Tumgik
dica-acha · 3 years
Text
Jalan-jalan malam bersama Jeongguk tidak terlalu berkesan baik untuk Taehyung. Ia terlalu banyak melamun meskipun tetap berusaha baik-baik saja di hadapan suaminya.
Kini mereka sudah tiba kembali di rumah. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 22.23 malam, Jeongguk berjalan ke lantai atas untuk memeriksa sedikit berkas untuk esok di kantor.
Taehyung duduk di sofa depan tungku api, kepalanya sedikit sakit karena terlalu banyak berpikir, jadi Ia putuskan untuk berjalan ke arah dapur dan membuat teh jahe untuk menghangatkan tubuh serta pikirannya.
"Jeonggukie? Mas? Mau kubuatkan teh jahe tidak??" Taehyung berucap dengan suara yang cukup tinggi agar terdengar sampai ke lantai atas.
"Mas?" Ucap Taehyung sekali lagi dengan suara yang tinggi.
"Buatkan satu." Taehyung tersenyum ketika mendengar jawaban samar milik Sang Suami. Tangannya dengan gesit membuat satu gelas teh jahe lagi untuk Jeongguk.
Setelah selesai, Ia membawa nampan berisikan dua gelas teh jahe dan bergegas naik ke lantai dua untuk menemui Jeongguk, tetapi baru saja Ia akan melangkahkan kakinya pada anak tangga pertama, suara Jeongguk menghentikan kegiatannya.
"Lho, by? Kamu sampe repot-repot gitu." Taehyung menoleh ke arah suara. Jeongguk berdiri tak jauh darinya dengan beberapa lembar kertas kerja di tangannya. Taehyung menaikkan sebelah alisnya, bingung.
"Mas bukannya tadi jawab pertanyaanku kalau Mas mau teh jahe juga?" Tanya Taehyung.
Jeongguk tertawa kecil, Ia menghampiri suami mungilnya dan mengambil alih nampan dari tangan Taehyung.
"Aku dengar kamu bertanya padaku saja tidak, by." Jawab Jeongguk santai.
Jeongguk turun mendahului Taehyung, lalu meletakkan nampan berisi teh jahe itu di atas meja ruang tengah.
"Sini sayang, kenapa diam di sana saja?"
"Mas, kamu gak bercanda?"
"Apa sayang? Aku gak dengar apapun yang kamu ucapkan dari ruang kerjaku. Kau lupa ruang kerjaku kedap suara?"
Deg.
Kaki Taehyung melemas seketika, Ia lupa. Ia sungguh lupa kalau ruang kerja suaminya kedap suara, kenapa seolah Ia mendengar suaminya menjawab pertanyaannya?
"Yaudah kenapa masih diam sayang? Mungkin kamu terlalu lelah, sini. Hangatkan tubuhmu." Ucap Jeongguk masih tenang dan disertai senyuman manisnya.
Taehyung mengangguk ringan, lalu segera menghampiri Jeongguk dan duduk di sebelahnya.
"Mas Ggukie.." Panggil Taehyung yang kini sedang menyandarkan kepalanya di atas pundak Jeongguk.
"Hm? Kenapa?"
Taehyung menggelengkan kepalanya disertai senyuman tipis, kemudian tanpa aba-aba Ia memeluk Jeongguk seerat mungkin, seolah menyalurkan ketakutannya selama ini.
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
Tak berhenti, Jeongguk terus berusaha menemui Taehyung meskipun berakhir dengan kegagalan.
Taehyung nampak sulit diraih oleh Jeongguk kini, pemuda manis itu juga sulit dia dapati kabarnya dari teman-teman sekelasnya terutama Umji, Jimin, dan Dabin.
Karena sekarang Taehyung lebih senang menyendiri, yang Jeongguk bisa lakukan hanya memandanginya dari kejauhan.
Pemuda manis itu tidak menunjukkan kesedihannya, Ia juga tidak bahagia seperti biasanya saat tertawa bersama Jeongguk. Taehyung cenderung lebih datar, tidak berekspresi yang terlalu menonjol.
Jeongguk semakin sadar bahwa Ia bodoh, kemarin Ia tidak berpikir sampai sini. Ia lupa pada dasarnya Taehyung mudah sekali memandang dirinya rendah sebab peristiwa kecelakaan bertahun-tahun silam itu.
Jeongguk terlalu bodoh dan menggampangkan semuanya, sampai Ia lupa memikirkan risikonya.
Harusnya Ia berbincang dulu pada Yoongi, harusnya Ia meminta pendapat Kakak Galaknya itu sebelum mempertemukan Taehyung dan Mamanya.
Jeongguk merogoh ponsel dari balik saku celananya, Ia memandangi foto dirinya bersama Taehyung yang Ia jadikan lockscreen ponselnya.
Kini Jeongguk menyesal, tetapi Ia berjanji akan memperbaikinya segalanya.
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
Jeongguk berjalan tergesa-gesa menuju Perpustakaan Sekolah. Setelah Ia menyantap sebuah roti untuk makan siangnya, Ia segera bergegas menemui Taehyung—memastikan kekasihnya baik-baik saja.
Tetapi sesampainya di perpustakaan, Jeongguk tidak melihat Taehyung. Hanya ada beberapa siswi yang tidak Ia kenali dan Umji yang duduk di sudut ruangan dengan dua buku tebal, dan kaca mata bulatnya.
"Umji?" Jeongguk berucap hampir berbisik. Umji yang merasa namanya disebut segera mendongakkan kepala—menatap lawan bicaranya.
"Lo lihat Taehyung?" Tanya Jeongguk.
