Tumgik
gialova · 4 years
Text
4 Hormon Kebahagiaan
4 Hormon yang menentukan kebahagiaan manusia.
1. Endorfin,
2. Dopamin,
3. Serotonin, dan
4. Oksitosin.
Penting bagi kita untuk memahami hormon-hormon ini, kita membutuhkan keempatnya untuk tetap bahagia.
Endorfin.
Ketika kita berolahraga, tubuh melepaskan Endorfin.
Endorphin membantu tubuh mengatasi rasa sakit. Kami menikmati berolahraga karena Endorfin ini akan membuat kami bahagia.
Tertawa adalah cara lain yang baik untuk menghasilkan Endorfin.
Kita perlu 30 menit berolahraga setiap hari, baca atau menonton hal-hal lucu untuk mendapatkan dosis Endorfin hari kita.
Dopamin.
Dalam perjalanan hidup kita, kita menyelesaikan banyak tugas kecil dan besar, melepaskan berbagai tingkat Dopamin.
Ketika kita dihargai untuk pekerjaan kita di kantor atau di rumah, kita merasa puas dan baik, karena itu melepaskan Dopamin.
Ini juga menjelaskan mengapa sebagian besar ibu rumah tangga tidak bahagia karena mereka jarang diakui atau dihargai atas pekerjaan mereka.
Sekali, kita gabung kerja, kita beli mobil, rumah, gadget terbaru, rumah baru dan sebagainya. Dalam setiap contoh, ia melepaskan Dopamin dan kami menjadi bahagia.
Sekarang, apakah kita menyadari mengapa kita menjadi bahagia saat berbelanja?
Hormon ketiga Serotonin dilepaskan ketika kita bertindak dengan cara yang bermanfaat bagi orang lain.
Ketika kita melampaui diri kita sendiri dan memberi kembali kepada orang lain atau kepada alam atau kepada masyarakat, itu melepaskan Serotonin.
Bahkan, memberikan informasi yang bermanfaat di internet seperti menulis blog informasi, menjawab pertanyaan orang di grup Facebook akan menghasilkan Serotonin.
Itu karena kita akan menggunakan waktu kita yang berharga untuk membantu orang lain melalui jawaban atau artikel kita.
Hormon terakhir adalah Oksitosin,
dilepaskan ketika
kita menjadi dekat dengan manusia lain.
Ketika kita memeluk teman atau keluarga kita, Oxytocin dilepaskan.
Demikian pula, ketika kita berjabat tangan atau merangkul bahu seseorang, berbagai jumlah oksitosin dilepaskan.
Jadi, sederhana saja, kita harus berolahraga setiap hari untuk mendapatkan Endorfin,
kita harus mencapai tujuan kecil dan mendapatkan Dopamin,
kita harus bersikap baik kepada orang lain untuk mendapatkan Serotonin dan akhirnya
peluk anak-anak kita,
teman, dan keluarga untuk mendapatkan Oxytocin dan kami akan senang.
Ketika kita bahagia, kita bisa menghadapi tantangan dan masalah kita dengan lebih baik.
Sekarang, kita dapat memahami mengapa kita perlu memeluk seorang anak yang memiliki suasana hati yang buruk.
Jadi untuk buat anak Anda semakin bahagia hari demi hari ...
1. Motivasi dia untuk bermain di tanah
-Endorfin
2. Hargai anak Anda atas pencapaian kecilnya yang besar
-Dopamin
3. Menanamkan kebiasaan berbagi melalui Anda kepada anak Anda
-Serotonin
4. Peluk anak Anda
-Oxytocin
Memiliki Hidup yang sangat Bahagia
` Selamat Petang...! 🕊
2K notes · View notes
gialova · 5 years
Text
"Perempuan ini mulai merapal mantranya seraya memejamkan mata; aku baik-baik saja."
perempuan itu.
2 notes · View notes
gialova · 6 years
Text
5 Posisi Anak Bagi Orangtua dalam Al Quran
Dalam Al Qur'an Allah menjelaskan 5 potensi anak dalam keluarga muslim. Apa saja?
1. Anak sebagai hiasan hidup
_“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”_ (Qs. Ali Imron: 14)
💜 Dari ayat di atas, anak disebut sebagai satu dari kesenangan dunia. Setiap manusia pasti telah terhiasi hatinya dengan berbagai keindahan dunia tersebut. Hanya saja, Allah menawarkan tempat kembali yang lebih baik di sisi-Nya.
💜 Anak sebagai hiasan yang menghiasi hidup orang tuanya menjadi berwarna indah. Anak-anak ibarat pelangi. Warna mereka yang berbeda-beda membuat suasana rumah menjadi begitu indah dipandang mata. Kehadiran mereka selalu dinantikan.
💜 Terlihat jelas di pelupuk mata orangtuanya pelangi itu, apalagi saat pelangi itu ada di tempat yang jauh. Sehingga kerinduan pada anak-anak begitu membuncah.
2. Anak sebagai cobaan/ujian hidup
_"Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”_ (Qs. Al Anfal: 28)
_"Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.”_ (Qs. At Taghabun: 15)
❤ Anak juga menjadi cobaan hidup bagi orang tuanya. Seperti yang disampaikan dua ayat di atas, sehingga orangtua diminta agar berhati-hati. Keindahan itu tidak boleh melalaikan. Kenikmatan kita memandanginya tidak boleh melalaikan tugas para orangtua menjadi hamba Allah yang baik.
❤Jika tidak berhati-hati, saat kenikmatan itu telah pergi, kita baru sadar banyak kewajiban yang telah dilalaikan.
❤ Banyak hak orang lain yang terabaikan. Banyak potensi kebesaran orang tua terhenti karenanya. Dan akhirnya bisa kehilangan kesempatan meraih keindahan abadi dan hakiki; durga Allah. Sungguh kerugian yang besar.
3. Anak yang lemah
_"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”_ (Qs. An Nisa’: 9)
💙 Orang tua diminta agar memperhatikan benar generasi setelahnya. Tidak boleh hadir generasi lemah sepeninggal orang tuanya. Perhatian besar orangtua untuk meninggalkan segala hal yang membuat mereka kuat adalah merupakan kewajiban. Ayat ini mengingatkan agar orangtua berhati-hati jika mati belum menyiapkan anak keturunan, sehingga mereka menjadi beban masyarakat dan zaman.
💙 Kelemahan dalam masalah keimanan. Kelemahan dalam masalah pemahaman agama. Kelemahan ibadah dan akhlak.
💙 Para orangtua harus menyiapkan agama anak-anaknya. Karena pasti Allah akan menanyakan amanah itu kepada para orangtua.
💙 Kelemahan dalam masalah ekonomi. Kelemahan dalam kesejahteraan. Kelemahan fasilitas.
💙 Para orangtua bertanggung jawab jika kelemahan ini menjadi alasan jauhnya anak-anak dari Allah sehingga meninggalkan anak-anak dalam keadaan berkecukupan lebih baik daripada meninggalkan mereka meminta-minta kepada orang.
