Tumgik
Text
Meminta dengan Cinta
Aku tahu kau sedang lara Menggigit bibir, terjerembab dalam fenomena yang kau tak suka Bagimu, juang puluhan tahun lalu tak bisa jadi pembenaran dalam pemaksaan Tentu saja di poin itu aku juga sama Sayangnya, kita bisa jadi sedang mengulik sesuatu yang dianggap tabu yang bagimu itu menjadi suatu hal yang harusnya jadi dasar keyakinanmu Sialnya, aku lupa soal luka dari keyakninan, soal proses yang nyatanya tidak pernah kualami Namun, dari sanalah lantas tak membuatku perlu menghakimimu Dan kadang nafsu merasa benar begitu menjengkelkan Apakah kita sepakat pada poin itu? Baiklah, jika poinnya soal keterpaksaan. Kali ini aku setuju. Bahkan Tuhan pada "dia" tidak memaksa, tidak ada aturannya Tetapi, aku percaya, Tuhan selalu meminta dengan cinta. Kita saja kadang meminta seseorang melakukan sesuatu karena kita tahu mana yang terbaik untuk dia. Bukankah itu artinya kita cinta? Dan mungkinkah Tuhan kebalikannya. Rasanya Tuhanku tidak sejahat itu. Ya, Manusia memang kadang kurang bijaksana Ya, namanya juga manusia Justru, mengkambinghitamkan Tuhan karena manusia aku ngeri membayangkannya dengan pongah menyatakan pada dunia "lihat yang katanya pengikut Tuhan itu! Mereka jahat!" Sungguh aku takut Mudah-mudahan kita sepakat untuk menebar cinta tanpa paksaan, menghapus penghakiman dengan saling menghargai. Hai, aku sedang memintamu. Bismillah, pakai cinta... []
0 notes
Text
Hay Kamu
Barangkali hari ini Tuhan belum menemukanku denganmu. Tapi izinkan aku menjagamu dari kejauhan. Kamu, kutitip kamu pada Allah Aku titip: Jika kamu sekarang sedang sedih. Maka Allah, tolong hiburkan kamu untuk akh. Jika kamu sekarang sedang berbahagia, maka aku doakan kamu agar tidak lupa bersyukur. Makin sayang sama Allah. Jika kamu sekarang sedang diuji, maka aku minta agar ujianmu dimudahkan. Kamu dijadikan orang yang mampu mengambil hikmah dan memperbaiki diri Jika kamu sekarang sedang dalam perjalanan memperbaiki diri menyiapkan bekal untuk kita nanti, kudoakan semoga kamu bisa istiqomah dan kita bisa bertemu ketika kita sama-sama telah menjadi manusia yang siap menebar kebaikan. Doaka aku, agar aku bisa tetap menjaga hatiku. Menitipkannya pada Allah sebelum engkau mengambilnya. Doakan aku mencintai Allah, bahkan ketika kamu datang kamu adalah seorang yang kucintai karenaNya. Doakan aku yang dalam ujian. Doakan aku yang berusaha mempersiapkan diri yang terbaik. Agar esok aku tak mengecewakan ibu bapakmu. Saudaramu. Agar esok aku bisa menjadi Khadijahmu, yang mendukung setiap detik perjuanganmu di tengah umat. Agar kelak aku jadi madrasatul ulaa bagi anak-anak kita. Yang dalam kandungan kugaungkan kisah Al-Quran. Yang ketika lahir kita beri nama terbaik. Ketika sedih atau senang dia tahu ada ibunya yang siap mendengar ceritanya. Dan membersamaimu dalam mendidiknya berakhlak mulia. Cinta pada Tuhannya, senang menjaga kalamNya. Menjadi pejuang ditengah persoalan umat. Kamu hari ini aku belum sempurna. Maka mari kita saling menjaga. Kutitipkan kamu padaNya. Saksikanlah mungkin nanti kita akan merayakan bahagia.
0 notes
Text
Surat Cinta untuk Bapak
Bapak, Tidak pernah aku meminta pada Allah untuk menjadi anakmu. Tapi Allahlah yang memilihkanmu sebagai sosok bapak yang harus kuberikan bakti Allah yang memilihkanmu untuk kuminta kebaikannya. Allah yang memilihkanmu untuk kusayangi, kubela dalam doa. Bapak, Barangkali aku pernah kecewa, tapi lantas tak membuatmu hina Justru bapak mungkin banyak kecewa pada tapi tak pernah mengungkapkannya padaku dalam kata. Bapak, Harusnya aku banyak memberi kebaikan padamu. Bukan menghakimimu dalam kekurangan. Bapak, Tak banyak yang bisa aku lakukan untuk kebaikanmu. Selain menaatai semampuku. Kututupkan kain kudung di kepalaku. Kujuntaikan hijab. Kututup auratku untuk menutup auratmu. Aku tak mau Allah menyalahkanmu bapak. Aku tak mau engkau bertanggungjawab atas kegagalanku menjaga kehormatanku. Bapak, Aku belajar agama, menitipkan diri pada orang lain. Aku tak mau Allah bertanya padamu mengapa anakmu tak paham soal agama. Aku tak mau Allah bertanya padamu mengapa anakmu buruk akhlaknya. Meskipun akhlaku belum sempurna, setidaknya bapak, aku selalu berusaha memperbaiki diri. Bapak, Barangkali aku susah menasihati. Agar bapak memperbaiki diri. Menjadi pemimpin yang baik bagi diri, bagi ibu, bagi aku dan adiku, serta bagi umat. Maka Bapak, Aku titipkan engkau pada Allah. Kusebut namamu di keheningan. Kusemayamkan doa terbaik untukmu di hati yang paling dalam. Bukankah Allah alimun bidatissudur. Bapak, aku ingin kita bersama saling merangkul, menjaga, berkelindan tangan menuju surgaNya. Anak mana yang tak mau sekeluarga kumpul di surga? Maka inilah surat cintaku untukmu, Bapak. Maka saksikan Bapak, Aku mencintaimu karena Allah
0 notes
Quote
Tak apa kemarin kamu lari dari kenyataan, besok mari berlari untuk menyatakan
Disya
0 notes
Quote
Yang dirindukan dari lingkaran ini adalah: Mata. Hati. Mata anak-anak yang bersinar, hati-hati yang bergetar, mendengar kalimat-kalimat Allah diagungkan. Barangkali kita belum jadi manusia baik. Tetapi berada di lingkaran ini adalah upaya untuk senantiasa membawa kebaikan. []
Dini Sri Mulyati-24 September 2017-Hari pertama Tutorial
0 notes
Photo
Tumblr media
#BIBLIOSTORY
Hamka, Agus Salim, Natsir, Isa Anshary, Roem. Lima tokoh yang dikenal sebagai politikus religius, bahkan disebut-sebut sebagai ulama. Kelimanya menjadi saksi perjuangan perumusan dasar negara Indonesia, yang kini berlabel pancasila . Buku ini menyuguhkan perjalanan, kebiasaan inspiratif dari kelima tokoh itu. Bagaimana pola pikir, siapa yang mempengaruhinya, apa karya yang mereka torehkan . Adalah Hamka, ulama karismatik yang teguh pendirian pada agamanya. Pemaaf dan tetap berkarya meski sempat didekam penjara. Hamka besar tanpa mengenyam pendidikan formal, perjalanannya sebagai tokoh berpengaruh Mumadiyah, buah pikir yang briliant menjadikan Hamka mendapat gelar kehormatan pertama dari Universitas Al-Azhar Mesir, yang kemudian berhubungan dengan hasil karyanya Tafsir Al-Azhar. 
