Tumgik
heyitsqori · 2 years
Text
Bahas film Dignitate: Tentang Pengaruh Masa Kecil dan Kaitannya dengan Ceramah Ustadz Nuzul Zikri
Tumblr media
Tadi malem, aku nonton film Dignitate lagi setelah udah pernah sebelumnya. Tapi kali ini minim skip2, karena biasanya aku mager nonton bagian2 serem atau konflik yang terlalu tajam. Soalnya di sini ada konflik mengenai, salah satu tokohnya yang meninggal karena dibunuh di penjara. Akhirnya banyak yg keskip sebelumnya.
Ada beberapa hikmah yang bisa aku ambil. Anak itu bisa berandalan, Bisa menjadi orang jahat di masa sekarang, salah satu pemicunya adalah pola asuh orangtuanya. Bagaimana orangtuanya mencukupi kebutuhan kasih sayang yang seharusnya. 
Di film itu, ada tokoh yang namanya Regan.
Tumblr media
Jadi dia ini pembalap liar dan pemakai narkoba, terus punya banyak utang. Cara dia membayar utang dengan pacaran lalu dia menjadikan pacarnya sebagai jamninan hutangnya ke bos yang dia hutangin, Nah mirisnya pacarnya diperlakukan yang tidak baik.  (Walau di filmnya alhamdulillaah gaada adegan tersebut jadi ini aman buat ditonton). 
Ternyata, di balik kenakalan Regan ini, di balik dia yang nggak suka tinggal di rumah, Karena dia ngerasa orangtuanya lebih sayang sama adeknya, Allfi (Alghazali yang kiri).
Tumblr media
Regan selalu disuruh mengalah, bahkan barang2 yang dia punya selalu disuruh paksa untuk dibagi dengan adiknya. Dalam banyak hal juga, dia sering dibandingin sama adeknya. Kebetulan memang Alfi ini pinter. 
Nah karena salahnya pola asuh tersebut, Regen ini ngga pernah betah di rumah. Hingga akhirnya dia mencari banyak pelarian seperti yang aku sebutin di atas. Sampe bikin ayahnya meninggal, sampe dia sendiri pun meninggal karena ulahnya sendiri. Siapa yang bisa disalahin? Bisa jadi orangtuanya, bisa jadi diri Regen sendiri.
Manusia dikasih kemampuan untuk berfkir di usia dewasa. Di dalam Al-Qur’an sendiri, sering disampaikan “Afalaa ta’qiluun?” tidakkah kamu berfikir?
yang artinya selama akalnya masih ada, kita disuruh memikirkan seluruh kejadian dan penciptaan di muka bumi ini. Berarti, kalaupun ada pola asuh yang salah dari orangtua, selalu ada titik yang memberi kita kesempatan untuk berubah, kita bisa berubah menjadi orang yang lebih baik. 
Jika butuh pengobatan ke ahli jiwa atau semacamnya, bisa segera dieksekusi agar efek pengasuhan tadi tidak berkepanjangan.
Alfi dan Regen di film ini, kakak adik yang berasal dari keluarga kaya dan terpandang. Punya privilege yang cukup baik untuk bisa melompat lebih tinggi dalam menggapai cita-cita. Tapi sayang dengan pola asuh yang kurang tepat, keluarganya menjadi seperti yang tidak diharapkan. 
Kaitannya dengan ceramah ustadz nuzul zikri
Lalu aku teringat pada ceramah ustadz nuzul zikri dua hari yang lalu di kanal youtubenya. Beliau menyampaikan mengenai kewajiban suami menafkahi istri. Suami yang gaboleh pelit sama istri karena sudah menjadi kewajibannya untuk menafkahi bahkan sampai di level, kalau bisa suami itu tidak hanya memberi uangnya tapi juga menyuapi ke mulut istrinya makanan yang ia beli dengan uangnya. Sedemikian rupa definisi menafkahi dalam islam.
Beliau juga menyampaikan bahwa, efeknya bisa besar jika suami pelit terhadap istri. Atau tidak menyadari salah satu peran qowwamnya dalam menafkahi tersebut. Contoh yang disampaikan ustadz nuzul zikri:
https://www.youtube.com/watch?v=lt0RFzjfhUA (di menit ke 22 [di tulisannya bukan durasi youtubenya], kalo durasinya menit ke 41)
Tumblr media
Jika suami malas menafkahi istri, istri berhutang ke sana kemari. Anaknya malu, karena punya ibu yang suka berhutang dan lama membayarnya. Akhirnya, anaknya tidak dekat dengan ibu, merasa ibunya rendah,bahkan bisa membenci. karena bikin malu dia di lingkungannya. Anak remaja kesel diperlakukan seperti itu. Anak yang kecewa sama ibunya cari pelarian. Ketemu bandar narkoba, dirangkul dikasih barang haram untuk penenang. Akhirnya kecanduan, duitnya gaada tapi pengen makai barang itu lagi, Akhirnya nyari2 dan mencuri. Ngambil sana sini, gabisa jual barang yang di rumah dia serang rumah yang lain, nyopet dan lain sebagainya. Abis itu ngajak2 temen yang lain, akhirnya temennya yang gapernah terjerumus gara gara galau juga diajakin jadinya terjebak dan seterusnya.
Sebegitu mengerikan efek dominonya. Innalillahi.
Maka dari itu, hikmah kali ini bisa menjadi catatan buat kita calon orangtua di masa depan:
1. Faktor ekonomi itu sangat menunjang keberlanjutan hidup di rumah. Ketika memutuskan untuk membangun keluarga, maka baik pihak suami dan istri harus siap untuk mengusahakan yang terbaik untuk keberlangsungan rumah tangga. Suami jangan pelit kepada istri. Karena di dalam islam, mencari nanfkah sudah menjadi kewajiban. Sedangkan istri juga harus menjadi pribadi yang getol. Untuk bisa membantu kebutuhan rumah. sehingga memang sama-sama berjuang.
2. Pola asuh itu menentukan bagaimana karakter seorang anak di masa depan. Maka jika ada seorang ibu dan ayah membandingkan anaknya, maka ia sama saja seperti menjilat ludahnya sendiri. Karena anaknya seperti itu, aadalah hasil dari pola asuhnya sendiri. Maka sebagai orangtua yang baik, cukup mengevaluasi diri dan menjadi pendamping, pendengar juga pembimbing yang baik untuk anak. 
3. Menanamkan ilmu tauhid juga sangat penting untuk anak. Karena jika dia dihadapkan dengan gempuran pengaruh lingkungan yang buruk, dia mampu untuk menahan diiri karena iman yang sudah tertanam dengan baik dalam diirnya. 
4. Doa, doa ini punya peran yang cukup penting untuk pertumbuhan sang anak.
Hikmah lainnya untuk kita manusia dewasa:
Kita punya akal. Kita bisa berfikir. Itulah kenapa kita mesti harus selalu belajar dan belajar.Karena sejatinya menuntut ilmu agama juga adalah dzikir, cara kita mengingat Allah. Walaupun tema dalam kajian itu sudah pernah dibahas, justru itu lah yang menjadi pengingat diri kita, karena bisa jadi kita terlupa pada amalan2 yang seharusnya kita lakukan dan pada hal2 yang harusnya kita jauhi. 
Kalaupun tema kajiannya ngga relate untuk diri kita, pasti ada satu dua hikmah yang bisa kita ambil dan catat. Mungkin kita gabutuh sekarang, tapi nanti.
Terakhir, di balik faktor2 keluarga yg sangat menentukan itu, Allah berikan kita hak penuh untuk bisa mengubah diri kita menjadi seutuhnya hamba yang bisa mengabdi kepada Allah, Tuhan yang Maha Esa.