Berharap Umji menganggukkan kepalanya, tetapi nihil. Umji menggelengkan kepalanya, "Justru Gue lagi nunggu Dia. Tumbenan banget belum ke perpus sampai jam segini." Ucap gadis itu sama berbisiknya.
Air wajah Jeongguk berubah semakin khawatir, Taehyung akhir-akhir ini senang menghilang. Jeongguk tersenyum tipis ke arah sahabat kekasihnya itu.
"Oke deh, thanks ya, Ji?"
"Yaa"
Dan kini memang sepertinya Jeongguk harus mengambil jarak dengan Taehyung untuk sementara waktu.
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
Jeongguk memakan sarapannya dalam diam, sedangkan Taehyung hanya menatap ke arah Jeongguk dengan senyuman tipis.
"Jangan lihatin Gue gitu, Tae. Makan itu kimbab Lo." Ujar Jeongguk santai. Taehyung mengangguk kecil, kemudian Ia meraih sumpitnya dan memasukkan sepotong kimbab ke mulutnya.
Diam-diam Jeongguk memperhatikan sosok menggemaskan di sampingnya. Taehyung dan Victory itu benar-benar mirip, hanya saja Taehyung lebih terlihat menggemaskan dengan pipi chubby nya dan tingkahnya yang terlalu polos.
"Lo mirip banget sama kembaran Lo, Tae.." Ujar Jeongguk secara tak sadar, membuat Taehyung berhenti mengunyah dan menatapnya dengan mata berkaca.
"Lo manis, Lo gemesin, tapi kenapa hati Gue gak bisa nerima Lo untuk masuk dan menggantikan Victory ya? Kadang Gue suka bertanya, kenapa harus Dia yang pergi? Kenapa bukan Lo aja? Lo berdua mirip banget, pasti bisa kan saling tukar peran?"
Sebuah luka kembali terukir di hati Taehyung. Jeongguk berucap secara tidak sadar, Taehyung tidak bisa menyalahkan Jeongguk karena itu adalah kata hatinya.
Yang bisa Taehyung lakukan hanyalah tersenyum manis seolah Ia tidak apa-apa dengan ucapan yang barusan Ia dengar.
Ya, sebelumnya Taehyung memang bercerita pada Jeongguk alasan kenapa Victory meninggalkannya ke Berlin. Taehyung ceritakan bagaimana kerasnya kedua orang tua mereka terutama kepada Victory.
"Lo beneran sayang banget sama Kakak Gue, Gguk?" Tanya Taehyung dengan suara yang sedikit bergetar.
Jeongguk menganggukkan kepalanya yakin, kemudian beberapa detik kemudian Jeongguk tersadar, "Astaga, Tae.. Maafin Gue, Gue gak niat ngomong kayak tadi. Gue—kayaknya Gue cuma terlalu kangen sama Victory, deh."
Taehyung anggukan kepalanya, "Santai.."
"Kita boleh coba.."
"Coba apa?"
"Ya, Gue sama Lo.. Kita coba hubungan ini ya? Siapa tahu Gue bisa lupain Victory."
Taehyung menggelengkan kepalanya. "Enggak, Gguk. Lo sayang sama Victory kan? Gue gak mau, gak usah maksain."
"Tapi Tae—"
"Udah, Gue mau balik ke kelas. Bentar lagi bel pelajaran pertama, Lo gak mau telat masuk kelas, kan?" Potong Taehyung dengan senyuman kotaknya.
Entah kenapa Jeongguk rasakan nyeri meremat dadanya.
Taehyung tak lagi berkata sepatah katapun, Ia membereskan kotak bekalnya, dan tanpa lagi berbasa-basi Ia langkahkan kaki meninggalkan rooftop segera.
Meninggalkan Jeongguk, dengan perasaan aneh yang kini menguasai dirinya.
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
Ujian fisika sudah terlaksana di jam terakhir sebelum bel pulang menggema seantero bangunan sekolah.
Kepala Taehyung sudah berdenyut nyeri sejak istirahat makan siang tadi sebenarnya—Ia sadar bahwa Ia terserang demam, tetapi Ia harus menahannya saat ini. Ia harus memenuhi janjinya pada Jeongguk.
Di bus, beberapa kali pemuda delapan belas tahun itu memijat kepalanya guna mengurangi sedikit rasa nyeri, bibirnya memucat dan sesekali pandangannya mengabur.
Tidak, Taehyung tidak boleh tumbang. Ia punya janji kepada Jeongguk, dan Taehyung bukanlah orang yang suka mengingkari janjinya.
Setibanya Ia di rumah besar Jeongguk, Taehyung langsung disambut oleh Mama Jeongguk. Ia langsung di arahkan ke kamar Jeongguk.
Mama Jeongguk bilang, anak semata wayangnya itu sudah berkata kalau Taehyung akan datang menjenguknya.
Tangan kecil nan lentik milik Taehyung membuka perlahan pintu jati kamar Jeongguk, kemudian terlihat penampakan Jeongguk yang tengah berbaring di kasur dengan selimut tebal yang menutupi hampir seluruh bagian tubuhnya.
Taehyung tersenyum manis, Ia berjalan dan duduk di pinggiran ranjang Jeongguk.
"Lo dateng juga?" Sambutan Jeongguk sedikit tidak mengenakan hati Taehyung. Kenapa? Apa Jeongguk berpikir Ia hanya main-main soal menjenguk sepulang sekolah?
"I-iya, Gue dateng."
"Taehyung, kenapa? Kenapa Lo kayak gini sama Gue? Lo tahu kan, kalau selamanya Victory gak akan pernah tergantikan?" Jeongguk berucap tanpa menoleh ke arah Taehyung—pemuda bergigi kelinci itu memunggungi Taehyung.