Kata-kata yang paling mengena dari Hamka adalah: Jika hidup sekadar hidup babi di hutan juga hidup. Jika bekerja sekadar kerja kera juga bekerja! 
Tokoh selanjutnya adalah Muhammad Natsir. Sama-sama berasal dari Minangkabau Natsir muda berguru pada Ahmad Hassan, sehingga Natsir kemudian jadi tokoh yang berpengaruh di Persis. Natsir memiliki latar belakang sederhana, namun dia sempat mengenyam pendidikan formal di sekolah Belanda. Dia bahkan sempat mendirikan sekolah. Kisah yang menarik dari Natsir adalah saat dia duduk kelas 5. Dia sudah bisa membuat makalah dengan judul "Dampak Industri Tebu pada Perekonomian Rakyat" dengan data yang akurat, pantas jika akhirnya Natsir sempat jadi orang yang Soekarno percayai sebagai Perdana Menteri RI kala Indonesia masih berbentuk negara RIS. Lalu Natsirlah yang kembali menjadikan RIS sebagai NKRI . 
Mohamad Roem, nama itu tenar dalam perjanjian Roem-Royen. Roem adalah tokoh yanh cerdas dalam berdiplomasi. Roem sendiri adalah teman sekawanan dengan Natsir dan Hamka berguru pada Agus Salim. Ia sempat menjabat sebagai Menteri Luar Negeri RI . Isa Anshary adalah tokoh yang mungkin kurang terkenal. Isa sendiri merupakan tokoh yang belajar dengan Ahmad Hassan bersama Natsir. Namun, Isa lebih menentang Pancasila sebagai dasar negara. Ia bahkan menyebut Natsir dan Hamka sebagai ulama yang takut disebut anti pancasila.
SElanjutnya di: @seribu.literasi (instagram)
0 notes
Photo
Tumblr media
#BibliostoryMIDAH
Suara Hadji Abdul terdengar kian menjadi dalam. Lambat-lambat terdengar: seorang tua telah mengampuni anaknya sekalipun dia belum menjalani kesalahan, Midah. (Hal 115)
 *** . 
Midah-Simanis Bergigi Emas, novel Pram kedua tentang perempuan yang kubaca. Pram kembali menyuguhkan ceita tentang perjalanan perempuan di masanya. Sebelumnya membaca novel Larasati, membuatku terengah-engah menyaksikan keterlibatan perjuangan perempuan di masa penjajahan, sementara Midah adalah sebuah cerita melankolis tentang kehidupan perempuan yang di tipu oleh cinta. . Bagaimana bisa cinta menghasilkan anak haram jadah?” begitulah pertanyaan Midah pada dirinya sendiri. Midah perempuan yang lahir dari keluarga terpandang, anak dari seorang Hadji, Si Manis Bergigi Emas, harus terjerembab dalam “dosa” akibat perlakuan tak adil ayahnya semasa Midah muda. . 
Sang ayah, yang dahulu memanjakannya tetiba berubah setelah memiliki anak lelaki yang diidam-idamkan. Midah manis menjadi tak terurus, kerap kali kena bentak, dan dinikahkan paksa dengan duda kaya beristri banyak. . Jika kamu membaca novel ini, pada awalnya kamu akan dibawa pada persaan kesal pada orang tua Midah. 
Pram berhasil menggambarkan betapa bebalnya orang tua yang kolot agama. Tetapi selanjutnya, malah ingin kumaki Midah ini. Seorang perempuan bisa minggat dari rumah aman demi mencari kebahagiaan yang buram. Berjalan dari satu resto ke resto lain dengan keadaan bunting. Midah, si manis itu! Ya! Si manis itu akhirnya terpikat pada seorang lelaki yang pengecut. Tetapi aku bertanya-tanya, mengapa harus namanya Ahmad? . 
Kita dibawa pada perasaan bagaimana menjadi orang tua. Kesan orang tua yang mencintai anaknya begitu lekat dalam novel ini. Bagaimana pun, sebejat apapun orang tua tidak akan selamanya marah pada anaknya. . Seorang tua telah mengampuni anaknya sekalipun dia belum menjalani kesalahan.” Lalu kamu pikir semuanya berhenti disitu? Cerita happy ending setelah orang tuanya memaafkan Midah? Pada kenyataannya, seperti hidup, akhir cerita Midah tak semudah itu. Aku bahkan terkejut, Midah membuat putusan yang membuatku terkejut. Ah! Pram katamu memang lagi-lagi membuatku mendesah, lalu memekik “Edan!” []
0 notes
Text
#BiblioStory THE OLD MAN AND THE SEA
Ernest Hemingway 162 Halaman Penerbit Narasi
Semacam jetlag suhu! Itu mungkin kesan pertama yang didapatkan selama proses membaca buku ini. Suhu tulisan populer dan sastra klasik. Berat! Jengah! Tak Sabar! Aku hampir berteriak. Buku macam apa ini? Kenapa tidak ada babnya? Membuat sulit menandai, sampai mana aku baca buku ini tadi? Bukunya kecil tapi membuatku mendecakkan lidah . 