2 notes · View notes
heyitsqori · 2 years
Text
Cinta Buta
Sepagi ini aku mendapatkan beberapa insight tentang jatuh cinta sebelum pernikahan dari Zahid Samosir. Bahwa cara kerja syaithon dalam cinta itu berbeda ketika dari sebelum menikah dan setelah menikah.
Sebelum menikah: Setan menutupi mata dari aib2 sang pacar, atau sosok yang kita kagumi. karena setan senang bagaimana hubungan yang haram itu jadi semakin indah dirasa.  Dan banyak hal lainnya yang akhirnya menuntun pada kemaksiatan. Niat yang tidak lurus, Imajinasi yang begitu jauh. Berusaha menciptakan peluang komunikasi yang tidak perlu. Nasihat nasihat yang ada dari orang, rasanya lewat begitu saja. Karena matanya ditutupi syaithon.
Setelah menikah: Setan berlepas tangan dari bagaimana mempererat hubungan, setan menjadikan cinta yang dirasa tidak lagi se membara sebelum menikah. Jadi kerja setan kali ini aadalah dengan merusak keawetan hubungan halal. Mata yang tadinya tertutup dari kekurangan si pacar sebelum menikah, jadi terlihat semuanya.
Maka dari itu, gak heran kalau orang yang sedang jatuh cinta sebelum menikah terlihat seperti buta. Apapun yang dilakukan yang dicinta nyaris tanpa kurangnya. Apalagi kalau sudah terikat dalam sebuah hubungan.
Nasihat dari Zahid: libatkan Allah ketika sedang jatuh cinta. In syaa Allah mata kita gaakan tertutup kain yang memang diciptakan oleh setan. In syaa Allah cinta kita ngga buta. Semuanya jadi realistis.
Yang menjadi motor atas sikap adalah iman, bukan lagi nafsu. Maasyaa Allah, semoga Allah istiqomahkan kita semua dalam hal-hal yang Allah ridhoi yaa aamiin
4 notes · View notes
heyitsqori · 2 years
Text
Law of Attraction
“Ada sebuah pemahaman di mana semua potensi dar otak dan pikiran kita bekerja akan suatu hukum, yaitu hukum tarik-menarik.”
Keyakinan bahwa alam semesta akan mengabulkan apa yang kita pengenin, hanya dengan fokus memikirkan hal tersebut. 
Pikiran positif membawa kesuksesan.
Gelombang energi yang kita keluarin, tubuh kita akan keluarkan usaha untuk mewujudukan. 
Apa yang kita lakukan, akan mempengaruhi sikap orang lain kepada kita
1. Tentuin apa yang kita pengenin, 
2. Meminimalisir pemikiran negatif
3. Penting untuk memvisualisasikan apa yang kita pengenin. 
4. Luangkan untuk membayangkan apa yang kita pengenin. 
-------------ringkasan dari video satupersen.net
0 notes
heyitsqori · 2 years
Text
Semakin kuat karakter seseorang, semakin kecil kebutuhannya untuk mempromosikan dirinya. Semakin kuat seorang pemimpin, semakin ia tidak perlu mengumumkan kekuatannya.
The 5 AM Club
197 notes · View notes
heyitsqori · 2 years
Text
Akhirnya, kita mengerti.
Tumblr media
Someone said, “you never know someone until you walk on their shoes”
Aku bersyukur, Allah mengizinkanku untuk mengambil pelajaran dari tiap-tiap peristiwa dalam kehidupan. Entah kehidupanku sendiri maupun kisah orang lain. Hingga akhirnya banyak mengerti. Meski masih banyak pula yang sama sekali belum bisa dipahami oleh diri.
Qori SD, Qori SMP, Qori SMA, Qori Kuliah dan Qori yang sekarang, adalah tetap Qori yang sama. Tapi melihat semua pertumbuhan di dalamnya, rasanya gaada alasan untuk berhenti bersyukur ke Allah. 
Skenario Allah itu keren.
Dia menyodorkan banyak hal untuk aku analisis, aku telisik, aku pelajari dan aku ambil hikmahnya dalam-dalam. Tak hanya sampai di situ, hingga tiba masanya aku diuji.... aku menjadi pribadi yang lebih siap. Walau ngga benar-benar siap.
Aku mengerti betapa beratnya perasaan akan kehilangan--hingga orang bisa ke fase depresi. Karena aku pernah kehilangan seorang sepupu. Bisa dibilang hanya sepupu, tapi tetap saja berat. Dan aku tak bisa bayangkan betapa berat kehilangan orang-orang yang posisinya lebih dekat. 
Aku mengerti betapa berat rasanya putus cinta. Karena aku yang dulu, pernah merasakan hal yang sama. Berat, tak mudah untuk melepaskan. Meski konteksnya tidak sebatas percintaan lawan jenis. Seperti persahabatan. Aku berulang kali merasakan ditinggalkan sahabat, hingga aku mengerti sekali ketika ada orang yang berhari2 tak mau makan, tak nyenyak tidur karena masalah ditinggal pergi seseorang yang selama ini selalu ada, itu tak begitu mudah.
Aku mengerti lika-liku tentang keluarga, karena beberapa teman dekatku punya banyak cerita-cerita yang cukup berbeda tentang keluarga. Mereka yang datang dengan tangisan, membuatku mengerti bahwa ada saja permasalahan di dalam keluarga yang berbeda, bahkan.
Aku mengerti perasaan anxiety dan mudah tersinggungnya seseorang ketika ditegur hal-hal kecil, yang kita ngga tau jelas apa permasalahannya di sana. Karena temanku pernah ada yang mengadu ketika ditegur soal beberapa hal syar’i yg zahir oleh orang lain dan tak berhenti menangis juga tak bisa tidur berhari-hari. Aku yang ada di sisinya, mengerti. Sangat-sangat mengerti. Atas segala permasalhan hidup  yang selama ini tak mudah ia lewati, hingga akhirnya berusaha bangkit untuk bisa istiqomah dalam masa hijrahnya. Tapi datang orang lain yang men-judge tanpa mengerti. Iya, tak semua orang bisa menyaring sebuah teguran keras/kasar sebagai titik untuk berubah maupun bangkit. Kita tak pernah tau, latar belakangnya. Ini aku juga masih terus belajar.  
Aku mengerti perasaan seorang ibu dari seorang artis yang terlibat skandal lalu mengumumkan di media sosialnya, “Saya tau anak saya salah, tapi mental anak saya lebih penting” . Manusia hanya melihat sekilas satu dua kejadian, sedangkan sang ibu membesarkan dari kecil. Persis! Seperti ketika ada sahabat terdekat melakukan kekhilafan, kekuatan untuk men-tabayyun jadi lebih besar. Belajar untuk menge-rem apapun, jadi lebih mampu. Mungkin yang diajarkan rasulullah itu soal tabayyun, adalah kita mestinya menumbuhkan rasa persaudaraan yang erat ya untuk setiap muslim? Hingga bisa bersikap adil, antara ornag yang kita betul-betul kenal maupun yang sama sekali tidak kita kenal. Saat mereka berbuat dosa, kita bisa benar-benar bertabayyun siapapun orangnya.
Aku mengerti, betapa tak mudahnya perjuangan menutup aurat bagi seseorang saat kondisi di rumahnya tak sekondusif di rumahku yang masih jarang ada orang non mahrom. Karena aku melihat kondisi temanku.
Dan baaanyaaaak hal lainnya, yang Allah izinkan aku untuk tahu.
Hingga aku akhirnya mengerti.
Ada masanya aku baru mengerti saat aku benar-benar ada di posisi yang sama, setelah orang lain banyak bercerita dan meminta solusi kepadaku, atau sesederhana aku melihat dan mendengar kisah itu. 