💙 Dan semua jenis kelemahan merupakan peringatan yang tidak boleh muncul pada kelahiran keturunan kita.
4. Anak sebagai musuh
_"Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya diantara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”_ (Qs At Taghabun: 14)
💛 Allah memerintahkan agar orangtua berhati-hati terhadap anak. Karena sebagian mereka adalah musuh. Jika anak telah menjadi musuh orang tuanya, maka hilanglah sebagian besar kebahagiaan rumah tangga. Karena hiasan itu kini hanya menjadi beban, penyebab ketakutan, kesedihan dan semua kesengsaraan hidup orangtua.
5. Anak yang baik dan menyejukkan pandangan
_“Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.”_ (Qs. Ali Imron: 38)
💗 Inilah anak yang diharapkan oleh setiap keluarga. Anak yang baik. Anak yang menyejukkan pandangan mata. Anak yang menyenangkan hati orang tua.
💗 Jelas ini adalah hasil panen jerih payah orang tua. Setelah sekian lama dalam kesabaran tiada berujung, orangtua berjuang mendidik mereka. Saat usia telah senja, tulang telah rapuh, kepala telah menyala putih, banyak keterbatasan, saat perlu bersandar, anak-anak yang baik itu benar-benar menyejukkan pandangan mata, menentramkan hati. Ibarat oase di tengah gurun sahara. Ibarat air sejuk bagi musafir yang telah lemas karena dehidrasi. Anak yang berbakti. Anak yang mengerti hak orangtua. Anak yang bisa mengangkat derajat orang tunya kelak di Surga Allah.
Moms and dads, kita diingatkan oleh Allah jangan sampai anak-anak kita menjadi generasi yang lemah dan menjadi musuh bagi orang tuanya. Setiap orang tua tentu berharap anak-anaknya menjadi penyejuk pandangan kedua orang tuanya.
So, jangan lelah untuk terus belajar dan memperbaiki diri untuk menjadi orang tua yang shalih dan amanah. Karena hanya itu yang bisa menjaga anak-anak kita. (an) 😁😁
📚 Sumber: parentingnabawiyah(dot)com
🌷SUPERMOM’s NOTE🌷
Edisi #superparenting 1 April 2018
🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄
☘ Email : [email protected]
☘ Fanpage FB : https://web.facebook.com/supermomwannabefanpage/
☘ Twitter : https://twitter.com/supermom_w
☘ Instagram : https://www.instagram.com/supermom_w/
☘ Tumblr : http://supermomwannabee.tumblr.com/
☘ WhatsApp: +6281904714215
☘ Line: @qxb9368f (use @) Link: http://line.me/ti/p/%40qxb9368f
57 notes · View notes
gialova · 6 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
“Dreams do not come true just because you dream them.” - Shonda Rhimes
23K notes · View notes
gialova · 6 years
Text
عصيتك فسترتني
Aku bermaksiat pada-Mu, dan Engkau masih menutup aib-aibku.
نسيتك فذكرتني
Aku banyak lupa pada-Mu, dan Engkau masih mengingat hamba hina ini.
اغضبتك فرحمتني
Bahkan ku pernah membuat-Mu marah, namun Engkau masih sangat Pengasih padaku.
لا إله إلا انت سبحانك اني كنت من الظالِمين
Tak ada yang patut disembah kecuali Engkau, Mahasuci Engkau, sungguh aku ini termasuk orang-orang yang menzalimi diri.
@edgarhamas
520 notes · View notes
gialova · 6 years
Text
mau repot
“mbak, kalau kamu mau anakmu jadi anak yang mandiri, berdaya, peka dengan sekitar, terasah empati dan emosinya, itu gampang. kuncinya satu, kamu harus mau repot.
membuat anak terus-menerus merasa terhibur dan memilih menghindarkan anak dari layar sebelum waktunya memang repot. lebih enak beri saja teve atau hape, biar nonton dan berhenti rewel. tetapi ini melatih anak untuk bisa membuat dirinya sendiri terhibur dengan yang ada di luar layar. ada banyak yang lebih menarik di sekitar.
membuat anak mau makan sambil duduk, apalagi makan sendiri, dengan rapi, tidak acak-acakan, dan makannya tetap banyak memang repot. lebih enak gendong dan suapi sambil jalan-jalan, makannya biasanya akan lebih banyak. tetapi ini melatih kesadarannya bahwa dia sedang makan. bahwa makan harus duduk. bahwa makan adalah bagian dari bersyukur.
membuat anak mau buang air di toilet, bisa duduk tenang, mencatur setiap pagi dan malam, memang repot. lebih enak pakai popok sekali pakai, biarkan saja buang air sesukanya. tetapi ini mengajarkan aturan dan menunjukkan bagaimana berperilaku yang baik. lebih sehat.
membuat anak memiliki jadwal yang rutin, jam tidur rutin, jam makan rutin, jam mandi rutin, memang repot. lebih enak biarkan saja anak semaunya. tetapi ini mengajarkan kebiasaan, yang saat besar akan memengaruhi perilakunya pula, kedisiplinannya.
mengikuti dunia anak dan tidak "memutus” begitu saja yang sedang dilakukan atau diinginkannya memang repot. harus menunggu sampai puas main air di kamar mandi, harus membuntuti sampai puas memanjat tangga, harus mengikhlaskan rumah berantakan, repot. tetapi ini memberikan sinyal kepadanya bahwa dirinya disayangi, didukung, dan boleh belajar.
mbak, intinya, menjadi ibu itu bisa saja tidak repot, tetapi jika ingin anaknya jadi anak yang berdaya kelak, ya harus mau repot. di tengah segala kemudahan yang ditawarkan zaman ini, menjadi ibu harus pintar-pintar memilih, harus banyak-banyak sabar, dan lebih banyak lagi memaafkan.“
demikian nasihat ibu untuk saya. sulit bagi saya membayangkan kerepotan yang saya timbulkan untuk ibu saat kecil dulu. ibu tidak pernah mengeluh, tidak pernah lelah. semoga Allah memberikan cinta-Nya untuk ibu.
2K notes · View notes
gialova · 6 years
Text
Mengajarkan Ibadah yang Menyenangkan pada Anak
Sebuah Catatan Seminar bersama Bunda Elly Risman, Psikolog
Oleh: Yulinda Ashari Bidang Pemuda ASA Indonesia Divisi Riset dan Kajian
Tumblr media
Sebagai orang tua Muslim, kita seharusnya sudah memahami bahwa tugas utama kita dalam pengasuhan anak adalah bagaimana menjadikan anak sebaik-baik hamba yang taat beribadah kepada Allah swt. Konsep ibadah dan keimanan ini harus diajarkan sejak anak masih dini, agar kelak ketika beranjak dewasa mereka sudah terbiasa untuk beribadah tanpa harus disuruh lagi. Metode pengajaran beribadah kepada anak tentu berbeda dengan orang dewasa. Ibadah bagi anak-anak harus dibuat menyenangkan. Mengapa ibadah bagi anak harus menyenangkan? Karena targetnya anak-anak, maka metode harus disesuaikan dengan cara kerja otaknya. Bagian sinaps pada otak anak belum menyatu dengan sempurna sehingga ibadah harus dikemas secara menyenangkan. Orang tua tidak bisa memberikan pengasuhan dengan mengabaikan perkembangan otak anak. 