The Old Man and The Sea, sebuah buku yang membuat penulisnya mendapat penghargaan ini menceritakan perjalanan nelayan tua yang dianggap tidak beruntung melaut. Hingga suatu hari Hemingway, mengajak kita untuk mengikuti perburuannya dengan ikan Marlin selama beberapa hari . Kau akan diajak belajar bagaimana kerasnya berjuang. "Sekarang bukan saatnya kita meratapi yang tak ada, tapi bagaimana memanfaatkan apa yang ada disekitar kita," halaman 134 . 
Membuat sedikit cambuk pada diri kita di dunia nyata. Hemingway barangkali memang ingin menunjukkan, seorang lelaki tua saja begitu semangatnya dalam mempertahakan keberuntungannya, bagaimana mungkin kita manusia hidup tanpa keinginan berjuang . 
Lalu apa yang dia dapatkan? Sebuah ikan besar yang bahkan perkasa! Hasil tangkapan yang luar biasa! Namun, sayang sekali rasanya itu tidak bisa disebut keberuntungan baginya. Jangan tanya kenapa, mari berlayar saja bersamanya, dan barangkali kau akan rasakan bahwa ikan-ikan di laut bukan hanya merobek kulitmu, tetapi merobek hatimu juga! []
0 notes
Text
Ketika Perempuan Tak Dirasa Cukup untuk Sekadar di Rumah
Masa sekarang, kata orang, adalah masa emansipasi. Khususnya bagi perempuan, kini perempuan boleh melakukan apa yang laki-laki lakukan atas dasar kesetaraan gender. Perempuan bukanlah lagi makhluk lemah, berhak jadi pekerja, bahkan jadi presiden. Dengan demikian bukanlah hal aneh jika pada masa kini, seorang laki-laki ditanya, "apakah kamu ingin memiliki istri yang diam di rumah atau bekerja?" dua dari tiga laki-laki menjawab ingin perempuan yang bekerja.
Sah-sah saja, dengan argumen pribadi, memiliki keinginan demikian. Saya seorang perempuan, saya kuliah, saya berkarier. Tapi, jujur saja, jika ada dua orang laki-laki yang menjawab yang satu ingin istri yang bekerja dan yang satu ingin istri yang di rumah. Saya lebih suka memilih yang kedua. Seorang laki-laki yang ingin memiliki istri di rumah, mencerminkan bahwa ia tak egois. Ia siap bertanggung jawab bagi keluarga. Memiliki pemikiran yang matang atas segala keputusan, dan membuktikan ia sebagai imam yang adil.
Duhai, sesungguhnya dalam diri perempuan itu ada hati yang lembut. Hati yang penuh cinta. Dan hati yang lemah. Jangan dirusak fitrah itu dengan  bekerja. Berpikir, dan berlelah-lelah di tempat kerja, perlahan-lahan membuat firah itu tersisihkan.
Dapat dibayangkan jika anak-anak dididik oleh seorang ibu yang tidak memiliki perasaan. Pulang ke rumah dengan wajah lunglai. Belum lagi urus pekerjaan rumah, tak sempat mengurusi anak. Menjadikan istri sebagai pekerja adalah bukti bahwa secara pelan merampas hak dirinya, hak anak-anak yang dilahirkannya.
Hal itu bukanlah sebuah keniscayaan! banyak anak merasa terlantar karena ibu yang bekerja. Ibu yang cenderung menyukai berlogika dari pada berperasaan. Ibu yang tak mengerti bagaimana menjawab keresahan anak karena ia tak peka lagi apa yang dirasakan anak.
Dunia yang feminisme, menuntut adanya keadilan bagi perempuan. Padahal siapakah pencetus feminismi itu, kalu selain orang kafir yang iri terhadap perempuan muslim. Menyebut Islam agama yang tak adil kepada perempuan. Padahal nyata di depan mata, Al-Quran tidak pernah menghirarkikan  antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran bukanlah alasan sebagai ketidak adilan. Adil bukan berarti harus sama rata. Adil adalah menempatkan apa yang seharusnya. Perempuan dengan kelemahan fisiknya, apakah dikatakan adil, jika disuruh bekerja berat?
Muncul lagi, pernyataan "Jangan menjadi perempuan sindrom Cinderella..." Ya! Sindrom seorang putri. Saya bahkan lebih setuju jika perempuan dijadikan seperti tuan putri. Perempuan mulia yang senantiasa tertutup auratnya jika dihadapan laki-laki. Cinderella bukanlah orang yang lemah, ia bahkan sabar menghadapi cobaan. Perempuan yang tidak bekerja bukan berarti tidak pintar, atau derajatnya lebih rendah. Di mata saya, perempuan yang tidak bekerja adalah permpuan yang luar biasa. Mementingkan kasih sayang terhadap anak dan suami, daripada sekadar uang. Seperti Khadijah, dan Aisyah, apakah dengan tidak bekerja lantas mereka tidak mulia?
Keji sekali, jika masyarakat menganggap perempuan tidak bekarja sebagai orang yang tidak berkemampuan. Ya! itulah akibatnya jika ekonomi terus meninggi. Perempuan jadi korbannya.
Hal ini bukan berarti menolak pendidikan bagi perempuan, seperti yang diperjuangan RA Kartini. Saya agak bingung, kenapa pendidikan harus selalu diikuti pekerjaan. Pendidikan adalah untuk mencari kerja. Al-Quran menyebut orang yang berilmu lebih tinggi derajatnya. Jika tidak bekerja, bukan berarti tidak lebih tinggi derajatnya bukan? Hari ini saya mulai berpikir, jika saya punya anak perempuan saya tidak akan memaksanya untuk bekerja. Saya lebih memilih memiliki cucu yang soleh solehah, daripada memiliki anak yang berpenghasilan.
Di sinilah, peran laki-laki. Jadilah imam yang baik untuk istri. Jadilah orang yang kuat. Jika saat muda, sering bikin status galau, dikit-dikit curhat soal yang tidak penting, bagaimana ketika punya istri? Pikul beban sendiri saja tidak bisa, bagaimana pikul beban berdua. Jangan-jangan malah bunuh diri! Agak miris memang, ketika survei membuktikan, bahwa banyak perempuan pintar daripada laki-laki. Tapi bukan berarti tidak baik menjadi imam. Perempuan dirasa lebih suka orang yang bekerja keras, daripada sekadar orang pintar.