Ada masanya juga aku memaklumi, karena aku sudah pernah ada di posisi yang sama. Ini yang membuat daya toleransi seseorang bisa tinggi. Mungkin karena pengalaman-pengalaman hidup yang sangat berharga.
Ada kalanya juga, aku tau, pernah mengalami, dan mengerti kondisi. Tapi aku tak mampu bersikap mengerti. Semoga ini bukan pembenaran, melainkan sebuah koreksi diri. Bahwa, untuk bisa menjadi muslim yang utuh yang mencontoh teladan terbaik yaitu para nabi, itu memang butuh perjuangan bertahap dan bertingkat ujian.
Jadi kesimpulan dari tulisan ini, aku berharap diri ini dan siapapun yang membaca bisa belajar dan belajar dari banyak hal yang terjadi di bumi. Memperbanyak mendengar daripada menjadi UPPER ONE (orang yang kalo dikasih cerita, justru ngebandingin dirinya lagi huhu tegur aku ya kalo kaya gini!) 
Kata kak ayu momalula, banyak berbicara membuat kamu ingin dimengerti dan banyak mendengar membuat kamu jadi mengerti.
At last but not least, Nabi Musa, Nabi Muhammad, Nabi Yusuf dan 22 nabi lainnya yang sepertinya aku mesti pelajari lagi, itu sudah banyak memberi contoh dengan sikap terbaiknya dalam menghadapi persoalan kehidupan. Mungkin, kalau kamu belum Allah izinkan mengalami banyak hal. Bisa jadi Allah ingin kamu belajar saja langsung dari kisah para nabi. Pun aku juga. Karena kata ustadz Felix Siaw, tak ada ujian yang lebih berat daripada yang dialami oleh para Nabi... 
Next postingan aku mau bahas kisah Nabi Musa :) 
1 note · View note
heyitsqori · 3 years
Text
Tumblr media
Sebelum Adam dicipta, Iblis kurang soleh apa coba? Cuma karena satu kesombongan, dia jadi diusir dari surga dan jadi tokoh antagonis sampai hari kiamat.
Bermula dari satu perasaan lebih mulia dari Adam, lalu ia menolak satu kebenaran: perintah Allah untuk bersujud kepada Adam, padahal Allah lebih tahu siapa yang lebih mulia.
Apa lagi kita yang belum pernah berada di surga dan sejak lahir sudah berada di dunia. Kita gak punya alasan apa-apa untuk sombong dan merendahkan orang lain.
Iman dan ilmu yang benar justru akan menghadirkan tawadhu' di dalam hati. Dan ketawadhu'-an ada bukan untuk diklaim bahwa kitalah hamba yang tawadhu' melainkan untuk dilakukan sampai ia terpancar dalam kata dan perbuatan.
Cukup Iblis yang terperosok lantaran kesombongannya. Kita jangan.
@taufikaulia
520 notes · View notes
heyitsqori · 3 years
Text
The more that I know, the more I know that I don't.
Termasuk tentang pernikahan.
Sebenarnya sudah sejak lama, tiap kali ditanya tentang..
"Qor, mau nikah kapan?"
Aku selalu jawab setepatnya. Pernah juga punya target untuk menikah cepat. Tapi lagi2, aku telah melihat kehidupan pernikahan dari orang2 di sekitarku. Tak pernah begitu mudah, tak seperti apa yang seringkali ditampakkan orang-orang di media sosial.
Namanya juga perjalanan hidup, pasti ada ujiannya masing-masing. Pilihan-pilihan yang tujuannya mendekatkan diri kepada Allah, pasti ada aja rintangannya, pasti ada aja godaan setannya.
Pahalanya besar sudah pasti. Titelnya aja penyempurna separuh agama. Tak diragukan lagi setan senang sekali mengganggu.
Salah satu teman yg udah menikah mengatakan, "Qor, jangan cepet2 nikah ya. Pokoknya jangan kemakan omongan orang deh. Udah umur sekian kok belom nikah. Qori nikah kalo qori udah betul-betul siap. Ujiannya luar biasa qor. "
Di lain case, aku melihat teman-teman akhwat ketika menikah, menurutku jadi tak ada orang yang iseng2 komen gajelas di postingan instagramnya ya. Ini survey pribadi. Di mata orang lain sudah nggak spesial karena dia sudah menikah!
That's the point. Menikah ini memanng menghindarkan wanita dari menjadi fitnah dunia. Karena udah nggak menarik lagi.
Terus karena aku tau di umur yang sama dengan umurku yg sekarang, ibukku udah punya anak 2 saat itu. Aku merasa semestinya kedewasaanku perlu dilatih dan kesiapanku harus segera dipenuhi. Khawatirnya tiba tiba timing pernikahannya berubah dari apa yg direncanaakan.
Akhirnya aku ikutlah sekolah pra nikah masjid nurul ashri.
Ya Allah, udah 3 materi yg aku ikutin tentang keluarga sakinah, membangun visi misi, menyusun finansial keluarga. Wkwkwkwkwkwkw aku merasa cuy nikah tidak semudah yg digaung2kan. semakin aku merasa waah banyak banget yg harus gue benahin.
Belom dengerin 3 materi lagi nih.
Hehe tapi yaudah. Aku percaya in syaa Allah pelan2 dengan ilmu yang didapatkan akan memperkuat amalan dalam mempersiapkan. Gapapa kan ya mempersiapkan sedini mungkin?
Walau targetnya juga banyak yg mesti diselesein.
At last but not least, semoga Allah pertemukan dengan waktu yang tepat. Membangun keluarga bervisi surga. Tahan banting dengan berbagai masalah. Tetap saling menyayangi, tetap bertaubat ketika melakukan kesalahan. Terpenting, bertemu dengan sosok yang mau sama sama terus belajar. Aamiin
Rabbana hablana min azwaajina wa zurriyyatina qurrota a'yun waja'alna lilmuttaqiina imaama🤲
0 notes
heyitsqori · 3 years
Text
Dear qori, 2 hal yang paling penting saat ini adalah:
1. Jangan ikut-ikutan orang lain, pikirkan sendiri baik buruk sesuatu. Jangan hanya karena banyak orang berbuat demikian. Se-ngetren apapun kalo bukan pilihan murni sendiri suatu waktu akan bikin kamu nyesel.
2. Jangan harus selalu nyenengin orang lain. Capek bukan?
Tentu kedua hal tersebut mesti dipertimbangkan juga apakah Allah ridho atau engga.
0 notes
heyitsqori · 3 years
Text
Tumblr media
KEDEWASAAN EMOSI
Salah satu topik yang agak jarang diangkat di Indonesia adalah kedewasaan emosi (emotionally mature).
Yang saya lihat, kebanyakan orang di Indonesia beranggapan bahwa kedewasaan emosi ini akan berjalan seiring dengan umur.
Padahal, berdasarkan pengalaman diri sendiri, kalau nggak sering-sering dikulik, kita jarang sadar bahwa secara emosi, kita kurang dewasa.
Tumblr media
Setidaknya, ada 20 tanda kedewasaan emosi seseorang, diantaranya adalah:
1. Sadar bahwa kebanyakan perilaku buruk dari orang lain itu akarnya adalah dari ketakutan dan kecemasan – bukan kejahatan atau kebodohan.
2. Sadar bahwa orang gak bisa baca pikiran kita sehingga akhirnya kita tau bahwa kita harus bisa mengartikulasikan intensi dan perasaan kita dengan menggunakan kata-kata yang jelas dan tenang. Dan, gak menyalahkan orang kalau mereka gak ngerti maksudnya kita apa.