Seukir bulan sabit tipis terlukis di bibir pucat Taehyung. Tangannya hanya mengelus lengan Jeongguk lembut. Ya, Taehyung tidak menjawab pertanyaan Jeongguk ataupun mengiyakan pernyataan Jeongguk tentang Victory yang tidak akan pernah tergantikan sampai kapanpun.
"Gue tahu Lo suka sama Gue, gak mungkin Lo seperhatian ini bahkan rela jemput Gue kemarin pas hujan, kalau Lo gak ada rasa sama Gue. Dan Lo harusnya tahu, Tae.. Gue gak bisa." Sambung Jeongguk.
"Seminggu." Cicit Taehyung pelan—hampir memyerupai bisikan.
Jeongguk terdiam, Ia menunggu kelanjutan ucapan Taehyung.
"Seminggu, Gguk. Kasih Gue waktu seminggu untuk bikin Lo ngelupain Victory. Gue janji, kalau dalam seminggu Lo tetap gak bisa buka hati buat Gue dan lupain Victory, Gue yang akan pergi dari Lo." Ucapan Taehyung—entah kenapa begitu menyakiti Jeongguk, membuat dadanya sesak.
"Oke. Seminggu. Sekarang tolong pergi, Tae. Gue mau sendiri."
Dan Taehyung sudah siap dengan apa yang akan terjadi ke depannya.
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
Hujan terus membasahi tubuh Jeongguk yang sudah mulai menggigil, tetapi pria itu terus saja diam pada posisinya—pandangannya kosong, dan satu-satunya sosok yang memenuhi pikirannya hanya Victory—mantan kekasihnya yang kini bahkan sudah meninggalkannya pergi ke Berlin.
Jeongguk sudah mulai merasakan pening di kepalanya—terlalu lama berdiam diri di bawah derasnya air hujan membuat kepalanya berputar dan sedikit terasa berat.
Tak ada sedikitpun niatan Jeongguk untuk berdiri dari duduknya, dan meninggalkan area taman yang sudah sangat sepi itu.
"Gue harap Victory benar-benar datang ke arah Gue, dia pasti marah dan khawatir banget kan kalau lihat Gue kayak gini?" Monolog Jeongguk masih dengan tatapan kosong.
Sampai akhirnya Jeongguk tersadar, derasnya hujan tak lagi jatuh menimpa kulit kepalanya. Area sekitar tubuhnya tak lagi di kelilingi buliran hujan dingin.
Kepalanya spontan mendongak, sebuah payung transparan yang tak terlalu besar melindunginya dari jatuhan hujan dingin malam itu, kemudian Ia lirik sebuah tangan lentik yang menggenggam erat gagang payung tersebut.
Taehyung, dengan senyuman manis di bibir pucatnya yang kini memberikan payung untuk melindungi Jeongguk, sedangkan Ia merelakan dirinya diserang oleh air hujan habis-habisan.
"T-taehyung? Lo ngapain." Tanya Jeongguk sedikit terkejut dengan kehadiran pemuda manis itu di tengah hujan lebat seperti ini.
"Pulang, besok ulangan harian Fisika."
"Taehyung, Lo—"
"Ayuk.." Tangan dingin milik Taehyung menarik lembut tangan besar Jeongguk, Jeongguk yang memang masih sedikit bingung dengan pasrahnya mengikuti kemanapun Taehyung akan membawanya.
Sampai akhirnya mereka tiba di depan mobil Jeongguk. Baru saja Jeongguk membuka mulut untuk bertanya, Taehyung segera mencegahnya.
"Gue jalan kaki, dari rumah ke sini. Jadi Gue boleh numpang kan sama Lo? Tapi maaf, mobil lo jadi basah karena Gue." Ujar Taehyung dengan senyuman.
Jeongguk diam-diam melukiskan ukiran sabit tipis pada bibirnya. "It's okay, Lo harusnya gak perlu repot-repot kayak gini, Tae.." Jawab Jeongguk.
Pria itu segera membukakan pintu mobilnya dengan suka hati untuk Taehyung.
Jeongguk membuka tas yang Ia taruh di kursi belakang mobil, kemudian Ia mengambil tiga buah hot pack dari dalam tas tersebut, dan sebuah jaket tebal miliknya.
Dengan lembut dan telaten Jeongguk lampirkan jaket tebalnya hingga membuat Taehyung benar-benar terbungkus dan hangat, tak lupa pula Ia selipkan sebuah hot pack di kantung dalam jaketnya, juga pada kedua tangan Taehyung.
"Maaf ya, Gue minta maaf sama Lo, soal kemarin di atap sekolah, dan hari ini. Harusnya Lo gak usah jemput Gue, Tae.."
Taehyung tunjukkan senyum tulusnya. "Besok ulangan, kalau nilai Lo kosong, yang sedih kan Gue juga, Gguk." Ucap Taehyung terlampau pelan.
"Lo sakit ya???" Wajah Jeongguk terlihat khawatir, Taehyung segera menggelengkan kepalanya.
"Enggak, Ayuk pulang. Lo juga pasti pening kelamaan kena hujan."
Dan setelahnya tidak ada lagi percakapan di antara mereka.
'Jangan sakiti diri lagi, Victory tetap tidak akan peduli, Jeongguk' Batin Taehyung
Lalu, bagaimana denganmu Taehyung?
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
"Mana Jeongguknya, Jeon Yoongi??? Harusnya Dia kan sudah tiba di Bekasi. Mama gak mau makan kalau Jeongguk gak ada." Ucap Jihyun—Mama Jeongguk dan Yoongi.