Boleh jadi, bagi Anda yang tahu latar belakang saya, menyebut ini sebagai opini pribadi. Memang ya! Saya, tidak mengatakan saya tidak setuju perempuan bekerja. Tapi saya mengatakan, saya lebih bangga terhadap perempuan yang berperan dalam menciptakan generasi soleh-solehah. Perempuan yang tahu bagaimana perkembangan anaknya. Dunia, tolong jangan paksakan perempuan melakukan hal yang tak dikuasainya. Dunia, tolong jangan rampas fitrahnya. Dunia, tolong kembalikan "keadilan" baginya.
[Berontak, 3 April 2015]
0 notes
Text
Hijab dan Cinta
MENYOAL tentang Muslimah maka menyoal keyakinan seorang wanita yang beragama islam. Menyoal kembali tentang Muslimah dan hijab, maka akan  kembali menyinggung keyakinan.  Keyakinan.
Tidaklah mudah mengajak seorang nonmuslim untuk mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Dan tidaklah mudah mengajak seorang muslim untuk menghayati bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah tauladan yang dikirimnya kepada manusia. Mengimani setiap firman Allah, dan melakukan tingkah laku sesuai dengan sunnah Muhammad.
Menyoal hijab, adalah menyoal keyakinan. Adalah alasan yang sangat klise, ketika seorang enggan berhijab karena, " yang berhijab tingkah lakunya belum tentu baik."
Sekali lagi, jangan salahkan hijabnya.
Hari ini, dan hari-hari sebelumnya adalah kumpulan kisah yang kian hari kian terasa mengusik hati.
Ada yang bertanya, "Apakah kamu islam? Kenapa hijabmu panjang?"
Dan sekali-kali ingin kujawab, "Apakah islam itu hijabnya tidaklah panjang?"
Sekali-kali aku termangut, persepektif cenderung terbalik.
Yang berjil***b merasa bangga, karena merasa trendi, lumrah, dan apa adanya. Dan yang berhijab panjang merasa risih karena seolah didiskriminasi. Malah dijauhi. Dianggap teroris, malah dikatagorikan ISIS.
Ah! ISIS, bahkan sekali-kali aku ingin mengasumsikan bahwa ISIS itu tidak ada. Hanya cerita yang tumbuh dari antah berantah. tanpa wujud, yang tumbuh hanyalah sebutan ISIS teroris, ISIS sesat. ISIS penjahat.
Dan sungguhpun hati terasa tersayat ketika seorang wanita berhijab rela membuka kembali hijabnya atas dasar. KAMU ISIS dan KAMU penjahat. Kamu memakai Burqa, kamu memakai cadar dan kamu teroris.
Ya Ukhti, apakah setega itu kau menghakimi saudara sendiri. Mencaci firman ilahi, melecehkan tuntunannya. Karena sekali kali perintah berhijab itu bukanlah datang dari mereka yang mengaku kelompok pejuang jihad. Bukan. Tapi dari Al-Quran.
Ya Ukhti, aku sungguh sangat-sangat menyadari, bahwa hijab adalah panggilan hati, hijab berasal dari keyakinan diri. Dan keyakinan adalah hidayah. Sangatlah indah bahwa hidayah yang didapat diterapkan dengan istiqamah. Bukan dilepas begitu saja karena takut medapat fitnah dari manusia yang lemah. Mengakhirkan kebaikan karena takut disebut so alim oleh orang lain.
Allah tidak akan mendzalimimu dengan hijabmu, tapi kamu mendzalimi dirimu sendiri karena tidak menyayangi tubuhmu. Tubuhmu yang telah Allah janjikan masuk ke surganya.
Allah selalu memberikan rahmat kepada semua orang di dunia ini, tapi Allah melebihkan rahmatnya kepada orang yang dicintainya. Ketika dicintai Allah maka bahagialah dirimu. Cukup kepada Allahlah tempat bergantung. Karena hanya kepada Allahlah tempat kembali. Sekali-kali orang yang menasihatimu untuk membuka hijabmu tidak akan menyelamatkanmu. Sekali-kali orang yang menudingmu dengan keji, tidak akan menolongmu.
Memang benar, orang yang berhijab panjang juga pasti ada cacatnya. Dan orang yang tidak berhijab, bahkan orang nonmuslim pun pasti ada baiknya. Tapi sampai kapan akan terus menghitung-hitung amalan orang lain? Mempersembahkan ibadah hanya untuk dipandang oleh orang lain?  Mempersembahkan amalan kepada orang lain hanyalah membuat kita serba salah dan capek sendiri. Sedangkan, sekali lagi, Allah tempat kamu kembali.
Berhijab adalah bentuk cinta. Cinta kepada dirimu, cinta kepada keluargamu, dan mempersembahkan cinta kepada calon/imammu.  
Cintamu kepada Allah, cinta Allah Kepadamu. []
0 notes
Text
Terpikat Cadar Sahabat
Unsur rupa cantik jelita tidak ternilai di balik balutan sehelai kain yang menutupinya.
Aku menatap malu, tapi lugu.
Entah mengapa ada cahaya di matanya.
Seolah berkata aku mencintai Allah, sungguh.
Dia gadis lugu yang selalu duduk disudut kelasku.
Keremajaannya mulai tampak dari sikapnya yang emosional, tetapi itu sangat natural.
Marahnya bukan karena ia marah.
Tapi karen cinta.
Diamnya bukan karena ia bosan berbicara tapi karena takut menggores luka.
Proses.
Satu kata, aku terpikat sungguh.
Bisik-bisik tetangga terasa semakin menggelitik di telinga.
"Hus, dia kenapa terkena Flue setiap hari?"
Aku tersenyum.
Ia hanya terdiam.
Entah gejolak apa lagi yang ia sembuyikan dari balik masker warna-warninya waktu itu.
Gadis kecil itu awalnya gadis kecil seperti biasanya.
Kemudian menjadi remaja yang mulai mengeksplor dunia.
Sedikit-sedikit menemukan jati diriya.
Cinta terhadap tuhannya, teguh dengan pendiriannya.
Dunia mulai kejam, sungguh.
Setelah proses ia tempuh, bisik tetangga nampaknya mulai meninggi bunyinya.
"Hus, dia kenapa membedakan diri?"
Aura ke"Aku"an masih terpancar dalam jiwa remajanya.
Entah gejolak apa lagi yang ia sembunyikan dari balik helai kain hitam itu.
Ah! Kau, aku terpikat kecantikan manusia yang tersembunyi.
Cantik wajah tidak sebanding dengan cantik hati.
Perempuan itu indah dalam perspektif.
Aku bertanya padaku,
Kapan dan kapan?