Sebelum mengajarkan ibadah kepada anak, orang tua harus mengingat kembali bahwa hal ini merupakan perintah Allah yang harus diperjuangkan dengan bersungguh-sungguh, karena sejatinya tujuan penciptaan manusia di dunia adalah untuk beribadah dan mengagungkan keesaan Allah swt. Mari kita buka kembali QS. Ad-Dzariyat ayat 56-58, yang artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi Rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
Salah satu tanggung jawab orang tua dalam hal beribadah ini adalah bagaimana cara membentuk kebiasaan yang baik serta meninggalkan kenangan yang baik pada anak. Ingatkah dahulu kala mungkin ada yang mendapat “ancaman” jika tidak salat? Barangkali hal itu dapat membentuk kebiasaan yang baik, namun kenangan yang tertinggal di ingatan adalah kenangan yang tidak baik, bukan? Kebiasaan baik dan kenangan yang baik. Ibadah harus dibuat menyenangkan agar anak tidak merasa terbebani, tidak menolak, dan tentu saja agar mereka merasa senang dan bahagia ketika beribadah. Jangan pernah tinggalkan kenangan buruk untuk anak ya Ayah Bunda!
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah berbicara dengan tutur kata yang benar.“ (QS. An-Nisa ayat 9)
Tugas pengasuhan anak apalagi terkait ibadah ini memang bukanlah hal yang mudah. Namun ingatlah bahwa karakter anak apapun yang Allah anugerahkan kepada Ayah Bunda, tidak akan melampaui batas kesanggupan masing-masing orang tua. Selalu ingatlah bahwa anak kita sejatinya bukanlah milik kita. Anak hanyalah titipan Allah yang dapat diambil kapan saja. Anak adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada pemilik-Nya. Mereka adalah kenikmatan, tantangan, sekaligus ujian, yang kemudian proses pengasuhannya membutuhkan perjuangan berupa pikiran, perasaan, jiwa, tenaga, serta biaya yang tidak sedikit. Bayangkan jika kita dititipi anak presiden, mungkinkah kita berani memukul, mencubit, atau berkata kasar padanya? Tentu saja tidak. Lalu bagaimana jika kita dititipi anak langsung oleh Sang Pemilik Kekuasaan? Masih beranikah kita mendidik anak tanpa ilmu dan bersikap sewenang-wenang pada mereka? Kira-kira sudah berapa banyak kita melanggar perintah Allah terkait pengasuhan anak ini?
Didiklah anak karena Allah. Jangan pernah mengharapkan kebaikan dari anak jika orang tua tidak mendidiknya dengan baik. Anak-anak kita bukanlah pilihan kita, mereka adalah takdir pilihan Allah untuk kita. Boleh memasukan anak ke sekolah-sekolah agama, namun bukan berarti kewajiban orang tua dalam mengajarkan agama menjadi gugur begitu saja. Tugas orang tua untuk mengajarkan agama harus dituntaskan terlebih dahulu sebelum memasukan anak ke pesantren. Di akhirat kelak, bukan guru-guru pesantren yang akan ditanya, tapi para orang tua masing-masing. Ayah dan Bunda, sudah siapkah mempertanggungjawabkan tugas pengasuhan ini?
Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi para orang tua dalam mengajarkan anak beribadah yang menyenangkan, antara lain: 1. Tantangan dari dalam diri sendiri dan pasangan Tantangan utama dalam hal ini adalah terkait bagaimana masalah agama ini ditanamkan pada diri Ayah dan Bunda sendiri. Selalu lihatlah ke dalam diri sendiri sebelum menyalahkan lingkungan. Seberapa pentingkah agama dalam hati dan kehidupan kita? Mungkinkah berharap anak yang salih saat kitapun tidak berusaha menjadi orang tua yang salih? Mungkinkah menginginkan anak yang rajin salat sedangkan Ayah dan Bunda tidak salat? Jadilah teladan yang terbaik bagi anak-anak kita terkait ibadah ini. Pelajarilah ilmu agama lebih banyak. Tumbuhkan kesadaran bahwa tujuan utama mendidik anak adalah menjadikan mereka penyembah Allah. Bagi yang sedang dalam proses pencarian pasangan, sepakatilah di awal pernikahan dengan pasangan untuk bersama-sama mendidik anak menjadi hamba Allah jika telah terlahir ke dunia kelak.
Tahukah Ayah dan Bunda, dalam proses pengasuhan ini, penanggung jawab utamanya ternyata adalah Ayah! Keterlibatan ayah untuk membentuk kebiasaan beribadah anak SANGAT PENTING! Anak yang mendapat keterlibatan pengasuhan ayahnya yang baik akan tumbuh memiliki harga diri yang tinggi, prestasi akademik di atas rata-rata, lebih pandai bergaul, dan saat dewasa akan menjadi pribadi yang senang menghibur orang lain. Maka wahai para ayah, kembalilah! Tugas ayah bukanlah sekadar mencari nafkah, namun juga sebagai penanggung jawab utama pengasuhan anak. Jika ayah terlalu sibuk bekerja—dengan alasan untuk kebahagiaan istri dan anak—maka tanyakanlah kembali pada diri: apa yang sebenarnya sedang ayah kejar? Apa yang ayah sebut dengan kebahagiaan anak dan istri tersebut? Tidak takutkah kelak dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah mengenai hal ini?
2. Mengasuh generasi Alfa • Gen Y lahir pada rentang tahun 1980 – 1994. • Gen Z lahir pada rentang tahun 1994 – 2009. • Gen Alfa lahir pada rentang tahun 2010 – 2025. - Mereka hidup dengan internet (belajar, bikin PR, makan olahraga, tidur). - Semua serba cepat, instan, menantang dan menyenangkan. - Mereka terbiasa multiswitching (melalui gadget). - Mereka memiliki tata nilai yang berbeda. Generasi yang akan kita didik saat ini adalah para Alfa. Jika generasi Alfa ini tidak dididik dengan metode yang tepat sesuai zamannya, maka akan sulit memasuki dunia mereka, bukan? Karenanya, Ayah dan Bunda tidak boleh abai dengan tantangan dan perkembangan zaman ya!