Yoongi sedari tadi hanya bisa menghela napas—berusaha bersikap tenang dan sabar dalam menghadapi wanita yang telah melahirkannya itu.
"Sabar dong, Mah.."
"Jeongguk tidak bertemu anak laki-laki pembawa sial itu, kan? Dia tidak bertemu anak itu di Puncak, kan? Aku sungguh salah. Seharusnya Aku bisa menahan Dia untuk tidak ikut Study Tour itu." Jihyun mengacak surai hitamnya yang memang sudah cukup berantakan.
Astaga, Yoongi bisa gila kalau begini. Ia sangat tertekan, di satu sisi Ia paham kalau Mamanya hanya tidak ingin kehilangan Jeongguk untuk yang kedua kali, tapi di sisi lain Yoongi juga ingin memahami Sang Adik yang pasti sangat merindukan sahabat kecilnya.
"Assalamualaikum, Mah? Bang?"
Itu suara Jeongguk, Jihyun langsung saja beranjak dari kursi meja makan. Wanita yang tak lagi muda itu segera memeluk anak bungsunya erat—seakan tidak ingin Jeongguk menghilang dari sisinya lagi.
"Sayang, Mama kangen. Mama khawatir, Sayang."
"Iya mah, Jeongguk juga kangen." Jawab Jeongguk tanpa ekspresi.
Dalam hatinya Ia sungguh bingung. Banyak pertanyaan yang Jeongguk ingin ketahui jawabannya, hanya saja Ia bingung harus memulai dari mana.
"Nah, Jeongguknya udah pulang dengan selamat, sekarang kita semua makan malam, ya?" Ujar Yoongi, diangguki oleh Jeongguk dan Jihyun bersamaan.
'Maafin Gue Dek, Gue akan berusaha untuk ngomong sama Mama pelan-pelan. Lo berhak bebas dari rantai Mama yang selama ini mengekang Lo.'
Batin Yoongi, sendu.
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
Setelah bus sampai di tempat tujuan— SMAN HYBE, seluruh peserta Study Tour bergegas turun dan mulai berhamburan untuk melanjutkan perjalanan pulang ke rumah masing-masing.
Taehyung berdiri di depan gerbang, Ia mencoba mengutak-atik ponselnya—mencari ojek online untuk mengantarnya ke rumah.
Ya, Taehyung berbohong pada Kakaknya karena tak ingin merepotkan Kakak semata wayangnya itu.
Sebenarnya Taehyung juga bisa saja meminta tolong Jimin untuk mengantarnya pulang, tetapi perlu diingatkan kembali jika anak itu terlalu tidak enakan.
"Kenapa giliran kayak gini Ojek Online susah banget sih di carinya?" Monolog Taehyung sedikit kesal. Pasalnya Ia sudah hampir dua puluh menit mencari ojol di aplikasinya.
Sebuah mobil Ferrari Portofino M berwarna putih berhenti tepat di hadapannya. Jeongguk—Si pengendara mobil melemparkan senyum ke pada Taehyung.
"Di bilang juga balik sama Gue aja, Kim Taehyungie." Ucap Jeongguk.
Taehyung hanya tersenyum kecil, kemudian Ia mengangguk dan segera masuk ke dalam mobil Jeongguk.
"Ya, maaf. Gue kan gak mau repotin Lo."
"Mana ada kesayangan Gue ngerepotin??"
Taehyung hanya mengerucutkan bibirnya. "So, Kita mau kemana Tuan Pangeran yang manis??" Tanya Jeongguk.
Taehyung menoleh, "Eunbi nitip boba, Gguk."
Jeongguk anggukkan kepalanya. "Bagus juga permintaan Si Eunbi, kita jadi bisa pacaran juga."
"Apa sih, Gguk!" Jawab Taehyung. Pipinya memerah padam—salah tingkah.
Anak muda yang jatuh cinta memang tidak ada capeknya ya.
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
Kini Jeongguk, Taehyung, dan Dabin sedang berjalan menyusuri jalan setapak di perkampungan Sukanagalih. Sudah hampir tiga puluh lima menit mereka menyusuri Jalan setapak itu sembari bersenandung kecil untuk menghilangi rasa bosan.
Taehyung hari ini sedikit pendiam, Ia sedari tadi hanya membuntuti Jeongguk dan Dabin sembari asik dengan playlist lagu dari ponselnya.
"Taehyung, Lo nyetel lagu gitu kalau nanti batre lo lowbat gimana?" Tanya Dabin. Taehyung hanya mengangkat bahunya tak acuh.
"Gue gak ada powerbank ya, jangan ngerengek kalau nanti hp lo lowbat."
"Iya." Jawab Taehyung singkat, padat, jelas. Pria berkulit —tan itu kemudian kembali fokus pada dirinya sendiri.
Jeongguk dan Dabin berusaha memecahkan teka-teki yang ada di dalam peta yang mereka bawa, sesekali Jeongguk juga meminta bantuan Taehyung meskipun anak itu hanya membantu tanpa banyak bicara.
"Gue capek deh, Gguk. Boleh istirahat dulu?" Itu Dabin, wajah cantiknya sudah penuh dengan peluh. Berjalan berpuluh kilo meter memang sangat menguras tenaga.
Jeongguk anggukan kepalanya, kemudian Ia mencari sebuah tempat untuk sekadar beristirahat sejenak.
"Duduk pinggiran sini gak apa, ya?" Tanya Jeongguk saat melihat sebuah bangku bale di dekat wilayah perkebunan.