3. Sadar bahwa kadang-kadang kita bisa salah – dan bisa minta maaf.
4. Belajar untuk lebih percaya diri, bukan karena menyadari bahwa kita hebat, tapi karena akhirnya kita tau kalau bahwa semua orang sebodoh, setakut, dan se-lost kita.
5. Akhirnya bisa memaafkan orang tua kita karena akhirnya kita sadar bahwa mereka gak bermaksud untuk membuat hidup kita sulit – tapi mereka juga bertarung dengan masalah pribadi mereka sendiri.
6. Sadar bahwa hal-hal kecil seperti jam tidur, gula darah, stress – berpengaruh besar pada mood kita. Jadi, kita bisa mengatur waktu untuk mendiskusikan hal-hal penting sama orang waktu orang tersebut sudah dalam kondisi nyaman, kenyang, gak buru-buru dan gak mabuk
7. Gak ngambek. Ketika orang menyakiti kita, kita akan (mencoba) menjelaskan kenapa kita marah, dan kita memaafkan orang tersebut.
8. Belajar bahwa gak ada yang sempurna. Gak ada pekerjaan yang sempurna, hidup yang sempurna, dan pasangan yang sempurna. Akhirnya, kita mengapresiasi apa yang 'good enough'.
9. Belajar untuk jadi sedikit lebih pesimis dalam mengharapkan sesuatu - sehingga kita bisa lebih kalem, sabar, dan pemaaf.
10. Sadar bahwa semua orang punya kelemahan di karakter mereka – yang sebenarnya terhubung dengan kelebihan mereka. Misalnya, ada yang berantakan, tapi sebenernya mereka visioner dan creative (jadi seimbang) – sehingga sebenernya, orang yang sempurna itu gak ada.
11. Lebih susah jatuh cinta (wadaw). Karena kalau pas kita muda, kita gampang naksir orang. Tapi sekarang, kita sadar bahwa seberapa kerennya orang itu, kalau dilihat dari dekat, ya sebenernya ngeselin juga 😂 sehingga akhirnya kita belajar untuk setia sama yang udah ada.
12. Akhirnya kita sadar bahwa sebenernya diri kita ini gak semenyenangkan dan semudah itu untuk hidup bareng
13. Kita belajar untuk memaafkan diri sendiri – untuk segala kesalahan dan kebodohan kita. Kita belajar untuk jadi teman baik untuk diri sendiri.
14. Kita belajar bahwa menjadi dewasa itu adalah dengan berdamai dengan sisi kita yang kekanak-kanakan dan keras kepala yang akan selalu ada.
15. Akhirnya bisa mengurangi ekspektasi berlebihan untuk menggapai kebahagiaan yang gak realistis – dan lebih bisa untuk merayakan hal-hal kecil. Jadi lebih ke arah: bahagia itu sederhana.
16. Gak sepeduli itu sama apa kata orang dan gak akan berusaha sekuat itu untuk menyenangkan semua orang. Ujung-ujungnya, bakal ada satu dua orang kok yang menerima kita seutuhnya. Kita akan melupakan ketenaran dan akhirnya bersandar pada cinta.
17. Bisa menerima masukan.
18. Bisa mendapatkan pandangan baru untuk menyelesaikan masalah diri sendiri, misalnya dengan jalan-jalan di taman.
19. Bisa menyadari bahwa masa lalu kita mempengaruhi respons kita terhadap masalah di masa sekarang, misalnya dari trauma masa kecil. Kalau bisa menyadari ini, kita bisa menahan diri untuk gak merespon dengan gegabah.
20. Sadar bahwa ketika kita memulai persahabatan, sebenernya orang lain gak begitu tertarik sama cerita bahagia kita – tapi malah kesulitan kita. Karena manusia itu pada intinya kesepian, dan ingin merasa ada teman di dunia yang sulit ini.
Written by @jill_bobby
Referensi: https://youtu.be/k-J9BVBjK3o
4K notes · View notes
heyitsqori · 3 years
Text
MAAF~
Ada kalimat tentang, "dunia terlalu singkat kalo cuma untuk membenci orang lain" pun juga ada kalimat "hidup cuma sebentar, gaada yang tau kapan kita nyawanya dicabut, makanya jangan coba-coba dengan sengaja menyakiti orang lain. buru-buru minta maaf dan pula memaafkan” itu kalimat dari kak ayudia adi bing slamet. 
dengan sengaja menyakiti itu seperti apa? berpura-pura tidak menyakiti juga adalah dengan sengaja itu, mungkin. berppura-pura tidak mampu berkamuflase seperti: duduk dari sudut pandang orang lain, itu juga potensi “dengan sengaja menyakiti”. maka sikap kehati-hatian memang perlu ditanamkan. meski dalam praktiknya, tidak mudah.
ya namanya manusia, bukan malaikat atid yang bisa nyatetin satu per satu kesalahan kita. kadang yang kita sangka itu bener, tau2nya di standar orang lain justru menyinggung. kadang yang kita overthinking-in salah, tau2nya bagi yang lain itu biasa aja. maka atas itu semua, perlu menjaga kesiapsiagaan untuk berkata yang baik, bersangka baik secara utuh ga setengah-setengah, belajar memaafkan, membiasakan istighfar. ugh, lancar kali aku nyebutin itu yaa, padahal pengaplikasiannya jauh dari kata sempurna. em, tapi sehubungan dengan itu semua. qori ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada sesiapapun yang hatinya pernah tersakiti, terzholimi, bahkan. Allahu, ga lebay ini. beneran deh suweeer. semoga Allah bukakan pintu hati teman-teman untuk memaafkan qori. 
untuk urusan mungkin jadi benci, gasuka, muak dengan diri ini, itu hak setiap manusia. tapi semoga silaturahim kita bisa baik-baik aja ya, biar pintu surga kita makin banyak :”)
Kalau ada hal-hal yang belum kelar utamanya urusan interpersonal (kesel, dan gerah sama sikap qori) bisa disampaikan secara langsung melalui personal chat. Inget, lebih baik nyelesein masalah sama orangnya langsung daripada curhat ke orang lain tapi justru banyak mengundang asumsi yang ga menyelesaikan #pengalamansoalnya wkwk.
sekiaan, tulisan ini dibuat memang begitu tiba-tiba dan bukan pula sindiran untuk siapapun.
0 notes
heyitsqori · 3 years
Text
Review Buku Berani Tidak Disukai (The Courage to be Disliked)
Tumblr media
Pertama kali tertarik dengan buku ini adalah karena ia berada di deretan tiga besar buku rekomendasi versi Gramedia Digital. Dari judulnya, juga terlihat sangat relate dengan tantangan kehidupan sehari-hari. Fikirku, apakah aku akan seketika menjadi lebih percaya diri tanpa perlu mengkhawatiri seluruh langkah-langkah dalam hidupku? Apakah setelah baca aku jadi tak perlu memikirkan banyak kata-kata orang lain yang membuat langkah kaki kadang tersendat? Bodo amat?
Aku mulai memutuskan buku karya Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga ini dikarenakan mendengar penuturan sahabat dan juga seorang influencer pendidikan. Katanya, “semua orang wajib baca buku ini!” So, di sini aku akan mencoba menceritakan tentang mengapa ternyata teman-temanku itu mengatakan hal tersebut.
------------------------------------------------
Buku ini cukup unik, karena bukan berbentuk narasi tentu saja. Bukan juga buku fiksi. Tapi buku ini berisi percakapan dua orang. Antara seorang pemuda dan seorang filsuf yang membicarakan berbagai teori psikologis yang mempengaruhi bagaimana kehidupan seseorang berjalan.