3. Beban pelajaran yang berat • 70% anak masuk SD sebelum usia 7 tahun. • 46% anak di sekolah 6 – 7 jam sehari. • 25% sekolah masih memberi materi pelajaran formal setelah jam 12 siang. • 52% guru di sekolah masih memberikan 1 – 2 PR. • 18% anak mengikuti les mata pelajaran setelah pulang sekolah. • 25% anak mengikuti les 2 -3 hari dalam seminggu. • Standar kelulusan Indonesia tertinggi di dunia. Dengan beban pelajaran yang berat bagi anak, kegiatan beribadah seringkali menjadi tidak diutamakan. Para orang tua mendidik anak mereka menjadi orang yang pintar secara akademik, namun hampa secara keimanan. Tanamkanlah tekad dalam diri, “Anakku harus salih dulu, baru pintar”. Jangan salahkan pula jika kemudian anak menjadi mudah emosi karena terlalu lelah di sekolah. Jangan pernah abaikan perasaan mereka. Hindari menasihati mereka saat emosinya sedang tidak baik. Orang tua juga perlu menyelesaikan emosi dengan dirinya sendiri, jangan sampai emosi kita kemudian berimbas kepada anak dan pasangan. 4. Peer Pressure 5. Ancaman dari agama dan kepercayaan lain 6. Perubahan nilai dari masyarakat kita
Mulai dari mana?
Selesaikanlan urusan dengan diri sendiri dan pasangan terkait urusan ibadah ini. Semua kebiasaan beribadah ini bermula dari Ayah dan Bundanya, jadilah role model yang baik dan idola bagi anak kita sendiri. Orang tua juga perlu mengenali keunikan serta tahapan perkembangan otak anak, sehingga metode yang disampaikan dapat sesuai dan tepat sasaran. Kenalkan ibadah pada anak dengan cara yang menyenangkan. Biarlah jika pada awalnya mereka suka sekali bermain air saat berwudhu hingga bajunya basah dan haruss diganti berkali-kali. Biarlah jika gerakan salatnya masih semaunya, suka menarik-narik sajadah, atau menganggu ayah bundanya saat sedang salat. Jangan dimarahi. Biarkan anak senang dan bahagia terlebih dahulu dengan praktik ibadah ini. Masukan target “bahagia” dalam proses pengasuhan anak. Mendidik anak memang harus disertai kesabaran yang tanpa batas. Tidak apa-apa, didiklah anak dengan cinta karena Allah semata. Jika anak senang beribadah, ia akan mau beribadah, kemudian menjadi bisa beribadah, dan terakhir menjadi terbiasa beribadah tanpa harus disuruh dan merasa dipaksa.
Untuk mengajari anak ibadah yang menyenangkan diperlukan niat baik, kejujuran, keterbukaan, serta kerjasama yang baik dari kedua orang tuanya, tidak bisa hanya salah satunya saja. Setelahnya, kombinasikan semua tekad itu dengan mengenali kepribadian anak, sesuaikan dengan cara kerja otak, bakat, serta seluruh kemampuan anak. Setiap anak kita adalah unik, otak anak baru berhubungan sempurna ketika berusia 7 tahun, sedangkan hubungan anatara sistem limbik dan corteks cerebri di otak baru sempurna pada usia 19-21 tahun. Butuh sekitar 20 tahun bagi orang tua untuk mendidik anak dengan baik, maka bersabar dan bersungguh-sungguhlah, karena Allah menyukai orang yang bersungguh-sungguh. Jangan menuntut anak untuk dewasa sebelum waktunya. Anak perlu menjadi anak untuk dapat menjadi orang dewasa, hilangnya masa kanak-kanak akan mengakibatkan masyarakat yang kekanak-kanakan. Bantulah anak-anak kita untuki mekar sesuai dengan usia dan kemampuan serta keunikannya. Ayah dan Bunda harus membuat kesepakatan dan kerjasama di awal, siapa pengambil keputusan dalam hal A dan B, buat perencanaan-pelaksanaan-evaluasi, buat target per anak, pembagian kerjasama, kontrol, dan selalu bermusyawarah dalam setiap keputusan yang melibatkan seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak. Ubah paradigma dan cara pandang kita, bahwa anak bukan saja harus bisa beribadah, namun juga suka beribadah.
Landasan Psikologis Anak
Anak Usia 5 – 8 tahun Ibadah untuk anak usia ini bukanlah suatu kewajiban, tapi perkenalan, latihan, dan pembiasaan. Tidak ada kewajiban syar’i bagi anak untuk beribadah, namun ada kewajiban syar’i bagi orang tua untuk membentuk kebiasaan anak dengan cara yang menyenangkan. Didiklah anak dengan modal, misalnya belikan mukena yang disukai anak, membelikan baju koko baru agar anak rajin ke masjid, dan lain sebagainya. Jangan ragu mengeluarkan modal untuk keperluan beribadah kepada Allah swt. Jangan juga hilang kegembiraan anak usia 5 -8 tahun, masuki dunia anak dengan metode 3B: Bercerita/Berkisah, Bermain, dan Bernyanyi. Landasan Psikologis Anak Usia 5 – 8 tahun: • Mudah dibentuk. • Daya ingat yang kuat. • “Dunianya” terbatas. • Meniru: orang tua/ situasi. • Rasa persaudaraan sedunia.
Landasan Psikologis Anak Usia 9 – 14 tahun: • Otak sudah sempurna berhubungan. • Umumnya: Mukallaf. • Emosi sering kacau. • Tugas sekolah semakin berat (ditambah les). • Banyak aktivitas, termasuk bermain internet dan games. • Peer Pressure yang sangat kuat. • Hal yang perlu diperhatikan pada usia ini antara lain: - Fokus pada target tahun ini: tanggung jawab seorang yang sudah baligh. - Perlakuan dan komunikasi sebagai teman. - Bisa menjadi pendamping/ pembimbing adik-adiknya. - Diberi tanggung jawab sosial: mengantar makanan untuk berbuka puasa, membayar zakat, dan kerja sosial yang mudah sesuai usia. - Ajari anak untuk berwirausaha/ berdagang.
Landasan Psikologis Anak Usia 15 – 20 tahun: • Prefontal Corteks hampir sempurna berhubungan. • Dewasa muda. • Semakin banyak aktivitas, games dan internet. • Mulai mengenal pacaran dan pergaulan bebas. • Orientasi semakin di luar rumah. • Hal yang perlu diperhatikan pada usia ini antara lain: - Fokus pada target tahun ini: dewasa muda, ajarkan fiqih pernikahan. - Perlakuan dan komunikasi sebagai sesama orang dewasa. - Bisa menjadi motivator dan pembimbing adik-adiknya. - Jadikan ia penggerak/ koordinator kegiatan anak dan remaja masjid/mushala.
Setelah mengetahui landasan psikologis pada rentang umur anak, maka metode pembiasaan beribadah pada anak dapat disesuaikan dengan perkembangan dan cara kerja otaknya. Ayah dan Bunda harus terus belajar untuk bisa menjelaskan pertanyaan “mengapa?” dari anak, jelaskan apa yang saja yang menjadi perintah dan larangan Allah swt., serta manfaat dan ganjaran dari beribadah. Gunakan pendekatan kognitif secara ringkas serta contoh yang kongkrit pada anak, serta selalu gunakan Al-Qur’an dan Hadis sebagai referensi utama,. Teruslah bersabar dalam mendidik anak karena waktu persiapan setiap anak tidaklah sama, proses pengasuhan harus disesuaikan dengan usia, kemampuan, kondisi fisik, dan karakter anak.
