melegakan penat, dan itu menjadi alasanku untuk berlama-lama saat tak sengaja bertemu dan mengobrol denganmu, atau saat aku mengumpulkan keberanian untuk mengunjungi kelasmu disaat dosen belum masuk.
Kamu tahu, Nona. Meskipun obrolan kita tidak semesra dulu : disaat aku dan kamu selalu menyelipkan kata-kata “sayang, cinta, dan sejenisnya” itu tak mengapa bagiku. Bagiku, tulus saat kamu berkenan mendengarkan nestapaku beberapa hari lewat, serta seksamanya dirimu disaat aku menjelaskan mengenai suatu materi kuliah ketika kamu kesulitan dalam mengerjakan tugas. Bagimu, tulus saat kamu menasehatiku saat aku sedang mengalami nestapa serta cara khasmu yang membuatku tidak seolah digurui dan dirimu tak mau menggurui. Atau bagi kita, disaat kita sedang mengobrol lalu lupa, dan kita terdiam saling. Lalu kamu tertunduk, pipimu memerah. Dan aku yang tak bisa menahan senyum dan bahagiaku saat aku dengan leluasanya menatapmu, itu hal yang sekarang kita jalani. Beberapa bulan berlalu setelah kita kandas : satu hal yang tidak ingin lagi kita ingat-ingat lagi.
*kembali didalam bis Aku mengalah dan memberikan tempat dudukku demi seorang ibu tua. Mungkin tak seharusnya aku riya’ dan menuliskan hal ini. Aku berdiri sepanjang 32 kilometer perjalanan Indralaya - Palembang. Dua hal yang melegakan : aku berhasil membantu orang lain yang membutuhkan, dan kamu duduk bersama temanmu yang mencegahku atau orang lain duduk berdekatan dan mencuri-curi “kesempatan” denganmu : hal yang membuatku bangga kepadamu.
Perjalanan serasa menyenangkan sekaligus membuat kesal. Dikarenakan ada seorang yang entah rimbanya, mengaku sebagai penceramah namun lisan tak mencerminkan hal demikian. Hal yang lebih menyebalkan lagi : orang ini tepat berdiri di depanku. Isi ceramah yang awalnya kudengarkan secara seksama, namun rusak setelah disisipi bumbu SARA yang menurutku tak pantas untuk diucapkan oleh orang yang mengakunya mubaligh. Ahh, jalanan mengajarkanku bahwa apa saja bisa dijual untuk mendapatkan uang, termasuk membagi-bagikan dosa berkedok syiar kepada orang banyak. Melegakan, orang itu hanya beberapa kilometer didalam bus yang kami tumpangi lalu turun. Mungkin mencari bus lain untuk melakukan “ceramah” dengan hal sama. Satu hal yang membuatku ingat kepada nasehatmu : “wajar yang namanya manusia apabila memiliki cacat, karena Allah lagi sempurna daripada ciptaannya yaitu umat”.
09.30 Kita sampai di kampus Palembang, dimana disini kita akan mengikuti acara Rapat Kerja. Aku yang bertindak sebagai salah satu pimpinan rapat, dan kamu bertindak sebagai peserta yang duduk dihadapanku dan memberiku semangat yang hebat.
12.30 Rapat Kerja pun usai, setelah mendengarkan beberapa paparan dari teman-teman struktur kepengurusan. Obrolan pun dilanjutkan di luar ruangan apalagi dengan datangnya senior dan alumni yang ikut memantau jalannya rapat. Obrolan nampak menarik, namun aku tidak dapat fokus. Lalu aku memanggilmu dan dirimu mengisyaratkanku untuk sholat. Ahh, Nona. Kamu memang perempuan yang membuatku merasa cukup dan berhenti mencari.
13.30 Aku lekas menggabungkan diri dengan beberapa rekanku yang mengobrol santai bersama beberapa senior dan alumni. Banyak hal yang kami dapatkan, pada lumrahnya yaitu nasehat dan tips-tips agar kami dapat mengembangkan dan memajukan organisasi. Dari lantai dua, aku melihat kearah lapangan, dirimu dan beberapa yang lain gusar karena terik matahari yang begitu menyengatnya. Lalu aku pamit kepada rekan-rekanku, senior, dan alumni. Setelah itu aku menyalami. Dan aku segera bergegas menuruni tangga untuk menyusul mereka : menyusulmu tepatnya. Kami pun mencari kendaraan untuk pulang kembali ke Indralaya.
