Tumgik
Text
Semoga Salah Paham
Hari ini, Jakarta, 14 Agustus 2019 pukul 01:39 Pagi. Saya masih panik dan ketakutan, saya menulis dengan menangis lagi. Saya harap yang saya alami hanya kesalah pahaman dan bukan hal yang menjurus pelecehan. Di rumah ini, Rawamangun. Saya beberapa menit yang lalu mengalami tindakan tidak menyenangkan dari ayah saya. Bagaiman saya harus menjelaskannya saya tidak tau. Saya bingung. takut dan panik. Kakak-kakak saya sedang menuju kesini. Saya panik. Di rumah ini, hanya kami bertiga, saya, ayah saya, dan pekerja: bang doyok. Saya tidur dengan ayah saya karena beliau sudan 78 tahun dan cenderung suka rubuh. Malam ini maish tidur di kamar ayah saya dengan dibatasi bantal dan tindakan ini sangat sering dilakukan. Tiba tiba ayah saya meminta saya meletakkan kaki saya di bawah kakinya dan dia meletakkan kakinya di atas kaki saya. Saya tidak nyaman dan menolak. Beliau tetap meminta dan saya melakukan tindakan itu. beilau bolak balik ke kamart mandi mengatakan sangat ingin pipis tp sedikit. 
dan tiba disaat saya sudah makin tidka nyaman krn kesemutan saya melepaskan kaki saya, dan beliau meminta saya untuk tidur menghadap beliau agak tidak kesemutan, dan kaki saya tetap ditindih dengan kakinya. tapi tidak disitu saja, tangan beliau lalu memegang betis saya dan meraba2, kemudian naik ke belakang lutut saya, dibagian situ beilau meraba2 lagi dan saya  sangat panik dan jantung saya berdebar sangat kencang saya ketakutan. tangan beliau mulai masuk ke lubang celana bagian lubang kaki dan masih meraba2 bagian belakang lutut saya.  saya menghubungi kakak say a berharap dia blm tidur. Tuhan sangat baik. saya tidak bisa lebih bersyukur. dia membalas dengan sangat cepart dan satya diminta segera keluar kamar. saya pura2 mengangkat tefon dan lari ke kamar saya di atas lalu mengunci kamar. saya menangis di kamar mandi mengurung diri ketakutan, gemetar dan tetap menelfon kakak saya. saya bsia mendengar suara ibu saya di seberang menanyakan say akenapa. saya menangis sesegukan tertahan takut ayah saya mengikuti. saya diminta menyalakan komputer berpura2 kerja dan menyalakan musik kencang dan tetap masih keadaan menelfon kakak dengan tangis yang makin menjadi. 
yang saya takutkan benar terjadi, beliau menghampiri saya ke kamar dan meminta pintu di buka. saya hanya berteriak sedang mengerjakar pekerjaan dan beliau minta dibukakan “iya, tapi kamu jangan begini” kalimat yang sempat saya dengar, dan akhirnya saya buka puntu sebari tetap menelfon kkakak saya dalam mode loud speaker. beliau mausk ke kamar mandi dan langsung naik ke kasur. saya berada di depan kompuiyter. saya menangis tertahan. saya hanya bis amnegatakan “how kak how” dengan pelan. saya tidak sangggup bercerita lagi saya hanya berharap ini sebuah kesalah pahaman. tolong. 
3 notes · View notes
Text
Mundur
Untuk kali kesekian. Saya memilih menyimpan semuanya sendiri. Cenderung memilih untuk menghindar dari apapun yang memungkinkan saya berharap lebih. Perasaan takut itu terus ada. Entah tidak tau saya harus bagaimana. Ingin berteriak sekuat-kuatnya tapi ego saya lebih superior daripada nurani saya. Kepada mereka yang mulai saya hindari, sejauh ini saya hanya bisa mengatakan, kalian pribadi yang sangat baik. Semoga apa yang kalian berikan ke saya dapat berpengaruh lebih baik ke pribadi yang lain. Masalahnya bukan pada kalian. Hanya saya dan rasa takut saya.
0 notes
Text
Explaining things while crying is a different level of hurt
Tinkerbell
0 notes
Text
#WhatSlowlyKillsMe: One
I Would and What if. Both are working together even in the wrong circumstances. But the less use of "i would" hitting me up. Yeah i mostly say "ah nevermind", "hm maybe later", "yeah you know but I just can't". Deep inside me i really want to scream out of my lungs. Those words are the word that came out because i keep everything inside. And i know exactly what the reaction i'll get when i answer them with those. "ah come one!", "fvck, please don't cut it off while er're talking". Why? I will find myself dumbfounded after. And why again? Too much "What if" in my mind. Rather than I tell everything, i'll have myself thinking "what if my story creating negative vibe?", "what if they get bussier after?", "what if someone needs them now more than myself?" etc.
And the fact: I slowly destroy the trust or relation because of something called "what if". I need to get myself out of punishing myself. I should have get through that door when it still open for so long.
Tumblr media
Photosource: https://pin.it/lxo45yntdh3qp3
0 notes
Text
Hi, Me.
Untuk diri saya, ketika anda kembali kesini dan membaca setiap cerita abu dan hitam yang anda lalui, perlu anda tau kalau anda sangat kuat. Anda berhasil berdiri dan masih bisa kembali dengan utuh. Selagi masih bisa berdiri, berbanggalah karena hanya yang kuat yang bisa melewati masalah.
2 notes · View notes