Di dunia ini terdapat dua teori psikologis yang bertolak belakang. Teori psikologis Adler yaitu teleologi dan teori psikologis Freud yaitu Aetiologi. Teori teleologi merupakan ilmu yang mempelajari tujuan dari suatu fenomena tertentu. Dalam kata lain, teleologi menganut pemahaman bahwa kondisi maupun nasib kehidupan seorang manusia itu ditentukan oleh tujuan yang mereka tetapkan sendiri. Sedangkan teori aetiologi merupakan ilmu yang mempelajari sebab-akibat suatu fenomena tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa kondisi manusia saat ini digerakkan oleh kejadian di masa lalunya.
Dalam buku ini, seorang filsuf yang bertugas menjawabi segala kekritisan sang pemuda, condong berada di pihak teori teleologi. Menurutnya, teori tersebut membuat seseorang menjadi lebih melangkah maju dalam kehidupan. Karena tidak terjebak oleh masa lalunya, yang mungkin suram baginya. Tidak lain tidak bukan tentu tidak sepakat dengan adanya trauma. 
Pemuda di situ tidak sepakat dengan pendapat filsuf. Karena menurutnya, seseorang yang punya masa kecil yang buruk pasti akan sulit menghilangkan keseluruhan trauma dalam hidupnya. Akan sangat sulit menghilangkan memori-memori suram yang pernah terekam dalam visualnya. Termasuk wajar saja jika anak tersebut memilih tidak bersoalisasi atau bahkan mengucilkan diri di masa remajanya. Karena ia terbayang-bayang akan masa lalu yang mengerikan.
Terkait trauma, mungkin tidak sepenuhnya bisa dianggap tidak ada. Karena jika tidak ada, tidak mungkin ada orang yang terkena penyakit jiwa. Tapi ini perihal menyikapinya. Jika seseorang bertahan dengan rasa sakitnya tanpa berusaha tumbuh dengan luka tersebut, maka ia akan selalu terkungkung bersama masa lalunya itu. Sedangkan jika seseorang itu memiliki tujuan yang bisa menciptakan kebahagiaan lain sehingga membuat ia berani melangkah maka ia pun perlahan akan meninggalkan masa lalunya. 
Sama seperti kasus masa lalu bullying atau beberapa kali dibenci oleh orang lain. Kasus membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Merasa rendah diri. Apalagi setelah dihujat maupun dihina. Atau bahkan dijatuhkan. Semuanya tidak akan pernah menghambat pertumbuhan dan langkah seseorang, jika seseorang tersebut tetap teguh dengan tujuan yang telah ia atur sejak awal.
Hidupmu bukanlah sesuatu yang diberikan oleh orang lain, tapi sesuatu yang engkau pilih sendiri dan hanya kau yang bisa memutuskan bagaimana caramu menjalani hidup.
Toh, seorang penulis tak akan pernah bisa dianggap menjadi penulis jika ia tak pernah mempublikasikan karyanya. Di mana dalam perjuangan menuju publikasi tersebut, ia mesti mencoba keluar dari zona nyamannya. Mesti banyak berlatih, mesti banyak menulis. Maka, ketika seseorang mengatakan ia sebenarnya bisa menjadi seorang penulis tapi tak sempat menseriusi karya-karyanya. Berarti ia hanya kurang berani bahagia, ia hanya takut untuk merubah zona nyaman yang ia miliki. Ia tak berani atas akan berbagai resiko yang akan hadir. 
Hidupmu diputuskan di sini, saat ini. Bukan kemarin.
Pandangan subjektif membuat dunia menjadi lebih rumit. Saatnya meluaskan perspektif menjadi lebih objektif.
Kau takkan bisa pergi kemanapun tanpa melepas sesuatu.
Uniknya lagi, teori teleologis ini juga memegang erat prinsip bahwa dari keseluruhan yang paling menentukan jalan hidup kita dalah bagaimana kita mampu mengatur hubungan interpersonal kita sebaik mungkin. Katanya, dunia ini takkan pernah ada masalah jika tidak ada hubungan interpersonal. Namun, nyatanya itulah tantangan terbesarnya.
Sederhananya, ada dua konsep. Inferioritas dan Superioritas. 
Inferior ini adalah sikap yang bagus jika tidak berlebihan. Ia merupakan sikap mindernya seseorang dan sikap di mana yang bikin seseorang itu stuck. Makanya dari sikap inferior ini yang menjadi landasan pacu seseorang untuk maju berubah menjadi lebih baik.
Sedangkan konsep superioritas akan membuat seseorang membanggakan dirinya atas keunggulannya. Namun jika berlebihan akan muncul kalimat-kalimat dan pemikiran yang salah. Contohnya ketika seseorang mengerjakan sebuah target dia akan berfikir bahwa orang lain hanya menghargainya jika ia menang. Begitu pula dalam memandang orang lain, ia akan tak ingin merasa terkalahkan. Sedangkan di sisi lain, seseorang yang merasa superior juga akan berfikir orang lain tak pernah memahami perasaan yang ia rasakan karena secara tidak langsung ia sedang bangga dengan kemalangannya sendiri. 
Memahami sepenuhnya perasaan orang yang sedang menderita adalah sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh siapapun. Tapi, selama ia terus memanfaatkan kemalangannya tersebut untuk dikasihani atau merasa superior dengan kemalangannya, maka seterusnya dalam hidupnya ia akan selalu butuh kemalangan. It was so true:)
Mungkin itulah sebagian besar garis besar yang diceritakan oleh percakapan sang pemuda dan sang filsuf di dalam buku tersebut. Namun masih sangat banyak lagi ilmu, pengetahuan dan pengalaman yang tidak bisa dituliskan secara keseluruhan di sini. Yuk baca! Di sini ada beberapa quotes yang aku suka dalam buku tersebut:
Tidak ada manusia yang sempurna. Tidak ada yang namanya orang dengan skor seratus persen.
Engkau tidak hidup untuk memuaskan ekspetasi orang lain. Kita tidak perlu memuaskan ekspetasi orang lain.
Meskipun engkau sedang menghindari tugas-tugas kehidupanmu dan melekat pada dusta kehidupanmu, ini tidak terjadi karena dirimu dipenuhi dengan kejahatan.
Yang bisa dilakukan seorang manusia untuk menyingkirkan masalahnya hanyalah menjalani hidupnya seorang diri di alam semesta ini. Kau sekarang tidak bahagia karena kau sendirilah yang memilih untuk menjadi tidak bahagia.
0 notes
heyitsqori · 4 years
Text
Menjadi Manusia
“Amanah menjadi manusia itu berat banget ya Qor, aku beneran gakuat deh jadi manusia lama-lama” Ucap sahabat pertama ku di kampus itu. Lalu ia melanjutkan, “Makanya Cuma karena pertolongan Allah aku bisa bertahan, kalo ga gamungkin”
Aku membaca chat itu sambil menarik napas kemudian menghembuskannya secara perlahan. Sebuah topic yang berputar-putar di kepalaku sendiri belakangan ini, justru terwakili oleh ucapannya.
Tiba-tiba aku jadi teringat tentang kisah terdahulu, saat Allah menawarkan langit, bumi dan gunung untuk menjadi seperti manusia. Namun ketiganya menolak. Bukan karena ingkar kepada Allah, tapi mereka merasa tidak sanggup untuk mengemban amanah besar tersebut.
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung. Maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan menghianatinya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh” (QS. Al-Ahzab:72)
Ya begitu. Menjadi manusia dan berbagai amanah dalam kemanusiaan menjadi tambahan beban lagi sebagai seorang manusia. Kadang aku ngerasa malu sama diri sendiri, dia udah berjuang sangat keras. Kadang dibawa bergadang Cuma tidur 1-2 jam, makannya telat, fikirannya yang jarang sekali beristirahat malah lebih semangat dari aku dan gapernah mengeluh. Tapi tau-tau sakit aja sih wkwk. Alarm tubuh yang udah bunyi berulang kali kadang gapernah dipeduliin. Sebegitu egoisnya ya manusia?