Dabin dan Taehyung hanya menganggukkan kepala setuju.
Mereka beristirahat sejenak, sesekali Jeongguk perhatikan Taehyung dari tempatnya.
Pria itu, sejak hari di mana Ia menangis merindukan teman lamanya, Ia menjadi seorang yang kembali murung. Taehyung lama yang Ia temui di sekolah kembali lagi.
Jeongguk jujur tidak suka, Ia lebih menyukai Taehyung yang murah senyum meskipun hanya kepadanya.
"Tae, Lo gak apa-apa? Capek gak?" Tanya Jeongguk.
Taehyung gelengkan kepala dengan senyum tipis. "Gak terlalu capek kok, Gguk." Jawabnya.
Di matanya, terdapat sebuah kepedihan. Jeongguk bisa menangkapnya, Taehyung memang sedang banyak pikiran dan semua pikiran itu membuat Taehyung tampak lebih menyedihkan.
"Eum, tanda silang ini ada di atas bukit sana. Kayaknya memang sangat pelosok deh, kita harus cepet sebelum ke duluan sama tim lain. Kita sudahi istirahatnya, ya?" Ujar Jeongguk.
Keduanya menganggukkan kepalanya. Jeongguk tersenyum manis.
"Dabin kalau capek bilang, Taehyung Lo juga. Kalau ada keluhan ngomong, ya?"
"Hmm"
"Oke kita lanjutin lagi." Final Jeongguk, dan mereka kembali melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
Jeongguk tertegun melihat Taehyung tertawa lepas saat melihat banyaknya burung berterbangan di sebuah tanah lapang tak jauh dari taman kelinci.
Ekspresi bahagia Taehyung rasanya begitu tak asing bagi Jeongguk. Ia seperti pernah melihat ekspresi itu, bahkan rasanya sangat familiar.
"Gguk, fotoin Gue!!" Ucap Taehyung antusias. Jeongguk kembali fokus pada kameranya, Ia mengambil beberapa potret Taehyung dengan kameranya.
Taehyung benar-benar seperti burung yang baru lepas dari sangkarnya—terbang bebas. Hingga akhirnya Ia rasakan lelah, dan dengan santainya merebahkan diri di atas rerumputan, Jeongguk mengikuti jejak Taehyung.
Pria manis itu sedang menetralkan deru napasnya, beberapa kali Ia terlihat kepayahan mengatur napasnya membuat Jeongguk menoleh khawatir pada sosok di sampingnya kini.
"Lo gak apa-apa?"
"Engga apa-apa. Duh, maaf ya, Gguk. Gue udah jarang lari-lari kaya gitu, jadi kerasa banget capeknya." Ucap Taehyung sembari menoleh balik ke arah Jeongguk.
Posisi mereka kini terlalu dekat, tetapi keduanya malah tersenyum manis.
"Taehyung?"
"Yaa, Gguk."
"Gue.." Jeongguk tidak menggantungkan ucapannya. Ia malah semakin mendekatkan diri—mengikis jarak antara dirinya dan Taehyung.
Sedangkan Taehyung hanya memejamkan matanya, entah kenapa Ia begitu larut dengan suasana.
Ketika bibir mereka hampir bertemu, Jeongguk menghentikan kegiatannya. Ia malah mendaratkan ciuman tersebut pada kening Taehyung cukup lama.
Hal tersebut membuat Taehyung terkejut, tetapi Ia justru melukiskan senyuman indahnya kemudian.
Setelah merasa cukup untuk menyalurkan rasa sayangnya, Jeongguk menyudahi kegiatan mengecup kening Taehyung. Ia tersenyum.
Ia usapkan jemari besarnya pada pipi roti Taehyung. "Gue sayang sama Lo, daru awal Gue ketemu Lo di deket aula sekolah, Gue udah jatuh hati sama Lo, Taehyung. Dan Gue bener-bener bersyukur banget semesta ada di pihak Gue." Ucap Jeongguk setengah berbisik.
Taehyung merinding, ucapan Jeongguk benar-benar terdengar cukup jelas di telinganya, karena jarak mereka yang masih cukup dekat.
Taehyung tersenyum, jantungnya berdegup begitu kencang. "Jeongguk, makasih banyak." Ucap Taehyung masih menatap manik Jeongguk lekat.
"Untuk apa?"
"Lo bener-bener seperti obat dari semesta buat Gue, setidaknya itu yang Gue pikir sekarang. Makasih banyak, ya?"
Jeongguk tersenyum bahagia. Ia membawa Taehyung ke dalam pelukannya. "Jangan bilang makasih ke Gue ya, karena Gue juga beruntung banget bisa ketemu Lo." Ucap Jeongguk lembut.
Taehyung hanya terdiam, Ia menenggelamkan wajahnya di dada bidang Jeongguk—mencari kehangatan.
Setidaknya mereka harus berterima kasih pada semesta untuk saat ini, karena semesta masih mendukung kebahagiaan mereka, semoga selamanya.
______
Hiks, mesra doang.. Pacarannya kaga😭
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
Misi kedua dari study tour ini adalah menampilkan penampilan per-kelompok. Karena misi ini begitu dadakan, kini Jeongguk, Taehyung, dan Dabin tengah terduduk frustasi di teras tunggu taman kelinci.
Niat mereka datang ke taman kelinci itu sebenarnya untuk main bersama kelinci—tidak, lebih tepatnya Taehyung yang ingin. Pria manis itu ingin sekali bermain dengan para kelinci lucu di taman kelinci yang tersedia di dalam resort tersebut.