14.00 Dengan menaiki angkot kami sudah sampai di pusat kota, dimana terdapat Monpera, Pasar 16 Ilir, Masjid Agung, serta Jembatan Ampera yang mengelilingi kita lengkap dengan deru kendaraan yang lalu lalang. Kami lalu menyeberang dari Monpera karena bis jurusan Indralaya berada di seberang Masjid Agung. Beberapa temanku dan temanmu sudah berada di seberang jalan, entah sengaja membuat kita berdua tertinggal di belakang. Hal yang membuatku berinisiatif untuk melindungimu menyeberang dimana tanganku hampir saja berupaya merangkulmu. Namun aku ingat bahwa kita bukan mukhrim, aku mengurungkan niatku dan menggantinya dengan berada di arah kendaraan berlalu : untuk melindungimu. Sembari kusisipkan guyonan “biarlah aku yang ketabrak, asalkan kamu selamat. Toh, aku tidak ingin tubuhmu yang subur menjadi gepeng akibat ketabrak. Cukup aku saja”. Dan kamu tertawa mendengarnya. Terkadang, cinta yang teramat sangat membuatku lupa mengontrol tindakanku. Aku tak tahu apa responmu saat aku mencoba merangkulmu : meskipun kuurungkan, yang pasti sembari kita menunggu bus aku dan kamu mengobrol : membuatku teduh disaat terik. Aku mengetahui sedikit kondisi disekitar daerah ini yang agak kurang aman, hingga aku berinisiatif menyuruhmu berdiri sedikit mendekat los yang tertutup, sedang aku berdiri menutupi dirimu. Juga disaat kita berjalan, aku selalu berada di belakangmu dan mewanti-wanti agar kamu memegangi tasmu dibagian depan saja. Mungkin hal yang kulakukan menyentuh batinmu dan menggetarkan apa yang dulu ada dalam kita : rasa di hati. Mungkin aku mengecilkan harap, yang ingin kupastikan aku ingin menjagamu agar tetap aman terutama saat berada didekatku.
15.00 Tak kurang satu jam kita menunggu, akhirnya kita mendapatkan bis tumpangan yang sedikit kosong. Aku hanya ingin kalian dapat duduk di dalam bis, setelah aku melihat raut lelah diantara kalian : yang kebanyakan perempuan. Terlebih lagi kamu, Nona.
*di perjalanan Setelah memastikan kalian semua mendapatkan tempat duduk, aku pun duduk di tempat antara pintu masuk dan bagian depan. Aku juga merasa beruntung, selain dapat merasakan angin dari pintu masuk bis yang terbuka, aku juga dapat secara dekat berada di tempat dudukmu. Tentunya, kamu duduk bersama perempuan, yang merupakan teman satu kelasku. Aku memperhatikanmu dengan sedikit memberikan anjuran agar duduk di bagian dekat jendela, agar kamu dapat menyandarkan tubuhmu. Aku juga memberimu air disaat kamu nampak haus, dengan sedikit candaan “segini cukup apa tidak, tubuhmu kan tampungannya banyak”. Dan kamu sedikit tersenyum dan pipimu agak memerah. Hal itu yang candu bagiku, Nona.
Karena posisi dudukmu yang berdekatan dengan jendela, kamu terpapar sinar matahari yang sepaket dengan keadaan didalam bis yang beraroma tak sedap. Kamu tampa gusar dan menempelkan tisu untuk menutupi mulut hidungmu. Sebelum itu aku menasehatinya untuk lain kali menggunakan masker. Karena letih, kamu tertidur. Aku berinisiatif dengan menyelimuti tubuh dan kepalamu dengan almamater agar tidak terkena sinar matahari. Sembari menjagamu agar terlelap sejenak mengistirahatkan diri. Saat kamu tertidur, aku melihat kecantikanmu yang teramat sangat. Meskipun aku tahu masih banyak lagi perempuan yang bahkan jauh lebih cantik, tapi aku tetap merasa tidak ada yang mampu menyaingimu hingga saat ini. Wajahmu yang keibuan itu nampak lelah, dan aku tak ingin tidurmu terusik karena keadaan bis yang begitu tidak nyamannya. Aku menyelimutimu dengan perlahan-lahan agar kamu tidak terjaga.