Aku terpikat.
Sungguh. []
0 notes
Text
Cemburu untuk Rohingya
Ditulis: 13 Juli 2015
Aku termangu lelah cemburu Aku terdiam lelah menahan getar geraham Ya! Bagaimana bisa? Rohingya. Cemburu pada mereka yang bergulat dengan waktu Berdebat dalam kenyataan, penyiksaan. Garis-garis tangan kian mengasar Kulit-kulit kian menghitam Puluhan jam, ratusan menit, ribuan detik menahan getirnya terombang-ambing dalam lautan Aku cemburu, sungguh. Jika mereka tak lelah berjuang untuk secercah harapan mengapa tak mampu ukuwah ini rengkuh dalam dekapan. Dalih nasionalisasi, Alabi tak ada nasi, Bah! Hanya membusuk dan membasi. Aku cemburu... mengapa aku tak bisa membantu. Aku cemburu... mengapa aku tak setegar itu. Aku cemburu, atas ujian yang menyimpan harapan Balasan Jannah di hari kemudian. Aku terdiam dalam getir pertanyaan. Sedang mereka menimbun pahala sabar dalam cobaan, sanggupkah aku beratahan dalam kenikmatan? []
0 notes
Text
Ia Mengecupku Setiap Malam
Malam ini aku tak bisa tidur. Padahal sudah pukul 11.20. Adikku sudah mendengkur hebat di kamarnya. Aku menengok tudung saji di meja makan. kosong. Tempe mendoan yang tersisa tiga biji setelah makan tadi, raib digondol tikus. Dapur berubah menjadi berantakan sekali. Duh, masa iya malam-malam harus rapi-rapi?
Kesal benar aku. Tak bisa tidur sungguh menyiksa. Ya! Menahan letih dan menahan lapar... tapi yang paling menyiksa adalah menahan sepi.
Sepi adalah bagian dari hidupku. Dari bangun tidur hingga tidur lagi, kami--aku dan adikku-- bagaikan dua anak tanpa orang tua. Tak kutemui Ibu di dapurku. Tak kutemui ayah di ruang tamu. Ah! Kau, tudung saji adalah sumber kebahagiaanku. Kadang-kadang aku berpikir di sanalah bukti aku masih punya ibu.
Akan ada makanan disana. Bukti bahwa ibulah yang memasaknya. Entah kenapa aku tak curiga kalau itu makanan dari tetangga. Tidak ada tetangga yang mengirim makanan jam 5 subuh bukan?
Kadang aku berpikir apakah seorang ibu hanya bertugas memasak nasi atau menyiapkan roti? Seorang ayah membaca koran dan meminum kopi? toh ternyata itulah yang selama ini aku temui.
Aku marah berkali-kali, karena mereka hanya jadi dongeng bagiku. Aku kesal bertubi-tubi karena mereka menelantarkanku. Jangankan untuk berkata I Love You berpikir mereka ada aku ragu.
Aku pusing lagi-lagi. Mendengar adikku merengek ingin bertemu mereka. Dan aku tidak tahu harus berjumpa di mana. Adalah aku manusia bodoh yang dalam usia ke-20 belum tahu di mana orang tua bekerja.
Tak ada hal basa-basi di antara kami.
"Uang kamu masih ada...?"
"Apakah kamu lulus ujian...?"
Bosan sungguh mendengarnya. itu-itu saja yang mereka katakan. Kenapa mereka tidak bertanya,
"Kenpa kau murung hari ini?"
Ah! Itu sangat tak masuk akal, bagaimana mereka tahu aku murung, toh mereka tak pernah ada di rumah. Ya... entahlah mereka itu orang tua macam apa.
"Brum...."
Tunggu kupikir itu suara mobil ayahku. Ah! Benar ternyata. Mereka berdua sudah tiba. Tepat pukul 12 malam. Apakah selarut ini mereka pulang? Pantas saja aku tidak pernah bertemu dengannya. Gila saja, segini malamnya. Waktu tidurku paling lambat hanya pukul 10 malam.
Tidak! Mereka membukakan pintu. Oh my god! Aku harus pura-pura tidur sekarang juga.
***
"Say, kenapa dapur kita berantakan sekali?"
"Sudahlah, biar aku bereskan sebentar lagi..."
"Tidak usah, biar besok saja dibereskan. Hari ini istirahat saja, kita sudah sama-sama lelah."
"Hem... ini sudah kwajibanku kan? Besok aku takut tidak sempat membereskan, bisa jadi kita malah terlambat."
Sreeekkk...
"Dia sudah tidur..."
"Ya..."
"Dia cantik sekali... anak kita sudah dewasa."
"Kau selalu saja begitu, Say."
"Apa?"
"Setiap malam kau datangi kamar anak-anakmu lalu kau menciumnya. Ini adalah ciuman... tunggu biar kuhitung... 7.850 kali untuknya. Tidak, tidak... pasti lebih dari itu, kau kan sering menciumnya ketika bayi... dan kau masih melakukan hal yang sama sampai sekarang ini."
"Kenapa? Kau iri pada anakmu sendiri?"
"Hei... tidak-tidak. Seharian aku telah mencurimu dari mereka, kenapa aku harus iri?"
"Hem... kau tahu itu."
"Sesungguhnya aku sedih, aku hanya bisa menciumnya, mengecup keningnya setiap malam. Kau tahu bahkan aku melakukannya saat ia tidur. Nyatanya aku tidak bisa melakukannya saat ia membuka mata."
"Kau...kau sungguh..."
"Jika kau berpikir demikian, aku malah ragu."
"Maafkanku telah merampasmu."
"Sudahlah, ayo kita keluar... aku takut anak kita malah terbangun."
***
Aku menyentuh keningku. Basah. Dan kuyakin ini bukanlah keringat. Noda merah menempel di jariku. Kata-kata tadi terus terngiang di telingaku. Membuat mataku panas. Dan hujan membasahi pipiku kemudian. []
0 notes
Text
Putus
"Aku ingat kok ulang tahun kamu..."
Malam semakin larut. Jari tangan kiriku mengetuk-etuk meja belajar, sedang tanganku yang lain masih menggenggam ponsel di telingaku. Ada jeda yang cukup panjang saat itu. Entah apa yang ada di pikirannya, namun bagiku malam itu ingin cepat saja kuakhiri semua perbincangan ini. Ya, semuanya.
"Aku nggak papa kok, lagian ulang tahun itu nggak terlalu penting kan?" nada suaranya parau, tanda ia mengingkari ucapannya.