Persiapkanlah diri Ayah dan Bunda untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Gunakanlah kata-kata yang memahami perasaan anak, lebih banyak mendengar aktif, hindari kata-kata yang menghambat komunikasi dengan anak, serta biasakanlah memberi kesempatan kepada anak untuk berpikir, memilih, dan mengambil keputusan. Jika saat ini anak kita dimanjakan oleh fasilitas: kamar pribadi, rumah yang luas, gadget, serta wifi dan akses internet yang tidak terbatas, jangan lupa ingatkan anak untuk menahan pandangan dan menjaga kemaluannya, ingatkan bahwa meski Ayah dan Bunda tidak berada di rumah atau di sekolah, ada Allah yang tetap mengawasi dimanapun mereka berada. Sampaikan tips sukses pada anak yang tidak hanya berupa kemampuan akademik, namun juga berupa salat tepat waktu, sayang pada ibu, puasa Senin dan Kamis, serta mengaji setiap pagi dan sore.
Akhirnya, selamat berjuang! Miliki kekuatan kehendak, bayangkan, dan doakan anak-anak menjadi penyembah Allah yang taat. Semoga Allah karuniakan kita anak-anak yang salih dan salihah.
Tumblr media
4K notes · View notes
gialova · 6 years
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Menemukan ini dari postingan teman, rangkuman salah satu kajian ustadz Adi Hidayat. Entah siapa yang buat ini, tapi MasyaAllah bermanfaat, semoga menjadi catatan amal kebaikan.
3K notes · View notes
gialova · 6 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Al Quds adalah tanah suci yang penuh berkah. Al Quds tanah para nabi. Allaah menjadikannya kiblat pertama Muslim. Kesinilah wajah menghadap saat sholat dahulu.
Rasulullaah shallahu allaihi wassalam memerintahkan Usamah bin Zaid ra membawa pasukan untuk membebaskannya. Dibawah kekhalifahan Umar bin Khaththab ra, Al Quds bebas dari penguasaan Romawi, hingga Yahudi bisa masuk kembali dan kesucian Nasrani tetap utuh.
Sholahuddin Al Ayyubi kembali mencontoh Umar, membebaskannya dari The Crusaders, kaum salib Eropa sehingga Al Quds kembali menjadi pusat ilmu dan peradaban Islam.
Saat Zionist Internasional mengirimkan Yahudi Eropa ke Palestina pada tahun 1900-an, jumlah Yahudi di Al Quds tak sampai 10%. Mayoritasnya adalah Muslim.
Dimana logika pembenaran Al Quds/ Yerusalem dijadikan Ibu Kota Penjajah yang tidak punya hak berdiri di tanah suci?!
SAY NO!!! to Al Quds/ Yerusalem for Israel!!!
©smart_171
3K notes · View notes
gialova · 7 years
Text
RTM : Untuk Terus Mencintainya, Kamu Harus Berjuang.
Catatan ini mungkin lebih khusus ke laki-laki. Sebab nanti, selepas menikah. Mungkin dalam pandangan matamu, istrimu tidak akan secantik-semanis-sebaik-dan sesempurna sewaktu kamu dulu memperjuangkannya. Saat ini, bisa jadi kamu bisa menyangkal. Tapi, nanti selepas menikah dan menjalaninya, kamu mungkin baru akan memahami maksudku ini.
Kamu harus berupaya untuk bisa terus mencintai istrimu. Perasaan itu tidak tumbuh seperti rerumputan yang terkena hujan. Perasaan itu adalah pohon besar dan kamu menanamnya sejak bibit. Kamu harus merawatnya, menyiraminya, melindunginya dari hama, menyiangi rerumputan disekitarnya, dan juga kamu harus selalu waspada agar ketika nanti ia sudah cukup besar, tidak ada orang lain yang tiba-tiba datang dan menebangnya.
Perempuan yang barangkali adalah temanmu, rekan kerjamu, atau orang yang tiba-tiba kamu temui di jalan. Mereka mungkin tidak melakukan apapun, tapi matamu tidak. Matamu bisa membuat apa yang terlihat menjadi beribu kalilipat lebih baik, lebih cantik, dan segala kelebihan lainnya yang mungkin akan menyulut perasaan lainnya. Tantangan. Seperti kala dulu kamu memperjuangkan perempuan yang menjadi istrimu saat ini.
Untuk itu, ingat-ingatlah selalu kebaikan perempuan yang sedang di rumah menunggumu pulang. Siapa orang yang paling khawatir kala kamu sakit. Siapa orang yang bisa menerimamu apa adanya saat kamu bukan siapa-siapa dan tak memiliki apa-apa selain kenekatanmu menikahinya dulu. Siapa orang yang rela bersusah payah mengurus segala keperluanmu, juga keperluan anak-anakmu nanti. Ia bersedia bersusah payah mengandung anakmu sembilan bulan dalam kepayahan yang kamu tidak bisa merasakannya. Anak yang mungkin lebih kamu cintai nantinya daripada istrimu.
Sungguh, untuk terus mencintainya, kamu harus berjuang. Bualanmu tentang cinta saat ini, juga bualanmu tentang segala janji itu bisa aku katakan adalah omong kosong. Sebab nanti, jalan yang amat panjang dan mungkin akan membosankanmu telah menanti. Biar tak bosan, kamu perlu menghidupkan setiap ingatanmu mengapa dulu kamu mau memperjuangkannya, setiap rasa syukurmu, dan iman.
Sebab menikah dengan seseorang yang kamu cintai saat ini bukanlah hadiah, melainkan sebagai ujian baru. Ujian yang hanya bisa kamu jawab ketika kamu menjalaninya, bukan dengan lisan, melainkan perbuatan.
©kurniawangunadi | 10 September 2017
4K notes · View notes
gialova · 7 years
Text
(Sepotong Ayat) Quran yang Berjalan
Saya teringat dengan uwak saya, Uwak Sahak. Beliau adalah abang ayah saya. Nama aslinya sungguhlah indah: Ishak. Nama seorang nabi yang berayahkan nabi dan beranak-cucu nabi. Akan tetapi, lidah orang-orang Melayu kampung tak akan membiarkan nama indah itu menjadi panggilan. “Ishak” pelan-pelan berubah tanpa meminta pertimbangan pihak yang paling berkepentingan, yaitu si pemilik nama, menjadi “Sahak”. Di keluarga ayah saya, ia tak sendiri. Adik bungsu mereka yang bernama “Ahmad” berakhir dengan panggilan “Momat”. Sungguh terlalu!
Saya ingin bercerta tentang kisah hidup uwak saya ini. Saya sungguh yakin jikalau cerita ini diketahui oleh Sutan Takdir Alisjahbana, ia akan terpekur karena menyadari bahwa novel “Tak Putus Dirundung Malang” karyanya itu sungguhlah belum terlalu pilu bila dibanding kisah hidup Uwak Sahak. 