Perjalanan pulang itu, aku dan teman-temanku asyik mengobrol dan tertawaan kami menyaingi deru knalpot bis yang nampak terseok-seok.
16.30 Aku terlebih dahulu sampai di kos. Sebelum aku turun, aku masih melihatmu pulas tertidur sehingga aku tidak pamit kepadamu. Aku menitipkan pesan kepada teman perempuanku yang duduk disampingmu untuk menjagamu.
- Suatu hari kita akan berada di satu perjalanan, Nona. Kita duduk bersampingan dan kita dapat saling menyandarkan diri ke bahuku : tanpa takut berdosa. Tanpa berjarak, sambil menatapmu lekat. -
Aku tersenyum tanpa peduli penatku, itu semua karenamu, Nona.
- kakwe
Palembang, 4 Maret 2017
2 notes · View notes
Quote
Siapapun pendampingmu kelak, kumohon ingatlah aku. Sebagai satu untukmu yang tak pernah dua. Asing yang tak pernah usang. Yang selalu berusaha penuh; yang tak pernah mencintaimu dengan separuh. Ingatlah aku. Seseorang yang doanya sering meminta namamu sebagai pendamping sampai akhir.
(via mbeeer)
1K notes · View notes
Text
Freeday: Dua Hati Yang Tidak Berhak
Di tengah seruan untuk sesegera mungkin masuk ke dalam badan pesawat, tubuhnya masih berdiri di hadapan tubuh yang lain. Di sebuah bandara, sang saksi bisu dari banyaknya perpisahan yang tanpa kata, dan dari pelukan pertemuan yang lebih bahagia dari semua frasa.
Tak ada satupun dari mereka berdua yang berani saling melihat.  Dagu kecil wanita itu mengangkat, dengan berat ia mencoba menatap.
“Pernahkah kau menatap seseorang lalu merasa bahwa ini semua tidak akan pernah berhasil? Menatap yang begitu dekat, tapi harus menelan sebuah pemikiran bahwa kalian berdua tidak pernah akan menyentuh kata lekat?” Tanyanya pelan sekali.
Ada sedikit rona terkejut di mata pria di depannya. Hati pria itu mendadak berhenti sedetik lalu kemudian berdetak lagi. Seperti dikejutkan oleh sebuah kata-kata yang selama ini tak pernah bisa ia keluarkan namun harus berakhir diucapkan oleh orang yang sayangnya, ia sayang,
“Iya.” Jawabnya, “Kenapa kau bertanya seperti itu?” Tanyanya. Tangannya semakin erat menggenggam tali tas yang ada di pundaknya.
Wanita itu diam tidak menjawab. Dan itu menjawab semuanya. 
Panggilan terakhir telah diumumkan, pria itu harus secepatnya pergi. 
“Aku pergi.” Ucap pria itu singkat.
Wanita di hadapannya mengangguk, tersenyum kecil, senyum yang dipaksakan, “Hati-hati di jalan.” Jawabnya.
Tanpa kata perpisahan yang berarti, pria itu berbalik lalu berjalan. Meninggalkan sebuah sosok yang selama ini mempunyai cerita bahagia tapi tidak di dalam buku yang sama.
Sayang,
Lelaki itu tidak tahu, di hadapan punggungnya, Mata wanita itu basah. Membasahi pipi, meruntuhkan senyum. Di balik ucapan hati-hati yang terakhir ia ucapkan, ada hati yang rela ia khianati hanya demi untuk sebuah pelukan. Dalam diamnya, wanita itu mengorbankan sebuah permohonan untuk meminta lelaki itu agar tinggal. 
Menunggu sebuah kata keluar dari mulut lelaki itu, “Maukah kau jadi milikku? Maukah kau melepasnya lalu memilihku?”, tapi sayangnya lelaki itu selalu bisu. Padahal, untuknya, jawabannya akan selalu “Iya.”
Dan Sayang,
Wanita itu tidak tahu, di hadapan punggungnya, tangan lelaki itu mengepal erat. Seperti sedang membenci kepada diri sendiri. Untuk ketidak-sanggupannya berbalik lalu memeluk kuat tubuh wanita itu erat-erat, bersimpuh memeluk kakinya dan memohon untuk diterima segala cinta dan masa lalunya. Namun ia tau, bahwa mengambil kebahagiaan orang lain untuk kebahagiaannya adalah hal paling pengecut yang pernah seorang pria lakukan.