"Sungguh? Padahal aku baru mau ngucapin selamat ulang tahun lho..." aku tersenyum. Sebenarnya agak memaksakan.
Ia malah balas dengan gelak tawa. Gelak tawa yang akhirnya membuat ini semakin pedih.
"Eh, gimana ngaji kamu? Nggak bolong-bolong kan?" Entah kenapa aku malah bertanya demikian. Padahal sudah kupikirkan akan kukatakan apa saja malam itu.
"Ya gitu deh... besok mau ada kumpulan buat nyiapin acara maulidan... aku jadi MC-nya, keren kan,"
"Bagus...bagus... hehehe."
"Tapi..." ujarnya kemudian.
"Kenapa kamu menghilang selama beberapa hari terakhir?"
Aku menghentikan aktivitas jari kiriku. Aku mulai gusar. Ya... seharusnya ini tidak boleh terjadi. Toh aku sudah yakin dengan semuanya. Termasuk saat memencet nomor kontaknya malam itu. Oh, god! ternyata ini tetap saja bukanlah hal mudah bagiku.
"Aku ada..."
"Bagaimana mungkin, kamu baru menghubungiku malam ini... ini telat dua minggu setelah hari ulang tahunku bukan?" nadanya agak sumeringah sekarang.
"Hei... maafkan aku soal itu. Yaya! Aku doakan semoga kamu kelak jadi pemimpin yang baik, baik rizkinya, sehat dan berkah umurnya. Well... maaf kalau cuma doa yang bisa aku beri, nyatanya aku gak mampu buat ngucapin happy birtday, atau HBD, atau met milad kayak orang yang berjubel di facebook kamu itu..."
"Hahahahaha...."
Dan lagi-lagi tawanya itu hanya menyisakan pedih.
"Hem... tapi kamu tahukan alasannya kenapa?"
"Ya! Aku ngerti... karena ulang tahun itu nggak ada dalam Islam kan?" Ia tertawa ringan.
Aku tersenyum tipis. Menarik napas dalam.
"Ya! Sama seperti kita saat ini..." Suaraku mulai bergetar.
Ia menghentikan tawanya. Keheningan menyergap pembicaraan malam itu. Aku menerawang kamarku. Cicak di dinding mendadak berhenti berjalan, seolah ikut menguping pembicaraan ini. Membuat malam semakin sunyi, dan menyisakan detak jam saja.
Ia masih ada, layar ponselku masih menunjukkan namanya. Detik masih berjalan.
"Hai... kamu masih disitu?" kataku kemudian.
"Kenapa?" jawabnya.
"Kenapa? Kenapa...?"
"Kenapa dengan sama seperti kita?"
Aku menelan ludah.  "Coba koreksi apa yang salah dengan kata-kataku..."
Dia diam lagi.
"Halo... kamu masih disitukah?"
"Iya."
"Apa ada yang salah dari kata-kataku?"
"Tidak..."
"Lalu..."
"Apa kamu ingin mengakhiri panggilan ini? Ini sudah malam... besok kita akan sama-sama ujian bukan?"
Ah! perbincangan ini akan kembali pada titik semula. Aku mengetuk-etuk lagi jari kiriku di atas meja. Kebimbangan kini menyergapku. Oh! No... aku tidak boleh menarik kembali kata-kataku.
"Aku ingin memastikan sesuatu... mari kita bicara sebentar, apakah hal yang kita lakukan saat ini ada?" jawabku kemudian.
"Tentu saja tidak... kamu tahu itu!"
"Maksudku, kenapa kita tidak.... ya! Kenapa kita tidak akhir saja..."
"Telpon ini akan aku akhiri..."
"Tidak, tidak hanya telpon ini... tapi telpon-telpon selanjutnya..."
"Jadi itu yang ingin kamu katakan sejak tadi?"
"Maafkan aku, tapi jujur itu iya..."
Aku mendengar hembusan napasnya yang mulai melambat.  
"Aku ingin sekali menjitak kepalamu malam ini... bagaimana mungkin kamu bisa memutar-mutar pembahasan ini ke ulang tahun, lalu kesana kemari padahal hanya untuk mengungkapkan ini. Dan aku seharusnya sadar kenapa kamu menghilang selama ini, dasar! Mengkhawatirkanku saja. Tidak usah sejauh itu kalau mau begini.... baiklah!"
Ia berhenti berkata.
"Jadi...?"
"Apa perlu aku perjelas... aku yakin kamu orang yang selalu paham ucapanku. Bukankah kamu selalu memiliki kebiasaan untuk menebak. Kenapa sekarang perlu penjelasan lagi..."
"Hem... oke. Maafkan, malam ini aku sedang enggan menebak."
"Ini sudah malam... cepat tidur."
Aku tersenyum, "Kita akan baik-baik saja kan?"
"Tentu saja..." jawabnya.
Aku menarik napas.
"Assalamualaikum..." suaranya terdengar tegas saat ini.
"Waalaikumsalam..."
Aku menyandarkan bahuku di dinding kamarku. Entah kenapa, seolah ada yang meninju dadaku malam itu. Namun, ada pula beban yang terbawa pergi, hilang entah kemana. Malam itu tetap hening. Hingga jam dinding pun tak berani bersuara. []
0 notes
Text
Masih Tanya Kenapa Musti Peduli Palestina?
Ditulis:  23 APRIL 2016
BEBERAPA hari lalu, saya membaca sebuah artikel yang di-share oleh teman Facebook saya. Sebuah artikel dari sebuah web anaknya media sebelah. Artikel itu berisi perbandingan bagaimana kondisi Papua dan Palestina. Si penulis membela habis-habisan rakyat Papua dan mengkritik Indonesia yang lebih peduli pada Palestina. 
Tapi, saya jadi mikir... Indonesia yang mana? Rakyatnya atau pemerintahnya? Apa benar pemerintah dukung Palestina? Eh...Kenapa harus jauh-jauh ke Palestina, padahal masyarakat Indonesia masih butuh bantuan juga. Mengapa Palestina? Mengapa tidak Papua? Padahal Palestina beda bangsa, beda ras, beda suku dan yang penting adalah jauuuh... lebih jauh dari Papua. Dan hari ini saya menemukan jawabannya. Penduduk asal Palestina pada zaman pertama adalah bangsa Kanaan. 