Kemudian, perihal lain. Kadang udah ngerasa oke pada sebuah amanah, ngerasa jago pada sebuah titik. Ngerasa udah bisa mampu melewati berbagai permasalahan. Nyatanya akan selalu dihadapkan pada titik dari garis yang berbeda. Pada jutaan permasalahan yang berbeda lagi. Manusia yang berbeda lagi.
Kapan berhentinya? Kayaknya sampe bener-bener bisa berhenti mengeluh kali ya?
Kadang manusia dengan ke-sok jagoannya ini, ngerasa udah ngeluarin seluruh energy, segala cara, makanya merasa pantas untuk mengeluh. Parahnya, malah meninggalkan kewajiban di pundaknya yang semestinya segera diselesaikan. Merasa sudah cukup mengerjakan seluruh porsinya sebagai manusia.
Terus mustinya gimana?
Iya, kadang gue sendiri suka lupa buat bersyukur. Gue sendiri suka lupa meminta pertolongan kepadaNya sesimpel dengan menengadahkan kedua tangan. Padahal kesempatan terkabulnya permohonan sudah dibuka sejak awal sebelum gue tau apa isi dunia ini. Intinya ya, gue hari ini ketampar sama curhatan temen gue yang ternyata isi hati gue juga. Kalo emang ya jadi manusia itu ga simpel. Tapi gaboleh ngerasa sok jago. Tugasnya yang keliatan simpel sesimpel ngucapin “Alhamdulillah” ketika dapet sesuatu aja kadang sulit banget buat diinget terus-terusan.
Jadi, kalo hari ini lo capek banget, lo pengen pension dari tugas lo sebagai manusia. Inget lo diciptain di dunia dengan tujuan beribadah dan menghamba kepadaNya. Bagaimana mungkin Dia meninggalkan lo?
Bagaimana mungkin kekuatan tanpa batas tiada mengiringi lo? Padahal kasih sayangNya sungguh tanpa batas. Udah ya, jangan banyak ngeluh. Bersyukur banyak-banyak.
0 notes
heyitsqori · 4 years
Text
Kerja kerja teknis.
Jangan sampai membuat kita lupa dengan kerja kerja langit.
Ya?
0 notes
heyitsqori · 4 years
Text
#regrann: tulisan favorit pribadi di instagram
Tentang apa, siapa dan bagaimana kita di hidup orang lain?
Hey, mengapa seringkali yang kita risaukan adalah tentang eksistensi diri kita di pemikiran orang lain?
Seringkali kita pertanyakan tentang apakah kita ini tersimpan di hati orang lain atau tidak
Personal branding atau apalah namanya, bukankah itu hanyalah sebuah usaha memberitahu dunia bahwa ini aku dengan karya-karyaku.
Sekali lagi, tiada bisa kita paksakan apakah orang lain mampu mengingat kita atau tidak.
Bagaimana bisa kita seegois itu memaksa orang lain menyediakan tempat khusus di hati mereka hanya untuk kita?
Hey, kamu. Jangan bersedih. Kalau kamu salah satu yang khawatir tentang itu, aku pun. Aku takut menghilang dari ingatan orang-orang. Aku takut berdebu lantas lenyap dari hati orang lain.
Tapi suatu ketika, ada yang membisikkan padaku.
“Rasa yang tak terbatas tidak akan mempermasalahkan apabila tidak berbalas.”
Setelah itu, baru aku benar-benar tahu. Hari ini bukan tentang seberapa banyak orang yang mengenalmu di dunia. Lihat, Quwais Al-Qarni tidak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.
Hari ini bukan pula bagaimana kamu sudah jauh lebih melesat daripada orang lain. Tapi hari ini adalah tentang apakah kamu sudah lebih baik dari hari-hari sebelumnya. -
-
-
-
Dan yang paling penting, hari ini adalah bagaimana aku tidak akan pernah menghilangkan kamu dari ingatanku. Ea. Karena kamu, sudah membantuku berproses dari hari ke hari.
-
-
-
Untuk tiap-tiap yang pernah-akan dan selalu singgah di hati selama 20 tahun ini dan nanti, ku ucapkan terima kasih.
Aku teramat bersyukur mengenal kamu. Iya, kamu.
Jakarta, 12 Oktober 2019.
Foto diambil oleh-(terimakasih aku gatau siapa kamu) dalam momen Aksi Kebakaran Hutan dan Lahan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta.
Tumblr media
------
Hem, sadar gak sih memang kadang personal branding dan mikirin penilaian manusia itu justru merusak ikhlas itu sendiri?
0 notes
heyitsqori · 4 years
Text
Sebuah cerita dan motivasi
Sempet kesentil sama pertanyaan melalui chat Wa dari seorang adik tingkat bernama Dane di awal semester 6 lalu.
“Kak, bagaimana cara kakak bisa bertahan di ilkom?” Rasanya aku kayak tahu banget tentang perasaan orang-orang yang bertanya hal-hal kayak gini. Karena beberapa saat sebelumnya, pertanyaan ini juga ditanyakan oleh seorang adik kelas yg sesama penerima nilai E pada mata kuliah dasar pemrograman. Maksudnya, yang sedang dirasakannya adalah perasaan bimbang dengan jet-lack departemen. Mungkin(?)
Lalu, bagaimana caraku bertahan?
Jujur, Alhamdulillah aku ini orang yang bisa survive di tempat yang bahkan tidak aku sukai. Cuma sayangnya, kalau di ilkom aku sukanya setengah-setengah. Karena ilkom ini butuh waktu sendiri untuk belajar mandiri. Dan aku ini aktivis yang sulit membagi waktu untuk punya me time belajar kecuali fase ujian. Di semester 4 seperti itu. Baru sekarang-sekarang ini, aku bisa mengatur waktuku untuk itu dan semoga saja istiqamah untuk masa depan yang cerah. Aamiin.
Balik lagi.
Ketika mendapat nilai E di matkul dasar pemrograman itu benar-benar menempa perasaaan dan mental. Selama 6 bulan Allah kasih waktu seorang qori untuk intropeksi diri. Merenungi kesalahan-kesalahan dalam diri selama menuntut ilmu. Adabnya kah? Semangatnya kah? Kesungguhannya kah? Seberapa banyak dari kepasrahannya? Saat itu aku benar-benar khawatir dengan masa depan. Kalau orang dari jurusan lain berfikir lebay tentang sikap ke-insecure-an seorang qori dengan nilai E dasar pemrograman, mungkin perlu diketahui Dasprog ini adalah prasyarat beberapa matkul di semester 4 yang juga prasyarat di matkul semester 5 sedangkan tidak ada SP dasprog. Sehingga, mempengaruhi waktu kelulusan. Waktu itu khawatirnya banyak banget, mau kerja di mana ntar, mau lulus kapan…. Salahnya sih, baru tau itu matkul prasyarat setelah “sangat tidak maksimal” dalam menjalani perkuliahan di mata kuliah tersebut. Jadi emang bener ya, fahmu  dulu baru tsiqah. Paham dulu sama seluk beluk atau minimal punya target yang jelas-lah baru bisa menjalankannya dengan kesungguhan.
Sebetulnya, aku nulis ini, sebagai reminder supaya tetap istiqamah bersungguh-sungguh dalam menjalankannya, sesulit apapun. Ya semacam tulisan motivasi untuk diri sendiri. Walaupun apa yang sudah kucapai hari ini mungkin bagi orang lain “tidak senyata dan sesignifikan versi mereka”.
