Tumgik
Text
Tentang Hujan Dini Hari
"Sayang," katanya dalam diam, "masihkah ada ruang untuk mengenang, disaat dulu menyapaku dan tersenyum dalam rindu. Saat hujan yang menggenang, untuk hilang disaat mentari datang." Seketika riuk hujan mengguyur halaman depan rumah. Tautan kicau jangkrik tak terdengar dan menghilang. Bayanganku untukmu pun lenyap terbawa waktu yang telah berlalu. . . Sapaku yang dulu, seorang sahabat katamu, benar-benar mati harapan untuk ada disisi dan kehidupanmu. Hujan dini hari, seakan jadi bukti dan janji bahwa kini kata jauh sudah sangat jelas teramati.
0 notes
Quote
Jangan tanya apa yang aku rasakan padamu. Hanya ada kata bangga dan bangga. Jauh jarak antara kita tidak menjadikan ku lemah dan lelah melihatmu dan berdoa atas perjuanganmu. Pantas kata yang tepat atas kesediaanku menunggu sosokmu dalam hidupku.
0 notes
Photo
Tumblr media
Tentang Indonesia, "Aku mencintaimu."
0 notes
Text
Rindu Hujan
Senyum itu tak akan pudar di kala hujan. Seberkas awan kelam membayangi namun hujan tetaplah indah untuk dikenali. Jauh, kata pelangi disaat hujan tak bersamanya lagi. Hujan biaskan senyum mentari untuk warna kilau dari pelangi. Meskipun bukan bagian inti dari hujan, rindu pelangi tak akan lekang oleh mentari. Kala hujan hadir dan membasahi, rasa syukur mengiringi. Hujan dan kenangan tak akan mati dalam hati sang pelangi. . .Hujan yang kutunggu, jauh dari khayal namun dekat dalam hati. Berjuanglah kelak akan ada kata pantas dalam hidupmu. Entah pelangi atau mentari, harapan kata tepat dapat kamu dapatkan disaat Allah sudah menentukan. Kini hujan berjaya dan pelangi mencoba berjalan iringi kebahagiaan meski bukan bagian inti atas alasan hujan berada di bumi ini. . Untukmu hujan yang ku nanti, jadilah apa yang kamu gambarkan untuk apa yang kamu cita-citakan. Salam dari aku yang mendoakanmu dalam kias warna pelangi.
0 notes
Quote
Berawal dari impian, maka ku akan selesaikan semuanya.
0 notes
Text
Ke'sakti'an Pancasila
Berikan aku 10 pemuda, maka akan aku goncangkan dunia." (Ir. Soekarno) Begitu apa yang disampaikan salah satu pahlawan dan proklamator NKRI. Terdengar hebat dan kuat saat imajinasi mengantarkanku ke masa lalu. Masa dimana kata 'maha' yang kusandang saat ini memiliki harga dan makna pergerakan. Maha yang cerdas, jelas dan tepat dalam melangkah. Maha yang iklas dalam niat dan tujuan hanya untuk satu harga mati yaitu Indonesia yang Merdeka. Maha yang bekerja bukan untuk kedudukan ataupun kehebatan di mata orang lain.  .  .Hhe ... Berat ya.. Abaikan renungan diatas. Intinya di hari Kesaktian Pancasila ini, saya selaku penyandang kata 'maha' mencoba intropeksi. Sering saya berkomentar terkait kepemimpinan orang lain, dan ketika saya menjalani ternyata tidak semudah teori yang dulu saya sampaikan. Pada dasarnya ingatlah bahwa lebih kurangnya suatu kepemimpinan harus dipandang secara imbang. Jangan merasa ideologi dan kata 'idealismu' sebagai standar. Ingat! Tragedi G30S PKI pernah ada hanya karena satu ideologi di hidup matikan. Jangan sampai ada perulangan masa dimana kini background agama yang jadi kambing hitam diatas segalanya.  . .Untukmu penyandang 'maha', jangan lupa bahagia. Belajar yang rajin yuk, untuk apa yang kita sampaikan dan untuk apa yang kita perjuangkan.
0 notes
Text
I’m the next ...