Bangsa Kanaan ini mulanya adalah bangsa penyembah alam. Mereka percaya dua dewa, dewa ayah yaitu langit dan dewa ibu yaitu bumi. Pada suatu waktu datanglah Ibrahim as. dan keluarganya ke wilayah Kanaan. Ibrahim as. mengajarkan bangsa Kanaan untuk menyembah tuhan yang satu, memiliki agama tauhid.Setelah wafatnya Nabi Ibrahim, tongkat sejarah di Palestina dilanjutkan dengan beberapa nabi. Seperti anaknya Nabi ibrahim yaitu Nabi Ishaq, kemudian berlanjut ke Nabi Yakub. Nabi yakub adalah pemimpin Bani Israel saat itu. Nama Israel sendiri adalah gelar bagi orang-orang yang taat. Jadi Bani Israel pada zaman dahulu adalah mereka orang-orang yang taat kepada tuhan yang satu.Berbicara Nabi Yakub as., tidak bisa lepas dari soal Nabi Yusuf as. dan saudara-saudaranya. 
Bagaimana irinya mereka terhadap Yusuf kesayangan Nabi Yakub as. Hingga mereka membuang Yusuf as. ke dalam sumur tua. Lalu berlanjutlah kisah Yusuf di kerajaan Mesir. Singkat cerita Yusuf menjadi menteri negeri Mesir yang sukses. Di tengah masa paceklik yang panjang, saudara-saudara Yusuf akhirnya mendatangi Mesir untuk mendapatkan makanan. Betapa kaget mereka saat tahu bahwa sang menteri Mesir adalah Yusuf adiknya yang mereka buang ketika kecil. Namun, Yusuf yang pemaaf menerima saudaranya dan mengajak keluarga dan seluruh warga Palestina untuk tinggal di Mesir. Bertahun-tahun lamanya Bani Israel menjadi warga Mesir. 
Hingga sampailah kisah ini kepada kisah tentang Nabi Musa as. dan Firaun sang raja dzalim. Firaun tidak suka dengan orang-orang Bani Israel, karena Bani Israel menyembah agama tauhid dan sangat pintar. Sementara Firaun adalah raja serakah yang mengaku dirinya tuhan. Firaun menjadikan Bani Israel sebagai budak, mereka disiksa dan dibunuh oleh Firaun. Allah memerintahkan Nabi Musa as. untuk memerangi Firaun. Dan memberikannya mukjizat tongkat yang luar biasa. Nabi Musa dan Bani Israel akhirnya bisa selamat melintasi laut merah.  Terbebas dari kejaran pasukan Firaun berkat tongkatnya yang dipukulkan ke laut itu.Namun, ternyata Bani Israel ini selain pintar juga suka menggerutu. Di tengah perjalanan mereka terus mengeluh pada Nabi Musa. Minta makan, minta minum dan lainnya. Dengan karunia Allah swt., mereka diberikan kenikmatan, salah satunya adalah 12 mata air yang muncul dari batu. Suatu waktu, Allah swt. memerintahkan Nabi Musa as. untuk ke bukit Tursina. Di sana Nabi Musa as. bercakap-cakap dengan Allah swt. Namun, sekembalinya Nabi Musa, seorang Bani Israel bernama Samiri membuat patung anak sapi dan menyembahnya. Alangkah marahnya Nabi Musa as. melihat mereka menyimpang dari agama tauhid. Di perjalanan menuju Palestina, kaum Yahudi yang penggerutu itu sempat menolak untuk tinggal di Palestina. Mereka tidak percaya pada perintah Allah dan rasulnya, hingga hanya sebagian kecil saja yang taat.Sesampainya kembali Bani Israel di Palestina, 
sekian ratus tahun setelah Nabi Musa wafat, sejarah berlanjut kepada kisah Nabi Isa as. Nabi Isa as. diutus oleh Allah untuk Bani Israel di Palestina. Pada saat itu Palestina dikuasai oleh Romawi, pada saat itu Bani israel yang dahulunya menyembah Allah swt. mulai menyimpang. Sehingga diutuslah Nabi Isa as., untuk mengembalikan agama mereka. Kaum Yahudi yang menyimpang mencoba membunuh Nabi Isa as. Namun, atas izin Allah swt., seorang Yahudi wajahnya menjadi serupa dengan Nabi Isa as. Sehingga yang mereka bunuh bukanlah Nabi isa. Dan Allah angkat Nabi Isa as. ke langit hingga kiamat nanti. Lalu semakin berjalannya waktu, para Yahudi melakukan pemberontakan kepada pemerintahnya. Hingga mereka diusir dari bumi Palestina, mereka berdiaspora menyebar kemana-mana. Palestina yang dikuasai romawi, akhirnya bisa ditaklukan pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab. Palestina dikuasai umat Islam selama bertahun-tahun. Pada saat itu mereka hidup dengan damai. 
Beratus-ratus tahun berlalu, tonggak kekhalifahan terus berlanjut hingga sampai pada masa kontemporer. Perang dunia muncul, dan Inggris mengusai Palestina. Inggris menyediakan tanah bagi orang-orang Yahudi di Palestina, yang perlahan-lahan terus mencaplok tanah Palestina hingga saat ini.Jadi sebenarnya jika ditanya tanah Palestina ini milik siapa? Maka lihat sejarahnya. Orang Yahudi tidak memiliki tanah. Mereka berpencar karena ulah mereka sendiri. Mereka orang-orang yang penggerutu dan sempat menolak tinggal di tanah Palestina. Sebagian besar tidak lagi beriman kepada Allah swt.Pada saat ini para Zionis Israel mencoba mendirikan negara di Palestina. Namun, jika kita lihat sejarahnya. Palestina adalah milik orang-orang bertauhid. Orang-orang penyembah Allah swt. Orang-orang Islam. Selama bertahun-tahun kepemimpinan Islam di Palestina, orang-orang hidup damai. Tidak ada perempuan dan anak-anak yang dipukuli. Tidak ada kekejian. Karena tanah Palestina adalah tanah milik umat Islam.
 Indonesia mayoritas umat Islam. Kita adalah umat Islam. Dan di antara kita ada saya. Palestina milik saya. Palestina milik kamu juga. Memang sudah seharusnya kita menjaga apa yang kita miliki. Seharusnya kita menjaga Palestina.Jadi kata siapa Palestina itu jauh. Palestina itu dekat. Dekat di hati. Dalam ikatan satu tuhan. Bumi Palestina milik kita. Kenapa pula kita mempertanyakan apa yang kita berikan untuk sesuatu yang kita miliki sendiri?Lalu apakah Papua bukan milik kita? Papua juga milik kita. Milik Indonesia. Lantas apakah benar Indonesia lebih peduli pada Palestina dibandingkan Papua? Papua adalah wilayah integral Indonesia. 