Ada sebuah kalimat di tumblr yang menghiburku kala itu,
“Ketidakpastian yang kau pertanyakan hari ini tetap akan menjadi masa depanmu di kemudian hari”
Setuju sekali. Tentang bagaimana masa depan akan berpihak kepada ku, adalah bagaimana aku mengatasi ketidakpastian yang setiap hari selalu kupertanyakan. Menurutku, sangat wajar jika seseorang itu memiliki kekhawatiran terhadap masa depan. Tapi, bagaimana bentuk khawatirnya? Sejak semester 4, aku mulai sadar. Mungkin terlambat bagi orang lain. Namun aku sangat bersyukur, masih diberi teguran sebelum kemudian di hari akhir dipertanggungjawabkan segala amal yang sudah dilakukan dan belum maksimal. Aku sadar bahwa kegagalanku kali itu bukanlah sebuah akhir dari dunia. Bahwa dengan kegagalan itu pasti ada pesan yang sedang Allah berikan. Pasti ada sesuatu yang musti aku perbaiki. Pasti ada jalan yang belum aku coba. Entah terlalu banyak percaya diri tapi ikhtiarnya sangat minim. Jangan salah, perilaku semacam itu bisa menyebabkan syirik kecil. Terlalu percaya pada kebaikan-kebaikan diri yang difikir mungkin akan menutupi kesulitan ini. Padahal mengerjakan kebaikan itu katanya bukan perilaku transaksional kan? Musti ikhlas. 6 bulan lamanya, belajar move on, belajar menyikapi kesedihan, belajar menganalisa orang di sekitar, belajar adab adab menuntut ilmu yang sekarang pun mungkin belum sempurna. Salah satu proses pembelajaran itu Allah berikan melalui dosen pembimbing akademik yang sangat luar biasa. Treatment2 taktis dan rasional dari beliau mengajarkanku untuk segera bangkit dari kesedihan, “ayo kita cari jalan keluarnya”. Kalimat-kalimat seperti “mengulang itu tidak apa-apa, namanya proses belajar”. “ayo kita susun sks sampai semester akhir” dan puluhan kalimat yang menunjukkan “salah satu cara menghilangkan kesedihan adalah dengan berpikir rasional”.
Ada satu lagi yang kukhawatiri di ujung semester 4; yaitu aku gabisa kkn sama temen se-angkatan karena persyaratan di buku panduan itu jelas menolakku. Tapi aku gak pernah berhenti berdoa agar bisa lulus tepat waktu, mampu berkontribusi untuk negeri di pasca kampus dan mengabdi pada masyarakat dengan perasaan aman yang kemudian ternyata doa itu sebagian dikabulkan, aku bisa KKN di semester ini. Bersama teman-teman seangkatan. Padahal peraturan departemen sudah super ketat. Sejak saat itu pula, yang kupercayai hanyalah Allah dan dosen pembimbing akademik. Bukan system dan peraturan.  
Alhamdulillah, semester 5 & 6 aku lewati dengan lapang hati. Mulai terbiasa dengan ketidakpastian masa depan ataupun ujaran menyakitkan dari orang lain yang berbau merendahkan. Terimakasih semester 4 yang sudah membina mental dan perasaanku
Mungkin, pesanku padamu adalah:
1.       Ketika kamu gagal, ingat berarti jatah gagalmu sedang berkurang. Dan gagal yang sesungguhnya adalah ketika kamu sudah tidak bernafas lagi di dunia ini tapi tidak menjalankan perintah-perintah Nya semasa hidup.
2.       Kegagalan tidak membuat duniamu hancur. Bukan berarti membuatmu tidak layak tinggal di bumi. Bukan juga berarti itu hukuman ataupun kekejaman atas hal-hal yang kamu lakukan sebelumnya. Tapi, kegagalan itu adalah sebentuk ujian, apakah dalam keadaan bagaimanapun kamu tetap bisa mencari keberkahan dari setiap urusan. Semacam seberapa setia kamu kepada Allah sebelum dan sesudah kegagalan. Yang ini, ganjarannya syurga.
3.       Jangan lupakan peran doa orangtua. Orangtua itu bukan hanya memiliki tugas berupa membesarkan fisik dan jiwa, tapi juga membesarkan hati sang anak. Ketika  gagal, sampaikan kepada kedua orangtuamu. Agar benar-benar tidak ada yang tertekan.  Orangtua juga lebih focus ketika berdoa.
4.       Setiap orang itu tidak sama. Privilege berbeda, didikan berbeda dari orangtua, lingkungan yang berbeda, jangan pernah membandingkan dirimu. Segera bangkit, agar kegagalanmu itu menjadi sebuah awal dari kesuksesan.
5.       Luruskan niat, karena semestinya ilmu yang bertambah membuat kita semakin merasa takut kepada Allah.
6.       Omongan buruk orang lain tentangmu itu hanya akan menjatuhkanmu, karena kamu sendiri yang membiarkannya. Begitupula sebaliknya.
7. Percayalah, sekalinya kamu melewati sebuah fase kegagalan. Itu akan menjadi template dirimu sehingga bisa lebih tahan banting dengan masalah-masalah lainnya. (Soalnya aku gitu hehe)
Tetap semangat, dan ingat setiap perjuangan ada hal yang musti dibayar. Berjuanglah sampai titik darah penghabisan. Mastatho’tum. Karena yang membuat kita memasuki surgaNya bukan ibadah-ibadah yang banyak, tapi keridhoan Allah SWT. Dalam setiap amalan-amalan. Semakin banyak amalnya, semakin besar peluang mendapatkan keridhoan Allah.Semoga kelak, doaku yang sebagian lagi dikabulkan. Aamiin.
1 note · View note
heyitsqori · 4 years
Text
Menjadi pemimpin
Bukanlah hal yang mudah, untuk bisa menerima, memilih dan menjalankan peran sebagai kepala kemudi.
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh." (QS. Al-Ahzab: 72).
Karena meski seribu kali kau punya pengalaman memimpin, justru bukan berarti kau akan selalu mulus seratus persen melewati fase fase sulit. Tak ada yang perlu disombongkan dari beribu pengalaman itu. Kemanapun kau lari, kan kau temui lagi tipikal manusia yang berbeda untuk kau pimpin. Kau tau, dunia ini mencetak jutaan karakter. Tidak ada celah untuk jumawa karena telah menjadi pemimpin di banyak tempat. Justru ada jutaan tugas baru jika kau memimpin di tempat yang baru pula. Jutaan pengalaman baru dalam menempatkan diri, mengatur perasaan dan logikamu dengan orang orang baru itu. Kadang kau tak selalu bisa menjadi dirimu sendiri, meletakkan pola pikirmu yang kau bawa dari sekian puluh kali memimpin. Kadang, kau harus berubah. Kadang, kau musti pelan pelan mulai dari nol. Kadang, jumawamu yang kau bawa itu membuatmu lupa bahwa jadi pemimpin adalah teladan. Jadi pemimpin adalah yang paling pertama musti membenahi diri sendiri. Makanya hanya dua tipikal manusia. Yang mau terus belajar dengan yang tidak. Sungguh, sungguh berat. Banyak sekali tugas yang musti kau selesaikan sebelum kapalmu maju untuk bertempur. Kisah terdahulu, karena keserakahan, karena ketidakompakan, mustinya kapal itu mundur. Tapi sosok pemimpin sejati yg telah musti kita teladani itu, berteriak lantang, maju dan menjadi yang paling kuat untuk menguatkan. Rasulullah.
Bukan asik merutuki kesalahan orang orang yang mundur.