Tuhan bersedih.
Sayang,
Mereka berdua harus kembali kepada kekasihnya masing-masing. Padahal, hati mereka berdua, adalah asing yang tak pernah usang.
Tumblr media
634 notes · View notes
Text
Jika kau ingin bicara rindu, Aku akan diam. Rindu tidak banyak bicara.
310 notes · View notes
Quote
Kuharap suatu saat kau akan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu karena ia tengah mencintai orang lain yang tak mencintainya. Lalu kemudian kau mulai mengerti betapa sakitnya aku kemarin.
(via mbeeer)
2K notes · View notes
Quote
Lalu, dengan kamu melakukan hal menyakitkan seperti itu aku akan menjauhimu? TIDAK. KAMU SALAH Aku akan tetap disini, disudut ini. Kamu tetap menjadi pemeran utama dalam doaku, tetap menjadi proposal-proposal yang selalu ku ajukan kepada-Nya. Aku hanya ingin kamu paham. Kamu hempas, aku tetap bangun puing ini. Jangan takut, kelak kujadikan puing ini sebagai tempat berteduh kita. Insya Allah. Talang Ubi, 29 Januari 2017
hinggaakhirwaktu21
0 notes
Photo
Tumblr media
Hari ini aku sepakat dengan Tuhan mengenai rasa takut, marah, benci, ataupun kecewa yang berlebihan–untuk menerima kenyataan bahwa tidak semua yang aku inginkan akan menjadi kepunyaanku, tetapi akan dikabulkan dalam bentuk yang lebih baik, kelak, di waktu yang lebih tepat.
Ini hanya sebuah isyarat yang entah kapan menjadi nyata atau justru cukuplah kita berdua yang tahu saja. Satu yang tidak kamu ketahui; aku sempat terkejut dengan sebuah kebetulan, bahwa aku telah bertemu sepasang mata sesungguhnya yang kutemukan darimu.
Aku sudah paham, jika ada yang pergi berarti akan ada yang datang. Tapi, bisakah itu kamu lagi? Malam ini, ada banyak air mata untuk senyum bahagia dan ada banyak senyum untuk keharuan yang tidak terucap. Aku sangat-sangat-sangat merindukanmu, namun perlukah kamu mengetahuinya?
Kurasa tidak perlu.
Yang perlu kamu ketahui hanyalah kenyataan bahwa tidak pernah putus harapanku padamu, semoga kamu selalu bahagia di sana, dengan atau tanpaku.
Aku suka kita. Selalu suka. Tapi bukan kita yang sekarang. Karena kini, melepas pelan-pelan cerita tentang duniamu dan dunia kita adalah pilihan yang tersisa. Lantas, sudahkah kamu berdoa? Semoga keputusan di waktu itu memang alasan terbaik untuk kita, hari ini dan selanjutnya.
Sebelum semuanya terhapus lalu kamu memutuskan untuk melupakan bahwa kamu pernah menyayangiku, aku ingin kamu mengingat satu kalimat yang kusampaikan khusus untukmu, hanya untuk kamu. . . . . . . . . Tolong, jaga dirimu baik-baik untukku.
314 notes · View notes
Quote
Hujan itu aku, Bumi itu kamu, Tumbuh itu kita
21 Januari 2017 kakwe
0 notes
Quote
Terimakasih kalian, teman-teman yang perlahan-lahan menjauhiku karena perbedaan pendapat. Sesungguhnya aku tak menginginkan ini, namun aku diajarkan oleh orang tuaku untuk tidak ikut-ikutan latah membenci hal yang tidak kuketahui secara pasti. Maafkan aku jika selama ini argumen ku menusuk hati kalian, aku hanya mengingatkan kalian bahwa yang kalian lakukan itu salah. Sebagai generasi penerus bangsa, kita tidak dilahirkan menjadi generasi penghujat & pembenci. Itu saja menurutku.
Karena politik praktis dan overdosis keyakinan merusak segalanya, termasuk pertemanan.