"Terus gimana ini? Mau nampilin apa?" Tanya Dabin seraya mengacak surai coklatnya kasar. Gadis itu hilang mood, karena pagi-pagi sudah dapat misi dadakan yang menyusahkan baginya.
"Kita punya waktu latihan berapa jam sih?" Tanya Jeongguk dengan tatapan yang masih terfokus pada kamera di tangannya. Anak itu tetap melakukan kegiatan memotretnya meskipun sedang dilanda masalah yang cukup memusingkan.
"Pokoknya acara penampilannya bakalan di laksanain abis isya, Gguk." Jawab Taehyung.
"Okay, nyanyi aja. Gampang kok." Saran Jeongguk.
Dabin menatap Jeongguk dengan tatapan sinis. "Maksud Lo? Lo pikir nyanyi gampang?! Gue gak bisa nyanyi, astaga."
"Bukan Lo, Taehyung sama Gue." Lagi, Jeongguk menjawab santai. Ia meletakkan kameranya di atas meja, lalu menatap Taehyung seolah meminta persetujuan.
"Eh? Uh, gimana ya? G-gue gak pernah nyanyi, kan."
"Tapi Lo penggemar berat lagu Jangan Hilangkan Dia. Pasti udah gak perlu lama ngafalinnya. Lagi pula Gue yakin seratus persen, suara Lo pasti bagus banget." Jeongguk berucap meyakinkan, hal itu membuat Taehyung tersenyum.
"Bareng Lo, ya?"
"Eh?"
"Gak mau ya? Gak apa-apa, Gguk. Kalau gak mau."
"Eh bukan begitu.. Ayuk." Diam-diam Jeongguk tersenyum, Ia memang ingin berduet bersama Taehyung sebenarnya, tetapi terlalu gengsi untuk mengatakannya.
Mendengar jawaban Jeongguk, Taehyung tersenyum semakin lebar.
"Terus Gue ngapain?"
"Lo kan anak penyiaran, ya seolah-olah nanti Lo lagi siaran aja, cuma kali ini lagu yang Lo putar instrumennya."
"Sialan Lo berdua, untung Gue bawa flashdisk yang isinya playlist siaran Gue." Ucap Dabin.
Jeongguk hanya tertawa kecil.
"Udah kan? Yaudah, Ayuk main sama kelinci. Udah jalan kaki ke sini, sayang kalau langsung balik ke kamar masing-masing." Ucap Jeongguk. Dabin menggelengkan kepala,
"Gue masih ngantuk banget, mana dingin. Mau tidur lagi aja." Ucapnya.
Jeongguk dan Taehyung anggukan kepalanya, "Oke, hati-hati ya, Bin." Ucap Taehyung.
Dabin mengangguk, "Sip."
Dan setelah Dabin benar-benar berpamitan dari taman kelinci, Jeongguk menoleh ke arah Taehyung dengan senyuman manisnya.
"Let's go?"
"Heheh iya, Let's go!"
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
Jeongguk menghampiri Taehyung yang tengah duduk sendirian di bale bambu dengan sekotak tahu susu dan segelas teh manis hangat.
Sementara Dabin sedang berbincang dengan istri Kang Hayan di dalam, Jeongguk menganggap ini adalah kesempatan emas untuk berdua dengan Taehyung.
"Hei, gak baik ngelamun kayak gitu." Ucap Jeongguk, membuat Taehyung spontan menoleh.
"Eh, Jeongguk."
"Mikirin apa sih? Cerita dong." Pancing Jeongguk. Taehyung memang Ia perhatikan terlalu tertutup dan misterius, jadi Jeongguk beranggapan Taehyung mungkin tidak mudah menceritakan sesuatu sehingga butuh dipancing terlebih dahulu.
Tetapi sayangnya usaha Jeongguk nihil, Taehyung hanya menggelengkan kepalanya sebelum melemparkan senyuman kotak miliknya.
"Gue gak apa-apa. Cuma, dulu Gue tinggal di sekitar Cisarua." Ucap Taehyung. Jeongguk terlihat begitu tertarik.
"Oh iya? Pantesan, kok kayaknya Lo udah terbiasa banget sama hawa di sekitar sini."
"Gak juga, soalnya udah lama banget. Dulu Gue tinggal di sini pas SD, terus di bawa pindah ke Bekasi pas kelulusan." Taehyung berucap sebelum Ia meneguk teh hangatnya yang mulai mendingin akibat suhu Desa Sukanagalih yang sangat dingin.
Jeongguk anggukan kepalanya. Ia menatap langit yang berawan dan sedikit gelap siang itu.
"Dulu, Gue punya temen. Dia tinggal di sekitaran sini, Sukanagalih, tapi gak sampai sepelosok ini. Temen baik Gue, anaknya manis. Heheh, Dia sayang banget sama Gue. Satu-satunya orang yang jadi alasan untuk Gue hidup sampai sekarang." Taehyung berucap tiba-tiba, Jeongguk spontan menoleh. Rasa penasarannya bergejolak.
"Alasan Lo hidup?"
"Ah? Hahaha, udah gak usah di pikirin. Gak penting, Gguk. Nanti Lo malah pusing." taehyung sadar jika Ia hampir membuka masa lalu nya pada orang yang bahkan baru Ia kenal. Ia merutuki dirinya sendiri.
Jeongguk terpaksa menelan semua pertanyaan yang sempat berlabuh di pikirannya. Ia menghormati Taehyung, menghargai privasinya.
Jeongguk tidak akan memaksa jika Taehyung belum, atau tidak siap bercerita.