Dari jutaan karakter itu, bukan hanya pengalaman yang membuatmu menjadi hebat kawan. Tapi bagaimana dengan atas izin Allah kau selalu bersabar atas apapun dan sesiapapun yang menyakiti hatimu wahai pemimpin. Jika saat jadi pemimpin, kau merasa menjadi orang yang paling banyak menampung kesedihan orang banyak. Kau masih punya Allah. Karena pada sebuah kisah dituturkan, "Jika seseorang menjadikan Allah sebagai teman dalam masalahnya, maka dia tidak akan pernah merasa memiliki masalah"
Berlelah lelahlah wahai pemimpin
Bersabarlah. Kuatkan langkahmu.
Semua anggota menunggu kelapangan hatimu.
Engkau masih punya Allah.
Lebih dari cukup, bukan?
Tiap kita adalah pemimpin, tiap kita diminta untuk bersabar, kau ingat ganjaran sabar?
Tidakkah kau rindukan kebersamaan bersama Dia?

0 notes
heyitsqori · 4 years
Text
Allah yang Selalu Ada
“Allah yang selalu ada, bukan aku.”
Tagline hidupku sejak ppku semester 2 akhir. Kenapa ya aku nulis gitu? Sebenernya bukan sebuah hal yang kebetulan. Sejak masa PPKU atau tahun pertama kuliah di IPB, aku sudah memilih jalan ninja untuk menjadi seorang aktivis. Jadi korwat kelas, lurah asrama, etoser (penerima beasiswa etos). Mayan ga tuh? Yang anak anak kamarku sering marahin aku kalo aku suka pulang menjelang jamal dan kecapean. Super sibuk itu dulu pas ppku pokoknya. Tersebab seluruh kegiatanku yang tiada henti sepanjang hari, aku jadi belum mampu mengatur waktu untuk membalas chat teman-temanku yang aku tahu bukan tentang umat. sombong amat cuy! Maksudku, aku masih kewalahan sama tugas tugas di sini. Kayak kalo ada temen-temen SMA ngechat nanya kabar, mau curhat... kadang-kadang aku tanggepin dengan.. “Iyaaa, sini ceritaa” habis itu aku menghilang. Kata temenku, sampe masalah orang udah selesai baru aku balas lagi. wkwk ya Allah.
suatu saat, aku gasengaja nih ngebaca snap whatsapp Langit Biru yang intinya jadi orang jangan sombong chat orang ga kebales sampe berhari-hari emang lu fikir lu doang yang butuh orang. Gedebuk. kek abis ditamparin gitu. yaudah sejak itu aku sebisa mungkin balesin semua chat. Beneran deh banyak banget yang ngechat sampe pusing aku tuh. Masalahnya ga cuma grup gitu. Pc juga banyak bangetttttttt. Aku mulai berubah sedikit. Better than before lah. Sampe....di semester 2 aku punya amanah baru, di Penanggung Jawab Kelompok MPKMB 55. Kebetulan jadi sekretaris sub divisi pula. Makin-makin dah tu. Iya, dasar aku yang belum bisa bagi waktu dulu. Semenjak amanahku nambah, aku yang tadinya masih bisa ikut nongkrong-nongkrong nemenin temen kelas ku kemana-mana, makin aja jarang atau bahkan gapernah. Diajakin makan bareng, gapernah bisa. sooo  hard for me to manage my time at that time! cuy ini baru prolog haha. Jadi, aku punya satu teman paling deket di kelas ppku. Aku berani ceritain di sini karena kayaknya orang-orang juga gaakan sadar dia siapa soalnya udah bener-bener ga deket sekarangnya. Iya kebetulan juga kita didekatkan karena sekelompok mentoring. Kita deket banget pokoknya. Sering banget deep talk. Dia cerita tentang apapun dan begitu pula aku. Berangkat liqo bareng. MTA bareng. Kajian kantin alhur pagi bareng. Makan bareng. Berangkat pulang kuliah bareng. Kelilng IPB bareng. Sampe akhirnya, dia ngejauhin aku. Bener-bener ngejauhin aku hehe.Aku sebenernya bingung kenapa ya dia ngejauhin aku. Kaya semuanya tiba-tiba. Kaya diputusin pacar gitu lho rasanya. haha padahal gapernah. Cuma saat itu karena aku sibuk, (astaghfirullah) jadinya aku nggak terlalu pay big attention for it. Jadinya, kerasanya pas kesibukannya agak mengendur. Pas aku tanya, sebut saja namanya Ica. “Ca, lu napa sih jauhin gua? Gua salah apa? Gua minta maap kalo ada salah:(” Ini adegannya beneran kayak cinta di film ada apa dengan cinta yang bilang “kamu jahat” coba sambil dibayangin hehe. Dia ngedeketin wajahnya ke aku, sambil berbisik, “Lu sibuk. Lu nggak pernah ada buat gua. Lu udah beda dunia sama gua.”
Jleb. Sedih banget ehe. Aku mencoba ngejelasin dan minta maaf, terus berusaha minta supaya balik lagi kayak dulu. Iya, aku gabisa bayangin hidup yang kebahagiaannya harus berkurang dari yang lalu. Dia jawab, “Kita udah beda. Udah susah.”
Sediiiiih sekali bung! sampai akhirnya aku memahami bahwa tidak ada satu manusiapun yang mampu mencapai batas unlimited dalam pemenuhan ekspetasi. (ha? gimana tuh batas unlimited?). Aku. maupun dia. tetep aja sama. Aku yang berekspetasi agar dia memahami setiap kondisi ku yang benar-benar sedang mengemban amanah, padahal dia tau gue kesulitan sama beberapa amanah, harusnya ini giliran dia untuk bisa memahami gue, harusnya dia sabar setelah selama ini gue jadi tempat cerita dia, dia kayak gini ke gue? dan dia yang tidak mau terima kenyataan bahwa mantan sahabatnya ini bukan beda dunia, hanya sedang berada dalam frekuensi yang jauh, yang suatu saat akan tertangkup kembali dalam frekuensi yang sama dengan hanya satu perasaan sabar dan memahami.
Lu gapernah ada buat gua.
Kalimat yang selalu terngiang-ngiang di otakku. Haus emosi sebenarnya aku juga merasakannya. Mungkin memang saat itu, aku berkali-kali menyalahkan diri, kenapa harus terlalu sibuk sampai zhalim dengan perasaan sahabat sendiri?
Sampai aku tersadar bahwa, baiklah, perasaan yang tak terbatas tidak akan meminta untuk berbalas. Pelan-pelan kupahami bahwa memang benar yang dikatakan Ali Bin Abi Thalib mengenai pengharapan kepaada manusia. Berat sekali. Berat sekali untuk tidak berharap. Tapi jauh lebih runyam setelah banyak berharap. Lagi-lagi yang kupahami, kalau bukan manusia,, berarti kepada siapa? kamu pasti tahu jawabannya, Allah.
Sambil intropeksi diri, aku pastikan lagi pada siapapun sejak saat itu. terutama setelah membaca buku Dalam Dekapan Ukhuwah. Justru ikatan ukhuwah hanya bisa kuat karena iman yang luar biasa kuat di antara dua insan itu. Lalu, seberapa kuat iman kita untuk mampu mempertahankan ukhuwah itu? Tentu jangan lupa untuk melibatkan Allah dalam setiap perlakuan dan perkataannya. Sekali lagi kukatakan pada siapapun sejak saat itu pada siapa yang mendekatiku. “Maaf, Allah yang selalu ada, bukan aku.”
Kemudian, ada yang memilih pergi. Tak sedikitpula yang memilih bertahan. Semuanya tentang iman dalam diri. Sudah sampai mana?
1 note · View note