Uwak Sahak memiliki seorang puteri yang berparas jelita. Sayangnya, jika mengikut penilaian banyak orang, dengan banyak tetapi. Dahulu ketika saya kecil, saat saya bertandang ke rumah uwak saya itu, saya sering merasa kasihan dengan sepupu saya itu. Semenjak lahir ia hampir-hampir tak bisa melihat. Belakangan hari, ia diserang demam tinggi sehingga penglihatannya yang memang sudah kabur itu hilang sama sekali. Tak cukup sampai di situ, sepupu saya itu pun tak bisa mendengar dan berbicara. 
Anak kedua uwak saya adalah seorang laki-laki. Jika dibandingkan teman-teman sebayanya, para pemuda Melayu kampung lainnya, ia masuk ke dalam kategori baik, meskipun dikenal agak pendiam. Jenis laki-laki Melayu yang tak banyak cincong. Suatu masa, malaria tropikana membuatnya tumbang. Ingatan dan pengendalian dirinya berantakan setelah pulih dari penyakit itu. Jika sedang kambuh, ia akan berteriak-teriak dan bisa membahayakan orang lain. Saat sedang membaik, ia akan diam tercenung dan mengisap rokok. Terkadang ia mengayuh sepeda berpuluh-puluh kilometer untuk akhirnya ketika malam pulang kembali ke rumah. 
Uwak Sahak bukanlah tipe ayah yang pasrah. Anak-anaknya tak sekadar ia serahkan keadaan anaknya nasib. Segala ikhtiar telah ia coba untuk mengobati anak-anaknya itu. Uwak Sahak bahkan sudah menjual beberapa bidang tanahnya untuk biaya pengobatan di rumah sakit nomor satu di Medan. 
Jika saudara-saudara berpikir ini sudah tak tertahankan, tunggu sebentar, kisah ini belum selesai. 
Beberapa tahun setelah anak keduanya kehilangan akal sehat, anak laki-lakinya yang lain seakan menyusul nasib abangnya, terkena malaria tropikana dan porak-poranda pula jiwanya. Jika nasib, sebagaimana yang dikatakan Chairil Anwar, adalah kesunyian masing-masing, saya kira kedua sepupu saya itu sedang menjalani kesunyian masing-masing di dunia mereka. Jenis kesunyian yang seakan-akan hanya bisa diwakili kalimat Chairil yang lain, hidup hanya menunda kekalahan.
Dari sekian banyak anak uwak saya, saya pikir kakak sepupu itu saya itulah yang paling cerdas. Ia pula yang lebih dahulu melanglang bekerja hingga ke seberang Selat Malaka sana. Apalagi kalau bukan negeri jiran Malaysia. Tampaknya hidupnya akan baik-baik saja, apalagi selepas ia menikah dan melahirkan seorang anak. Akan tetapi, lagi-lagi jalan hidup ternyata tak selurus itu. Ia meninggal dunia. Meninggalkan anaknya yang masih merah. Lebih getir, sang suami pergi entah ke mana. Ia lepas tangan dari segala tanggung jawab membesarkan anak. Jadilah, anak itu sekarang diasuh oleh uwak saya. 
Terakhir, beberapa bulan yang lalu, suami anak sulungnya, meninggal dunia.  Ketika saya menanyakan bagaimana ia bisa menjalani hidup yang seperti ini, ia hanya tersenyum. “Beginilah hidup yang dikasih Allah, kito hanyo menjalankan sajo.”
Alahmak, saya tak sanggup menahan diri. Kata-kata Rasulullah yang begitu sering saya baca alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, semua keadaannya adalah kebaikan, dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, itu adalah kebaikan baginya menjelma begitu intens menyelimuti diri saya. Kalimat itu tak sekadar menjadi pengetahuan semata, ia bahkan saya lihat secara nyata, langsung!  
Hal yang mengharukan dari beragama, paling tidak menurut saya, adalah ketika kita bisa melihat secara konkret ada seseorang yang diam-diam, dengan utuh, dengan seluruh jiwanya, menjalani apa-apa yang diajarkan agama. Agama bagi orang-orang ini tak sekadar pembelajaran, tetapi juga cara bagaimana menjalani kehidupan. Untuk orang-orang seperti uwak saya ini, sesulit apapun hidup senantiasa tertanggungkan karena perintah-perintah Tuhan tak pernah ia tangguh-tangguhkan. Ia paham benar maksud sepotong ayat ini, innallaha ma’as shabirin, sesungguhnya Allah bersama orang-orang sabar. Di setiap tambahan cobaan yang ia terima, ia melihat dengan jelas pesan yang terselip, bahwa Tuhan masih ingin berlama-lama dengannya.
Semoga kita didekatkan menjadi pribadi seperti Uwak Sahak. Mungkin kita tak bisa menjadi Al Quran yang berjalan sebagaimana Rasulullah yang digambarkan Bunda Aisyah, tetapi bolehlah kita sedikit berharap menjadi “sepotong ayat Quran yang berjalan”. Jika tak sekarang, semoga sebentar lagi. 
99 notes · View notes
gialova · 7 years
Text
tabiat
“Weakness of attitude becomes weakness of character”
Suatu hari waktu saya lagi celingukan mencari alamat, ada lelaki paruh baya yang mengarahkan motor yang saya tunggangi supaya parkir di hadapannya. “Mau ke klinik? Di sini aja parkirnya”. Saya pun memarkirkan motor di bahu jalan tempat ia tengah berdiri. Setelah saya selesai mengunci setang, lelaki itu mengajukan usul, “Parkirnya 3.000 ya soalnya motornya besar, berat ngangkatnya”. Karena waktu itu saya tidak memiliki uang pecahan kecil, ia pun sepakat untuk menunda pembayarannya.
Begitu urusan di klinik selesai, saya kembali ke jalan dengan uang kembalian. Disodorkanlah selembar Rp10.000 sebagai uang pecahan terkecil. Begitu uang diterima, lelaki paruh baya tadi langsung mengakhiri kesepakatan dengan ucapan terima kasih. “Enggak usah kembalian aja ya, kang. Nuhun”. Hmm. Tanpa banyak ba-bi-bu, saya relakan uang tersebut dengan pertimbangan toh saya memang tidak akan datang ke klinik itu lagi untuk kurun waktu yang lama.
Dari klinik, saya melanjutkan perjalanan ke sebuah toko grosir untuk berbelanja. Setelah menerima struk perbelanjaan, saya mengepalkan beberapa lembar uang kembalian untuk pramuniaga yang sigap melayani dan membantu mengikatkan belanjaan ke jok. Begitu sang pramuniaga tuntas berurusan dengan tali rafianya, saya sodorkan kepalan uang tadi ke arah tangannya. Tak disangka, ia langsung menolak pemberian saya seraya tersenyum dan berterima kasih. Jelas bukan penolakan basa-basi karena ia kontan beranjak masuk ke dalam toko.