"Gue suka lihat senyum Lo, Tae. Lihat Lo bahagia, Gue ikut seneng. Mulai sekarang jangan jutek-jutek banget ya? Sayang senyum Lo itu anugrah terindah dari Tuhan, lho. Dan masa malah Lo sembunyiin?" Ucapan Jeongguk sontak membuat tubuh Taehyung kaku di tempat.
Pipi pria manis itu mendadak memanas, perutnya seperti banyak kupu-kupu berterbangan.
Taehyung menoleh pada pria di sampingnya, tanpa berucap sepatah katapun, Ia tersenyum lebar ke arah Jeongguk.
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
Sembari menikmati semangkuk sereal, Kim Taehyung duduk di sebuah ayunan yang berada di taman belakang villa. Ponselnya memutar lagu favoritnya — Jangan Hilangkan Dia milik Rossa.
Semilir dinginnya angin pagi tak membuat Taehyung tidak menikmati kesendiriannya yang tenang.
Sejak bertahun-tahun lalu, Ia memang senang menyendiri. Ia mencintai kesendirian yang menenangkan baginya.
Menurutnya, kesendirian lebih memberi kebahagiaan yang nyata. Angin, matahari pagi, rerumputan hijau, segala yang menemani Ia saat sendiri tidak akan pernah pergi meninggalkannya dalam kondisi apapun.
Taehyung bersenandung, kemudian tepat di saat lagu favoritnya berhenti terputar Ia menatap langit pagi yang sedikit berawan.
"Tuhan, Kapan Aku bisa pulang?"
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
Secret(s) #4
Jeongguk sudah menunggu Sang Ayah pulang sejak dua jam yang lalu di ruang kerja pribadi milik Sang Ayah. Ayahnya yang memintanya untuk menunggu di sana.
Wajahnya yang gelisah secepat itu berubah ketika Ia mendengar suara pintu terbuka—Ayahnya tiba pukul sembilan lewat dua menit malam.
Sang Ayah duduk di kursi kerjanya dan segera melempar pandangan pada Sang Putra yang mengisyaratkan kalau Jeongguk boleh membuka pembicaraan.
Jeongguk menarik napas panjang, kemudian Ia mulai membuka mulutnya—mempertanyakan hal yang sejak kemarin sebenarnya sangat ingin Ia tanyakan.
"Siapa keluarga yang Jeongguk tabrak tiga tahun lalu, Yah?" Tanya Jeongguk sembari menatap manik Sang Ayah tegas.
Jeongguk sudah yakin, Ia harus mempertanyakan siapa korban yang Ia tabrak malam itu. Jeongguk tidak bisa hidup tenang seperti ini saja, padahal di satu sisi ada orang yang menderita karena perbuatannya.
Perkataan Taehyung juga terus berputar di pikirannya. Dan Ia begitu terusik sekarang.
"Kau tidak perlu tahu nak, selama ini Kau diam saja bukan? Kenapa hari ini Kau menanyakan hal yang sudah sangat basi untuk di bahas?" Ujar Tuan Jeon tenang.
Jeongguk hanya terus menatap mata Ayahnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Ayah sudah urus semua, semuanya untuk kamu. Kau tenang saja." Sambung Sang Ayah sembari menyandarkan punggung pada sandaran kursi dibelakangnya.
"Ayah.." Panggil Jeongguk yang entah sejak kapan menunduk sembari mengepal kuat tangan kirinya. Buku-buki jarinya memutih, suasana hatinya semakin bergemuruh.
"Kau kenal Kim Taehyung?" Tanya Jeongguk, yang entah kenapa membuat Ayahnya kini tampak menegang di hadapannya.
"Huh? Siapa? Dia siapa?" Tuan Jeon malah bertanya kembali dengan suara yang menjadi sedikit bergetar.
Jeongguk kini menatap Sang Ayah, mencoba memperhatikan gerak-geriknya. Jeongguk masih sama, bung. Dia akan menilai seseorang dengan cara mengamatinya—sebuah cara yang cukup memakan waktu untuk mengenali seseorang secara keseluruhan.
Tetapi yang Ia tak pahami di sini, kenapa meskipun Ia sudah tinggal dengan Ayahnya lebih dari dua puluh tahun—Ia tetap tidak mengenali sosok Ayahnya secara menyeluruh?
"Ayah tidak kenal?"
"Tidak."
"Tapi Dia tahu tentang kecelakaan tiga tahun lalu, padahal yang tahu hanya kita berdua. Lalu kenapa? Apa Ia salah satu keluarga korban yang selamat? Dia berkata kalau Ia tak sengaja lewat malam itu, tapi bukankah Ayah sudah membunuh semua orang yang harusnya menjadi saksi malam itu?" Jeongguk memburu Sang Ayah dengan berbagai kegelisahan yang Ia simpan dalam otaknya.
Tuan Jeon tak merespon Sang Putra, Ia malah mengepalkan tangannya begitu kencang—seolah Ia bisa meremukkan tulang manusia dengan kepalan tangannya.
"Ayah?"
"Jeongguk, Kau—Kau mau Ayah biayakan S2 di Jerman, bukan?"
Jeongguk mengangkat sebelah alisnya. "K-kenapa tiba-tiba Yah?"
"Kencani anak pemilik perusahaan terkaya kedua di Korea. Kim Alenna. Dia teman satu kampusmu bukan?"
Jeongguk menggelengkan kepalanya bingung, apalagi yang ayahnya rencanakan?
"Maafkan Ayah yang tadi tidak menjawab pertanyaanmu, tugasmu hanya dengan Alenna. Soal Kim Taehyung itu, mungkin Ia saksi yang terlewat Ayah musnahkan. Itu akan jadi urusan Ayah." Final Tuan Jeon.
