Tumgik
frazlop · 6 years
Text
Bangunnya Ketakutan: Hegemoni Militer di Fisip Unsoed
Unsoed (lagi-lagi) menerima para brigjen, mayor dan letkol dalam agenda kunjungan pariwisata eksplor kampus demi melancarkan ketakutan. Bagaimana konsistensi teror ditunjukkan hanya untuk menjaga eksistensi penguasa.
Mulai dari materi pembahasan, tamu undangan yang dihadirkan, dan yang menjadi perhatian: mengapa Unsoed dengan suka cita (terus) mengizinkan polisi maupun militer masuk ke dalam kampus. Lantas terbangun pola pikir bahwa Unsoed adalah kampus militer karena jumlah (undangan) dan intensitas yang sangat signifikan.
Fungsi manifes dari diadakannya kuliah umum di aula Fisip Unsoed adalah suatu tindak preventif akan timbulnya terorisme di kampus dan merupakan bentuk pengamanan karena terdapat kewajiban yang harus dijalankan pihak militer.
Namun laten dari kegiatan ini ialah menghegemoni bagaimana radikal hanya sesuatu yang harus diredam -tidak bermanfaat dan tidak ilmiah. Dalam ranah pendidikan tinggi, nilai kritis adalah sesuatu yang mutlak dan harus dijunjung tinggi demi menjalankan fungsi negara: menjamin kebebasan berserikat, berkumpul dan mengemukakan pendapat, sesuai dengan Pasal 28E ayat 3. Dan proses memperjuangkan hak akan identik dengan kata radikal karena tidak pro penguasa.
Belum lagi pada APBN 2017, anggaran untuk Polri naik 16,02 persen menjadi Rp 84 triliun. Kenaikan ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan kementrian dan lembaga lain yang mendapat anggaran dari negara.
Dalam perjalanan ke Unsoed pun sepertinya mereka menggunakan dana tersebut. Terima kasih telah dengan susah payah, jauh-jauh datang kemari hanya untuk mencekoki kecemasan.
Sudahlah, ini terjadi karena dalam waktu dekat akan diadakan pemilukada.
"Lanjutna sing kiye bae" ujar papan reklame yang terpampang di atas kepala penambal ban dekat lapangan glempang.
0 notes
frazlop · 6 years
Video
[MARI BELEK KETEK IBU] Kala pembangunan ibu kota semata hanya memenuhi kebutuhan mereka yang sedang duduk di singgasana. Jakarta mungkin indah di mata mereka dengan membanggakan paku bumi yang ditancapkan di "selangkangan" ibu, yang nyatanya hanya berupa derita. Di Jakarta, rumah gedongan seperti pemandangan biasa. Gubuk dan sawah seolah tak pantas berada di tengah kota kebanggaan negara. Kini Indonesia menjadi tuan rumah dan Jakarta (kembali) menjadi sang "penyaji" tamu. Mencoba mengambil contoh kecil pada pembangunan LRT (sepanjang setiabudi sampai ufuk priuk). Penyambutan ajang ASIAN GAMES menjadi alasan pembuatan transportasi ini dilaksanakan -sebagai akomodasi para atlet yang akan berlaga di tempat-tempat yang dijadikan perhelatan Olimpiade 4 tahun sekali (Velodrome dan Pacuan Kuda Pulomas -berhubung lokasinya berdekatan dengan kediaman). Bila ditinjau dari segi pembangunan, mungkin ini berdampak positif dan membantu Indonesia (Jakarta khususnya) menjadi kota maju / megapolitan dan bersaing dengan kota-kota superior lain di dunia. Persoalan pembangunan ini benar-benar menjadi tanda tanya besar. Terlepas dari dampak kemacetan yang tak mungkin terelakan, mari melihat dari sisi lain. Jika kita tarik lurus arah pembangunan kereta berbasis tenaga listrik ini, maka akan kita dapati relnya akan melewati (mungkin dipersiapkan suatu pemberhentian) di area Boulevard. Apa artinya? memang apa dampaknya? kenapa belaga lu jadi bocah? Kita ketahui bahwa di daerah Kelapa Gading begitu banyak rumah petak bertingkat namun elegan (apartemen), yang berarti pembangunan LRT ini hanya di fokuskan untuk ke sana, ke tempat para punggawa dari berbagai negara beristirahat. Dengan perkataan lain, pembuatan akomodasi ini hanya untuk mensukseskan tander bisnis "para pelakon". Bagaimana tidak? bila pembangunan ini telah rampung, maka jelas, harga tanah (bahkan price dari tiap kamar) akan membengkak hingga harga yang tragisnya tak akan mungkin pernah dibayarkan oleh penjual terong di Pasar Pulogadung. Dan ironisnya, masyarakat asli seakan mendukung pembangunan yang secara tidak langsung mengusir anak cucu mereka untuk bermukim di tanah kelahiran orang tua dengan bekerja sebagai kuli harian. Mungkin terjadi dilema dikala persoalan perut dan bedak istri harus lebih dulu menjadi prioritas dibanding hunian masa depan (dengan kocek yang tidak mencekek). Yah, namanya juga orang dagang -rakyat yang hanya bisa membuntut, yang pada akhirnya hanya menjadi objek ketertindasan sumber: Analisis Antropologi Marx - Suatu Komoditas Jakarta, 2 September 2017
0 notes
frazlop · 7 years
Photo
Tumblr media
adakan yang tidak ada karna yang tidak ada itu sebenarnya ada dan akan terus berlipat ganda; seada-adanya
0 notes
frazlop · 7 years
Photo
Tumblr media
feminist memang terlihat sinis tapi tetap tidak menghilangkan esensi feminim yang telah tertanam sejak masih di dalam rahim
0 notes
frazlop · 7 years
Photo
Tumblr media
benarnya individu terbentuk akan benturan dan terus mengalami perubahan secara dinamis serta begitu... yaa akan tetap seperti itu
0 notes
frazlop · 7 years
Photo
Tumblr media
merah yang bersejarah
0 notes
frazlop · 7 years
Photo
Tumblr media
persetan dengan idealitas
0 notes
frazlop · 7 years
Photo
Tumblr media
aku terjebak diantara ‘aku’ yang meng'aku'kan diri sebagai orang lain
0 notes
frazlop · 7 years
Photo
Tumblr media
beton guyan-guyon
0 notes
frazlop · 7 years
Photo
Tumblr media
sederhana, berwibawa, berani membuka
0 notes
frazlop · 7 years
Photo
Tumblr media
eksistensi manusia akan selalu ada selama ‘ada' itu berada
0 notes
frazlop · 7 years
Photo
Tumblr media
so perfect
0 notes
frazlop · 7 years
Photo
Tumblr media
tentang squishy yang hakiki
0 notes
frazlop · 7 years
Photo
Tumblr media
📷: @alfinorzky
0 notes
frazlop · 7 years
Photo
Tumblr media
bercengkrama di atas tanah Jogja
0 notes
frazlop · 7 years
Photo
Tumblr media
high-five
0 notes
frazlop · 7 years
Photo
Tumblr media
sulit rapat dekat merekat ketika angan justru menyatakan enggan
0 notes