Pertama dan awal segalannya,
Aku dan Visi terbesarku, mimpi bagi mereka setinggi meraih bintang, tapi aku cukup menargetkan impianku setinggi Menara Eiffel yang akan kukunjungi, tidak begitu tinggi tapi terukur tahap dan prosesnya.  Aamiin….
Dikisahkan dalam suatu tulisan niscaya akan lebih dikenang dan diingat olehnya, begitu kata seorang sahabat terhadapku yang termenung di kala senja. Mulai mengerti disaat lisan tak cukup mengisahkan lebih dalam makna sebuah rasa, rasa syukur, sedih, susah bahkan kecewa dan bahagia. Kegelisahan mampu tergambar lebih jelas dengan menulisnya dalam rangkaian kalimat. Imam Al-Ghazali berkata “Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”.
Aku dan dunia, ibarat bagian yang tidak bisa dimengerti oleh siapapun. Cara berpikir dan pola bertindak terasa unik ketika keberadaanku diantara mereka. Tidak wajar aku menyebutnya, terkadang aku merasa lebih kecil dari apa yang kumiliki dan merasa besar dikala aku menyadari apa yang tidak mereka miliki. Wajar sering disampaikan padaku karena aku manusia yang tak mungkin luput dari lupa dan dosa. Tapi dirasa aneh ketika ini ada dikenyataan negeriku. Perasaan yang seharusnya selalu konsisten kumiliki adalah aku ‘besar’ karena Tuhan sudah memberikan apa yang seharusnya aku penjuangkan. Apa yang bisa kuberikan untuk bangsa ini disaat aku menangis melihat kondisi rakyatnya? Masih adakan teman-teman sepertiku yang ingin mewujudkan citacita bangsaku?
Melihat sekelilingku yang berhenti seketika, ya mereka ada tapi sibuk dengan dunia dan ketakutannya, mereka takut atas perasaan ketidakmampuan dan takut atas tantangan. Impian keluarga yang mapan dan nyaman menjadi pilihan mereka. Aku pun kembali menilik niat, aku teringat ibu dan adik yang menginginkanku berjalan normal seperti mereka, tanpa mengambil tantangan, kuteringat keluarga besarku yang selalu mengecilkanku dan ibuku karena ketidakmampuan kami menyamai standar pemikiran mereka atas kesuksesan (sukses adalah dimana terpenuhi rumah dan mobil yang bisa diperlihatkan disaat lebaran). Kuteringat temanku yang bersedia mendampingiku belajar di atap yang sama tetapi lama kelamaan menghilang diantara tumpukan tugas kuliah yang katanya amanah dari orangtua.
Hemm… Berat… Sekecil aku ingin mewujudkan apa yang kuresahkan di hidup ini?? Bangsa pun seakan mengolok dan semakin mengecilkan mimpiku. Dengan usiaku yang sudah tertinggal jauh, mampukah aku menanggung sakit atas apa yang akan kuhadapi di depan sana? Semakin resah dan gelisah jika aku memikirkannya, nafas terengah saat realita negeri memang tidak akan memperlihatkan dukungannya. Politik bangsa menjadi penghalang terbesar dari apa yang mungkin akan kualami. Tunggu dan akan kusaksikan sendiri. Apapun yang kusampaikan diatas hanyalah pengingat atas visiku dan apa yang jadi tantanganku. Bismillah…. 15 tahun kedepan akan ada sosok Menteri wanita yang akan memperjuangkan hak bumi dan lingkungan di Indonesia. Selanjutnya jadilah saksi dan sahabat perjalanan mimpiku. Ingatkan aku disaat aku mulai lemah dan goyah atas ketakutanku. Cerita dan apa yang akan terjadi , kutuliskan berjalan seiring mimpi ini kukembangkan.
“Ketakutan terbesar akan menjadi kecil disaat kita yakin dan konsisten. Komitmen yang tulus dengan mempertebal iman atas keberadaan Tuhan menjadi nutrisi hebat atas visi yang akan kau wujudkan.” (D’Eiffel)
*Tulisan ini tidak ditulis untuk dikomentari gaya kepenulisannya, apa yang disampaikan adalah apa yang dirasakan, kutulis untuk mengungkapkan kegelisahan bukan untuk dinilai dalam perlombaan J
0 notes
Conversation
Say Hello...
Mencoba menulis kembali,... Salam perubahan :)
0 notes