Jeongguk hanya terdiam. Hatinya begitu bimbang. Di satu sisi Ia sangat tergiur oleh tawaran Sang Ayah. Di satu sisi, Ia ingat perkataan Taehyung yang selalu terngiang di pikirannya.
Apa yang harus Jeongguk lakukan?
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
Secret(s) #3
Taehyung terduduk sembari memeluk kedua lututnya di teras kosan. Pandanganya kosong menatap langit malam yang gelap tanpa satupun bintang di sana.
Jimin yang melihat sahabatnya sedang murung segera menghampirinya dengan segelas coklat hangat dan sebuah selimut tebal di tangan lainnya yang kosong.
Di taruhnya segelas coklat hangat itu samping sahabatnya. "Dingin Taehyung.." Ujar Jimin sembari membalut tubuh Taehyung dengan selimut yang Ia bawa.
Taehyung hanya menoleh dan memberikan senyum tipis yang mungkin saja tidak dapat disadari oleh pria di sampingnya itu.
"Ada apa Tae? Lo gak pernah cerita apapun sama Gue deh, kebiasaan." Jimin berucap sembari bersandar pada dinding di belakangnya.
"Gue gak apa-apa."
"Hei, Gue tau banget Lo jadi tertutup banget sejak orang tua Lo gak ada, tapi bukan berarti Lo harus maksa harus nyimpen semua sendirian." Ujar Jimin sembari menepuk pundak Taehyung pelan.
Anak itu memang menjadi pendiam sejak Ia duduk di bangku kelas 7, tetapi semakin banyak berubah sejak kedua orang tuanya meninggal tiga tahun yang lalu di depan mata kepalanya sendiri.
Selama ini hanya Jimin yang sebisa mungkin mencoba mengerti kondisi Taehyung, Ia mencoba untuk terus menggali semua beban Taehyung, meskipun anak itu benar-benar pandai mengubur segalanya.
"Gue akan cerita—" Taehyung tidak melanjutkan pembicaraannya, Ia menunduk dan menghembuskan napasnya panjang.
"Gue akan cerita—kalau Gue rasa Gue siap." Ujar Taehyung melanjutkan perkataannya.
Ia bangkit dari posisi duduknya, kemudian menatap wajah Jimin yang seolah masih mencerna ucapan Taehyung sebelumnya.
"Gue pamit tidur duluan ya, Jim?" Hanya itu yang Jimin dengar sebelum Taehyung benar-benar menghilang dari pandangannya.
Gue memang belum bisa jadi orang terpercaya di mata lo Tae, tapi sebagai sahabat.. Gue akan terus berusaha membuat Lo terbuka sama Gue, Gue akan cari tahu semuanya.
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
Secret #narasi
Cahaya matahari menembus ventilasi kamar, mengusik tidur Jeongguk yang nyenyak. Matanya terbuka, bau khas semalam masih begitu menyeruak di seantero kamar.
Jeongguk melirik ke sebelahnya, Taehyung masih tertidur pulas dengan selimut tebal yang menutupi hampir seluruh tubuh polosnya.
Diam-diam lelaki bermaga Jeon itu tersenyum kemenangan. Ia berhasil, dan Ia akan mendapatkan seratus juta hari ini.
"Gue minta maaf, Taehyung. Lo bisa ngendaliin orang-orang, tapi engga dengan Gue." Bisik Jeongguk pada Taehyung, sebelum akhirnya Ia bergegas keluar kamar— bersiap untuk pergi ke kampus pagi ini.
***
Taehyung terbangun pukul sepuluh pagi dan Ia begitu terkejut ketika melihat pemandangan asing di depannya.
Lalu Taehyung teringat akan hal bodoh yang baru saja Ia lakukan semalam. Tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya terlihat memutih.
Tatapan matanya kosong, tetapi terlihat sedikit kemarahan dalam diri seorang Kim Taehyung.
"ARGH! JEONGGUK BANGSAT!"
Ia berteriak frustasi, marah. Taehyung mengacak-acak hampir seluruh barang yang ada di sekitarnya.
"Lo gak bisa pergi gitu aja, lihat nanti Jeongguk!"
0 notes
dica-acha · 3 years
Text
Narasi Secret(s) #1
Jeongguk menghentikan mobilnya tepat di depan halte bus. Dengan percaya dirinya, Ia membuka kaca mobil dan tersenyum kepada laki-laki manis di hadapannya yang menatap dirinya cuek.
"Taehyung anak sasing semester 3 kan?" Ucap Jeongguk sebagai pemulaan. Taehyung—lelaki manis itu hanya mengangguk singkat. Wajahnya yang terlihat begitu jutek tak menyulutkan nyali Jeongguk untuk tetap menebar pesona padanya.
Jeongguk tersenyum, kemudian Ia berdeham sebelum akhirnya berkata, "Bus nya bakalan lama. Mendingan lo sama gue aja".
"Gak usah. Gue gak kenal lo."
"Makanya kita kenalan sekalian. Gue Jeongguk anak akuntansi semester 3."
Taehyung hanya terdiam, kemudian lelaki itu mengalihkan pandangannya ke arah arloji di pergelangan tangannya.
"Udah Taehyung, mumpung ada orang baik kayak gue." Ujar Jeongguk. Taehyung menghela napasnya panjang.
"Ya, tapi anter gue ke toko buku dulu."
"Lho, kok jadi kayak gue supir lo?"
"Mau gak? Gak mau gue gak maksa."
"Astaga, gak usah jutek. Iyaa gue mau. Sini naik."
Dan setelahnya, Jeongguk hanya bersorak senang dalam hatinya. Ia berhasil lagi.
0 notes