Saya termenung di perjalanan pulang. Apakah juru parkir tadi terbiasa berbuat seperti itu? Permasalahannya sungguh bukan pada jumlah uang yang terlihat tak seberapa, melainkan perilaku yang telah terabadikan sebagai tabiat. Baik berupa kebiasaan untuk berbuat seenaknya dengan uang orang lain atau menolak uang tip untuk menjaga niat, keduanya merupakan bagian dari karakter seseorang.
Apakah juru parkir tadi lebih membutuhkan uang dibanding pramuniaga toko? Jelas keduanya sama-sama membutuhkan uang untuk penghidupan mereka. Namun cara yang masing-masing tempuh dalam membangun kebiasaan telah membedakan karakter keduanya dengan kontras. Siapapun akan merasa tidak nyaman saat harus berurusan dengan karakter serupa bapak juru parkir dan sebaliknya - menaruh rasa hormat saat mengetahui karakter serupa pramuniaga toko grosir tadi.
Maka berhati-hatilah. Mungkin tanpa sadar kita pernah menggunakan kepunyaan orang lain tanpa seizin pemiliknya. Perlu diakui bahwa kita kuat dalam membangun karakter namun masih lemah dalam mengawal proses membangun kebiasaan. Padahal, kelalaian itu bisa menghasilkan dampak berupa kebiasaan buruk yang diam-diam kita amini, bertumbuh perlahan dalam jangka waktu yang panjang kemudian kadung mengkristal sebagai tabiat yang mengemudikan kita.
“Chains of habit are too light to be felt until they are too heavy to be broken”
Awalnya, kita yang membangun kebiasaan. Kelak, kebiasaan yang telah susah payah kita bangunlah yang akan membangun (atau menghancurkan) kesan kita di mata orang lain. Sungguh ia bisa sedemikian melalaikan dan mengendalikan. Oleh karenanya, kecermatan diperlukan agar kita bisa mengawal proses membangun kebiasaan dengan seksama. Jangan sampai kita merugi karena sibuk membangun kebaikan di satu sisi tapi mengabaikan keburukan yang kepalang tumbuh terlalu liar di sisi lainnya. 
Kalau memang mencegah lebih baik daripada mengobati, maka cermat dalam membangun kebiasaan jauh lebih ringan dibanding merombak karakter yang membutuhkan waktu serta pengorbanan yang lebih besar nantinya.
Laluilah proses sekecil apapun dengan sebaik mungkin. Ucapkan permisi saat melewati kerumunan orang, simpan sampah kering di saku kita sebelum menemukan tempat sampah, isi kembali tangki bensin kendaraan yang dipinjam dari orang lain, patuhilah rambu-rambu lalu lintas dan jangan sisakan makanan dari menu yang telah kita pesan sebelumnya.
Sungguh kita tak pernah tahu, dari kebiasaan yang mana keburukan yang ada dalam diri kita bermula lalu bertumbuh dan terbentuk. Kita pun tak akan tahu, dari tabiat yang mana kita akan dikenal, disimpulkan dan dikenang oleh orang lain. Maka, bentuk seburuk-buruk pengabaian adalah pengabaian terhadap diri sendiri karena saat kita mengabaikan keburukan mengakar di dalam diri, entah pihak mana yang suatu hari nanti akan menyemai kerugiannya dari diri kita.
246 notes · View notes
gialova · 7 years
Quote
Dunia ini ibarat ruang ujian. Tentu ada pahit dan getirnya. Pasti banyak letih dan jerihnya. Tapi semoga, lembaran-lembaran ujian kita dicukupkan di dunia saja, biar Akhirat benar-benar menjadi tempat kita beristirahat.
(via laninalathifa)
319 notes · View notes
gialova · 7 years
Text
7. kebaikan hati
sesungguhnya melakukan kebaikan yang tampak dan terlihat jauh lebih mudah daripada melakukan kebaikan yang rahasia, yang hanya hati kita (dan Allah) yang mengetahuinya. kebaikan yang tampak itu seperti memberi kepada orang lain, bersedekah, berinfak, membantu orang lain, mendengarkan kesusahan hati orang lain, serta kebaikan-kebaikan lahiriah lainnya.
sesungguhnya kebaikan yang dikerjakan oleh hati kita saja, itulah kebaikan yang paling sulit dilakukan. bersyukur secara utuh, atas semuanya–yang dimiliki dan tidak, yang didapat dan tidak, yang tercapai dan tidak. bersabar secara utuh, atas semuanya–masa lalu, masa kini, masa depan, ketetapan yang bisa diubah, dan takdir yang tak bisa diubah. ikhlas secara utuh, atas semuanya–yang dilakukan, yang dikatakan, yang ditinggalkan, yang dilepaskan.
atau kebaikan seperti memaafkan orang lain meskipun tidak diminta. kebaikan seperti menghapus utang orang lain, mengikhlaskannya, agar di akhirat orang itu tidak perlu mencari kita untuk membayar utang. kebaikan seperti melupakan kesalahan orang lain, mematikan perasaan kecewa di dalam diri kita. kebaikan seperti menahan amarah dan rasa sedih yang begitu membuncah. kebaikan seperti tidak berprasangka buruk, kebaikan seperti tidak menjadikan orang lain “korban” atas perasaan-perasaan tidak nyaman yang kita miliki sendiri.
demikianlah sehingga puasa adalah kebaikan yang rahasia. kalau menahan haus dan lapar saja, puasa itu baru sampai pada kulitnya. hakikat kebaikan berpuasa adalah kebaikan hati, yang memang sulit sekali untuk dikerjakan dengan sempurna.
di bulan suci ini, berdoalah kita, “semoga Allah mengangkat segala penyakit hati yang ada, agar bersih dan baik hati kita.” semoga puasa kita penuh, utuh sampai intinya.
di bulan penuh ampunan ini, berdoalah kita, “semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita, membukakan pintu taubat seluas-luasnya.”
180 notes · View notes
gialova · 7 years
Text
guna
“A tree is known by its fruit; a man by his deeds”
Suatu siang saat saya tengah berkendara, ada seorang kakek yang berpakaian serba kuning lengkap dengan topi capingnya menenteng ontel di bahu jalan. Di muka sepedanya tertulis, “Relawan Pejuang Kebersihan”. Ternyata sosok itu adalah Pak Sariban, relawan berumur 73 tahun yang terbiasa mengayuh ontel mengelilingi kota Bandung untuk membersihkan sampah-sampah yang berserakan dengan peralatannya sendiri.
Seorang alim pernah berbagi hikmah, dalam urusan menyalurkan kemanfaatan, ada orang yang terlihat seperti sungai. Mereka menyederhanakan dan membuka diri supaya mudah diambil manfaatnya oleh khalayak. Di sungai, banyak orang mencuci, bermain, bahkan membuang hajat. Di sisi lain, ada juga orang yang terlihat seperti sumur. Dalam namun lebih sulit diambil manfaatnya. Sebelum mencuci harus ditimba, bermain tak leluasa, buang hajat bisa mendatangkan bahaya.
