Tumgik
catatankalandara · 3 years
Text
Toxic People
Pernanh nggak dipaksa satu lingkungan dengan orang toxic? Orang yang bossy, nggak mau denger orang yang dianggap dibawah dia, nggak punya empati, kalo istilah anak sekarang tuh akhlakless Tinggal pindah aja lingkungannya.
Yes, tepat!
Tapi gimana kalo kondisinya kita nggak bisa pindah dari lingkungan itu? Tapi gimana kalo kita sedang nggak punya opsi untuk pindah? Dan, yash i'm in. itu yang sekarang lagi aku alami.
Sempat heran kok ada ya orang yang kayak gitu? Oh sebentar, apa aku yang salah ya? Apa sikapku yang salah sampai dia bereaksi gitu? Apa aku aja yang baperan, jadi blur nih pas menilai sikap dia? Yaps, pertanyaan itu muncul di kepala dan akhirya si anak observe ini memvalidasi ke orang-orang yang notabene "netral". Dan ya emang dia aja yang kayak gitu.
So, what must i do now?
Be the best, tetap bersikap dan berperilaku yang seterbaik mungkin, ke siapapun termasuk ke dia, toxic people ini. Kenapa? Karena apa yang kita lakuin kesiapapun itu, itu bakal kita pertanggng jawabin ntar sama Allah, dan pasti sekecil apapun kebaikan akan ada balasannya, pun salam halnya dengan keburukan.
Jadi apa yang kita perbuat termasuk ke orang lain itu urusan kita dengan Allah. Sedangkan apa yang dia perbuat ke kita, itu urusan dia dengan Tuhannya. Bukan scope kita buat ngebales, bukan ranah kita untuk menghakimi. Kita loh cuma hamba-Nya. Lagian kalo kita bales nih, kalo kita bersikap kaya dia ke kita, trus apa bedanya kita sama dia? kalo kita juga bersikap kaya dia, kita bakal jadi toxic people juga nggak sih.
Dan sebenernya kita kan nggak bisa maksa orang bereaksi atau bersikap seperti apa yang kita mau, yang kita pengen, yang kita harapkan. Jadi yang bisa kita kontrol ya diri kita. Gimana kita bereaksi atas sikap dia, gimana kita memanajemen ekspektasi kita, gimana kita bersikap ke dia dan orang lain. Gimana kita, kita dan kita. Bukan dia titik fokusnya. Lagian, bakal capek sendiri nggak sih kita berharap ke hal yang nggak bisa kita kontrol?
Tapi lingungan kan bakal berdampak besar ke gimana diri kita. 
Yaps betul. 
Karena itu dengan mindset diatas kita jadi lebih bisa mengontrol agar tidak terwarnai, terbawa arus kurang baik di lingkungan kita. Sampai kapan? Sampai pindah lingkungan. Yaps, kedepannya pasti akan pindah lingkungan, tapi nggak sekarang, karna mudhorotnya masih lebih besar daripada faedahnya.
Sambil nunggu waktu yg tepat, sambil terus yakin pasti ada hikmah dibalik ini semua. Pasti Allah sedang mengajari hal baru untuk kita, yang nantinya di ujung jalan ini, kita akan paham oh ini ternyata hikmahnya, oh ini ternyata ilmu barunya.
Yuk bisa yuk, semangat berproses menjadi versi terbaik diri kita :)
0 notes
catatankalandara · 3 years
Text
Istri dan Firasatnya
Selama ini percaya nggak percaya sama yang namanya firasat seorang istri, sampai akhirnya hari ini dapet ujian lagi dari Allah, qadarullah suami nabrak mobil orang. 
Terus apa hubungannya sama firasat istri? Beberapa waktu ini ntah kenapa kayak nggak nyaman, overthinking, tiap disupirin suami bawel banget dan beliau selow-selow aja, dan diperparah sama baru baru ini ada seleb yang mengalami musibah di tol. Sehabis sholat ntah kenapa kayak lebih lama aja doa ya Allah jagain suamiku, ya Allah beri beliau kesehatan.. bener-bener nggak enak di fikiran dan perasaan. Dan dasar wanita, di pendam aja udah, tapi tetep difikirin, sungguh-sungguh overthinking. 
Subuh tadi tetap dengan doa panjang dan segala ke-overthinking-anku. Habis subuh beliau tidur lagi, rasanya pas ngelihat, dalam hati bilang "ya Allah kayaknya capek banget, kasian, mana harus ke kantor, gimana nanti di jalan? Semoga nanti nggak ngantuk". Pas ngambilin sarapan suami, dalam hati bilang "Duh diambilin sarapan nggak ya, nanti kalo kenyang terus ngantuk di jalan gimana ya? Duh kalo sarapan dan makin siang berangkatna, ntar buru-buru lagi di jalan". Tadi pagi juga pas suami pamit mau ke kantor, rasanya kayak nggak cuma sedih mau ditinggal sendiri di rumah, tapi juga was-was takut kenapa-kenapa. 
Sampai tiba-tiba ada panggilan tak terjawab. Deg. Pas buka chat, "Aku nabrak orang, maaf ya nggak hati-hati". Panik. Shock. Semua campur jadi satu. Alhamdulillah suami nggak kenapa-kenapa, hanya mobil kami dan mobil yang ditabrak yang lumayan penyok.
Sesaat terdiam. 
Ya Allah. 
Maafkan aku yang overthinking ini. 
Mungkin dengan ini jadi belajar lagi, kita sebagai istri nggak boleh terlalu overthinking. Istilah orang Jawa, apa yang kita fikirkan atau ucap bisa-bisa "tumus". Sebagai istri aku perlu banyak belajar lagi, gimana menangkap firasat dengan sebaik-baiknya, sebagai suatu kehati-hatian. Bukan dibiarkan. Bukan juga terlalu dilebih-lebihkan tanpa alasan yang jelas hingga overthinking. Belajar memfilter mana yang kata hati, mana yang buah dari overthinking kita. belajar berprasangka baik. 
Belajar belajar dan selalu belajar. Bismillah.
1 note · View note