Pemberdayaan Papua diurus oleh negara. Menggunakan uang negara. Pertanyaannya, uang negara dari mana? Bukankah uang negara juga dari rakyat Indonesia. Dari pajak warga yang sifatnya memang wajib. Dua-duanya sama-sama milik kita. Satunya kita pedulikan secara berkala dan sifatnya wajib dari pemerintah. Satunya kurang dipedulikan, tidak ada kewajiban dari pemerintah, hanya kesadaran hati yang bersumber, kewajiban dari tuhan, dari Allah swt. Pantaskah itu dibanding-bandingkan?Kemudian, sejauh manakah Indonesia peduli Palestina? Berapa persen lembaga Indonesia yang konsern terhadap Palestina? Dan berapa persen lembaga Indonesia yang konsern terhadap bidang sosial di dalam negeri termasuk Papua? Masih perlukah dibandingkan juga? Kenapa masih ada pertanyaan mengapa Indonesia lebih peduli Palestina?
Bahkan, dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Bangsa Palestina adalah bangsa kedua yang mengakui kemerdekaan Indonesia setelah Mesir. Founding father Indonesia Ir. Soekarno pernah berkata, "selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri melawan penjajahan israel." Itu bapak kita loh yang bicara.
Berdiri bersama Palestina, sudah seharusnya peduli dengan rakyat Palestina. Indonesia dan Palestina dulu bersahabat. Palestina ada ketika Indonesia susah. Dukung untuk Indonesia merdeka. Bahkan pada saat ini, pada saat Palestina masih dijajah dan Indonesia sudah merdek, Palestina tetap mendukung Indonesia. Jika terjadi bencana alam di Indonesia warga Palestina ikut membantu, memberikan sumbangan. Padahal jelas-jelas mereka yang lebih membutuhkan. Ah! Tentu saja berita semacam ini tak akan dilansir di media mainstream sana. 
Dulu saat Indonesia dijajah Palestina dukung kita merdeka, masa kita tak mendukung Palestina saat Palestina dijajah. Katanya sahabat, kok ada pas butuhnya doang? menolong Palestina itu balas budi. Bukan berarti tak nasionalis. Bukan berarti tak peduli negeri. Bahkan kewajiban, karena itu tanah kita. Tanah saya. Dan tanah kamu juga. Sudah jelas diblokade, dibiarkan oleh negara lain, lalu kalau bukan kita siapa lagi?Tanah kita di sana saat ini dijaga saudara kita. Harusnya kita mendukung mereka bukan mempertanyakan kenapa.Bentuk dukungan untuk Palestina tidak hanya dengan melawan secara fisik saja. 
Berjihad secara fisik harus sesuai syarat. Namun, dukungan bisa dengan uang infak dan doa. Saling mencintai dan mendoakan karena Allah. Bahkan dengan hanya mendoakan saja, bisa jadi membuat negara ini lebih baik. Karena ketika kita mendoakan saudara kita, maka malaikat-malaikat menjawab, "dan kamu juga". Jika dibayangkan, jika kita mendoakan untuk kesejahteraan rakyat Palestina. Lalu malaikat menjawab "dan rakyatmu juga". Sebagai umat Islam kita harus percaya bahwa pertolongan Allah lebih dahsyat. Jadi, masih bertanya kenapa musti peduli Palestina? 
[]*tulisan ini disarikan dari hasil Seminar Cinta untuk Palestina. Sabtu, 23 April 2016 di Auditorium FIP UPI bersama Ustadzah Oki Setian Dewi dan Ustad Andri Lupias Satedy dari Forum Da’i untuk Palestina. Dengan tambahan opini pribadi.
0 notes
Text
Bersikap Bijak
“Begitulah, hakikatnya barangkali kamu terlalu bersinar, sehingga membuat yang lain redup dengan sendirinya,”
“Mulai saat ini, batasi dirimu untuk mendekati yang lain, jangan dekati selama tidak ada komunikasi antara kamu dia, dan saya,”
Begitulah, sebuah masalah dan mungkin sebuah solusi pagi ini.
Nak, pesan itu begitu saja mendarat di ponselku beberapa menit yang lalu. Ini dilatarbelakangi menghilangnya seseorang di antara kita. Yang katanya mungkin meredup karena hal di atas. Aku yang terlalu agresif dengan milik orang lain, sehingga membuat pemiliknya merasa terancam dan lebih baik pergi dengan alasan semua miliknya telah diambil.
Begitu logika singkatnya. Nak, yang harus kamu pahami pagi ini adalah: tak selamanya hal yang baik akan berdampak baik. Menjadi terang itu baik, tetapi keredupkan orang lain bukanlah hakikat terang yang sesungguhnya.
Yang terang dan menerangi orang lain, membantunya terang adalah lebih baik. Namun, itu tentu tak semudah dibayangkan. Nak, barangkali benar. Saat hari itu tiba, yang harus kamu tahu adalah batasan dirimu mengerem diri.
Tuhan tahu, dan dia pasti membantu. Setiap apa yang kamu terima dari tuhan, dia sedang punya visi untukmu.
Jika sejak awal ini adalah karena tuhan, seharusnya hentikan pengharapanmu terhadap manusia. Jika sejak awal ini karena ingin mengagungkan agama tuhan, harusnya sejak awal kamu mafhum bahwa jalan inj terjal, berkelok bahkan membuatmu sesekali terpental. Lalu jika sejak awal kamu yakin bahwa ini jalan yang diridhoi tuhan, maka kamu tahu sejak awal cinta tuhanlah yang akan menyembuhkannya. Kembalikanlah kembali pada tuhan ilah yang tiada lain. Allah subhanahuwataala. Allah yang ahad.
0 notes
Quote
Kala aku mengingatmu, aku hanya mengingat cinta yang sederhana. Layar, barisan kata, dan senyum yang tersungging dari bibirmu. Kau selalu bersembunyi dari balik bukumu, dan aku bersembunyi di balik layar laptopku. Lalu dalam senyap kita saling berdoa. Kita bertaruh, doa siapa yang akan dikabulkan lebih dulu.
Cilimus, 16 Juni 2017
0 notes