Umumnya kita berpikir, sebelum menyalurkan kemanfaatan kepada orang lain, ada kegunaan yang harus kita kumpulkan terlebih dahulu untuk kemudian disalurkan. Ada benarnya, juga ada salahnya. Kesalahan yang hadir, umumnya berbentuk penundaan. Kita terus menunda sampai akhirnya kita enggak pernah merasa betul-betul bermanfaat dan berujung dengan ketiadaan maslahat yang dibagikan untuk orang lain.
Oleh karena itu, keterbukaan memang diperlukan untuk menindaklanjuti penyaluran kemanfaatan diri - seperti halnya sungai yang mudah diambil kegunaannya. Karena semestinya, kemanfaatan seseorang terus bertambah seiring dengan pertumbuhan dirinya. Dengan bersikap terbuka, arus kebaikan yang menderas bisa terus mengalirkan kegunaan. Semakin kemanfaatan dibagi, semakin bertambah kekuatannya. Semakin seseorang berguna, semakin besar dampak yang dihasilkan bagi lingkungannya.
Kita perlu bersyukur karena saat ini dengan mudah didapati banyak pengubah yang berbagi kemanfaatan untuk menyelesaikan permasalahan di lingkungan sekitarnya. Selain Pak Sariban, ada juga sosok pemulung yang rutin mengurai penyumbatan sungai karena gunungan sampah, ada wanita lumpuh yang mengajar bimbel anak-anak sekitar rumahnya atau kakek pengayuh becak yang hobinya menambal jalan berlubang. Rasanya, sebutan “pahlawan sosial” amat layak disematkan kepada mereka.
Sayang, kita yang lebih terdidik dan sejahtera dibanding mereka, masih bersikukuh untuk menumpuk-numpuk kemanfaatan tanpa menyalurkannya. Padahal, kondisi para pahlawan sosial tadi belum tentu lebih baik dari kita. Hanya saja, prakarsa mereka jauh lebih juara. Itu yang membuat kita merasa kecolongan dan malu. Malu dengan gelar. Malu dengan kepemudaan. Malu dengan prestasi. Malu dengan kepemilikan. Malu karena semuanya tak membuat kita menghasilkan dampak yang lebih berbekas dibandingkan mereka.
Saat era modern berprinsip “tak ada makan siang yang gratis”, para pahlawan sosial tadi terus bergerak dengan menggratiskan kemanfaatannya dalam berbagai bentuk. Saat teknologi masa kini mendorong penggunanya untuk menapaki tangga popularitas, para pahlawan sosial tadi terus bergerak senyap tanpa menghiraukan jumlah likes. Mereka meninggalkan jejak dari trotoar ke trotoar, sungai ke sungai dan tempat-tempat tanpa rasa nyaman yang juga bermasalah.
Jangan-jangan, kita menganggap diri sendiri tidak cukup bermanfaat bukan karena ketiadaan maslahat, tapi karena terlalu asyik dengan diri sendiri. Ogah ribet.
Saat kesempatan berbagi manfaat datang menghampiri, kita perlu terbuka dan bersegera menyambutnya. Yakinlah bahwa beringan tangan dalam menyebarkan kemanfaatan adalah gerbang awal untuk menjadi sebaik-baik manusia. Kalaulah setiap pohon dikenal karena buahnya, maka manusia dikenal karena jejak perilakunya. Bukankah harusnya kemanfaatan menjadi buah dari pertumbuhan kita sebagai manusia? Maka sudah sepantasnya, seluas-luas khalayak berhak memetik kebaikan kita untuk diambil kegunaannya.
188 notes · View notes
gialova · 7 years
Text
tentang menjadi ibu: ada yang jauh lebih melelahkan daripada mengurus bayi, yaitu mendengarkan kata orang tentang mengurus bayi. ibu rumah tangga atau ibu bekerja, melahirkan normal atau sesar, ASI atau susu formula, bahkan dibedong atau tidak, pakai kaus tangan atau tidak, diberi bedak atau jangan. belum lagi dengan banyak sekali mitos seputar kehamilan dan kelahiran. mulai “minum minyak kelapa biar lahirannya gampang” sampai “jangan lupa bawa peniti biar nggak ketempelan”. dari yang masih setengah masuk akal sampai yang bisa-bisa merusak akidah.
sekarang saya mengalami–tak sekadar memahami–pergulatan-pergulatan tentang yang terbaik itu. tidak jarang saya berbeda pendapat dengan ayah ibu, bapak ibu, kakak/adik saya, atau malah dengan mas yunus. lebih tidak jarang lagi, perbedaannya membuat diri menjadi lebih lelah daripada mengurus bayinya.
bayinya susah pup, “ini ibunya makan aneh-aneh ya?” padahal belum tentu sakitnya karena makanan ibunya. bayinya keringet buntet, “aduh kasian, nggak diurusin sama ibunya.” padahal mandinya dua kali sehari. bayinya digigit nyamuk, “duh kok bisa sih? jadi bentol-bentol tuh.” padahal kan nggak sengaja. bayinya menjadi lebih kurus, “ini kurang nih mimiknya. ibunya gimana ini?” padahal emang bayinya aja yang lagi males mimik.
lelah–tapi itu kalau diambil hati. kalau tidak, santai-santai dan asik-asik saja. sayangnya, nggak semua ibu bisa menyikapi yang demikian dengan santai. apalagi kalau yang begini datangnya dari orang-orang terdekat.
setiap orang akan mendewasa dengan sendirinya ketika menjadi orangtua. pilihan yang diambil, sudah pasti yang menurutnya terbaik untuk sang buah hati. nggak mungkin rasanya ada ibu yang mau mencelakakan anaknya sendiri.
mungkin kita bisa saling membantu membuat para ibu setingkat lebih tenteram hidupnya, dengan tidak usah melontarkan komentar yang tidak perlu-perlu amat, yang salah-salah bisa membuat sang ibu sedih. apalagi melabeli orangtua seperti apa dirinya berdasarkan apa yang dipilih untuk anaknya.
menjadi ibu itu pengorbanannya luar biasa. dari yang kelihatan seperti begadang-begadang sampai yang tidak kasat mata seperti mimpi-mimpi yang kemudian diikhlaskan. mari kita saling mendukung para ibu supaya senang dan berbahagia, terlepas dari apa pilihannya untuk anak-anaknya. percayakan saja.
semangat yah para ibu muda! i feel you. ♡
471 notes · View notes
gialova · 7 years
Photo
Tumblr media
Hidup itu tidak selalu penuh dengan kesenangan, karena dunia bukanlah surga. Juga tak melulu tentang kesedihan, karena dunia bukanlah neraka. . Hidup ibarat roda yang terus berputar, maka jadikan sabar dan syukur sebagai penyeimbangnya. . #ntms #reminder #sabar #syukur
7 notes · View notes