0 notes
Text
Dariku, Lelaki yang Keras Kepala
Assalamualaikum, Ukhti Apa kabarmu hari ini? Bagaimana hari mu, apakah sudah disibukkan dengan tugas & beban yang menunggu untuk diselesaikan? Lalu, sudahkah kamu menyelesaikannya? Ahh, aku rasa kamu mulai giat menyegerakan.
Tunggu dulu, aku nasehatin. Cicil satu persatu, jangan dikerjakan keseluruhan. Tubuh itu perlu yang namanya istirahat. Jangan terlalu dipaksakan, nanti perlahan-lahan akan tuntas sebelum deadline.
Kapan terakhir kali kita menertawakan kekonyolan kita? Kapan terakhir kali aku menyanyikan lagu “kenangan” kita berdua untukmu via telepon? Ahh, meskipun aku menyadari pasti telingamu sakit mendengarkan suaraku yang nyaris persis dengan deru mobil saat macet di jalan protokol kota Palembang. Tapi, kamu tak pernah mengeluh & selalu menyudahi setiap aku melakukan itu.
Lama kelamaan, kita pun sadar. Usia ku yang sudah memasuki fase pendewasaan harus berbenturan denganmu yang masih fase pencarian jati diri. Aku menyadari demikian, setelah berbagai suka duka tangis tawa yang kita lewati bersama. Kita tidak bisa melewati atau menghindari siklus tersebut. Kita seolah olah terjebak dengan apa yang disebut dengan fase perkembangan seseorang.
Lalu kamu pun berkata, “kamu jangan terlalu memperhatikanku. Rasanya aku belum pantas menerima semua pemberianmu. Kamu bela belain menyisihkan uang pemberian orang tuamu untuk menyenangkanku. Lalu, aku belum siap untuk seperti apa yang kamu fikirkan. Aku belum siap apabila ingin bertemu orang tuamu. Intinya : maaf, Aku takut kamu tak bahagia denganku”.
Seperti anak kehilangan induk, jujur aku linglung mendadak. Aku tak percaya, dan terkesiap menerima kenyataan ini.
Lalu aku berdiskusi denganmu, bertukar fikiran denganmu, kamu mendengarkan keluh kesahku dan sebaliknya. Dan kamu pun mengiyakan.
Aku tak pernah mengerti, tapi aku sadar : ini akibat fase kita yang berbeda. Dariku, aku tetap seperti yang dulu : memperjuangkanmu, meskipun lewat jalur aman. Dan kamu tetap seperti dulu : mendoakan yang terbaik. Meskipun kamu berkata jauh dari yang nuraniku harapkan.
Wassalamualaikum
Dariku, Lelaki yang Keras Kepala - kakwe
2 notes · View notes
Photo
Tumblr media
..... dan ingatlah ketika kamu khawatir & berkata "aku takut kamu tak bahagia denganku", lalu aku menjawab "khawatirmu itu juga termasuk dalam bahagiaku, teruslah hidup dalam kekhawatiranmu terhadapku". . . Sedikit saja, kita saling menyelipkan nama kita di masing masing sujud. Karena aku percaya : doa adalah pecahan - pecahan jalan yang harus kurangkai demi mencapai seberang. . . Indralaya, 14 Januari 2017 - kakwe #menulissuratcinta
0 notes
Photo
Tumblr media
Mereka : "kenapa kau pertahankan dia mati-matian dikepalamu, karena bisa saja hal itu akan membuatmu hancur !." Aku : "ntahlah, aku tidak mengerti kenapa bisa. Namun, aku hanya berusaha tetap teguh diatas pendirian. Dan yakinkan semuanya terhadap Allah sang maha segalanya." Mereka : "Hei, ingatkah kau bahwa segala sesuatu itu tidak bisa dipaksakan, kedatangannya ataupun keberlaluannya. Lalu, untuk apa kau bertahan ?." Aku : "lalu apakah firmanNya yang berkata bahwa sebagai insan kita harus berusaha & tawakal terhadapNya akan kita sangkal ?. Semuanya pasti bisa diusahakan, Allah tinggal berujar : kun fayakuun, maka jadilah itu. Kita tidak bisa mengelak." Mereka : "....." Aku : "setidaknya, aku punya alasan yang jelas sejauh ini. Itu saja." - kakwe . . . #love #perjuangan #istiqamah #allah
0 notes