Tumgik
arigatoumo · 8 days
Text
And when I'm back to Jakarta, I feel it.
Another version of me I was in it
Dulu, aku benci banget pulang kampung. Karena rasanya, umi marah-marah mulu. Rasanya, aku selalu serba salah. Apapun yang aku kerjakan di mata Umi kayaknya ngga pernah bener. Tapi, semua itu berubah di tahun ini. Tidak merasakan energi 'marah' itu lagi. Baik Umi, abi, bahkan yangti yang dulu kupikir selalu marah.
Namun setelah merenung berkali-kali, aku baru sadar. Yang berubah bukan Umi, abi, yangti, atau orang-orang, tapi aku. I'm the problem, yeah. It's me!
Aku (mencoba) berubah sejak setengah tahun lalu. Satu sifat burukku hilang satu. Yaitu sikap marah saat disuruh-suruh. Ternyata, aku semenyebalkan itu, ehe. Aku baru sadar, ketika aku mengerjakan semua kerjaan dengan senang hati, umi ngga se'pemarah' itu. Yangti ngga se-jahat itu, mba mia ngga semenyebalkan itu. Justru Rifqia yang malas, memancing amarahku. Aku berubah menjadi nenek lampir, marah-marah.
Puas sih, tapi aku masih punya misi perubahan selanjutnya. Aku harus mengendalikan emosi dan sikap heboh-ku. Menjelma wanita anggun sebagaimana mestinya, serta menlawan rasa malas yang sudah mengakar dalam diriku.
Umi pernah bilang,
"Kalo kamu itu ngga males, Umi yakin banget kamu bakal melejit tinggi. Masalahmu cuma satu, males."
Kamu pasti bisa, shofi. Kalau ngga berubah sekarang, kapan lagi?
0 notes
arigatoumo · 1 month
Text
Anak Tengah
Mungkin banyak anak tengah yang merasa bahwa dia terlupakan atau lebih ke "ngga dikenal" sama tetangga atau temen-temen orang tuanya. Awalnya aku juga selalu bertanya-tanya hal ini, kenapa yang dikenal cuma mba mia, mas burhan, syihab dan izul (?)
Sampe hari ini tiba. Di mana Umi dan Abi pergi ke serang sampai besok, sedangkan aku di rumah bersama syihab dan izul karena mereka besok sekolah. Lalu aku tersadar, ternyata inilah alasannya.
Ketika mas burhan dan mba mia lahir, tidak ada yang bisa menemani mereka di rumah. Ketika Abi dan Umi pergi, mereka akan dititipkan ke orang lain yang lebih tua. Lalu, ketika aku lahir, mereka sudah lebih dewasa sedikit. Setidaknya bisa menjagaku selama satu atau dua jam di rumah.
Ketika aku tumbuh besar, aku memiliki adik yang harus kujaga. Sehingga Umi dan Abi tenang ketika meninggalkan kami. Ketika anak tengah sudah tidak di rumah, rumah akan kembali kosong. Menyisakan dua anak bungsu yang dianggap masih kecil. Akhirnya mereka pun diajak pergi dan dikenal luas oleh banyak orang.
Tulisan ini bukan untuk membandingkan perilaku Umi Abi pada anak-anaknya. Yah, semacam pemikiran yang lewat saja di otakku. Toh, faktanya anak tengah memang begitu. Dia diciptakan untuk berjuang sendiri, membangun citranya sendiri.
Lagipula, hidup terkenal ga seenak yang dibayangkan. Entahlah.
0 notes
arigatoumo · 2 months
Text
Jalan-jalan
Aku suka berpetualang, jalan-jalan, dan menikmati suatu perjalanan. Tapi, aku tidak pernah menjadikannya sebagai tujuan.
Aku menikmati setiap detik keramaian di bus, memperhatikan kebaikan orang untuk saling berbagi tempat duduk, mendengarkan obrolan anak-anak sekolah, dan berkenalan dengan orang yang duduk di sampingku. Itulah kenapa, aku lebih memilih naik bus 80/ jika tidak dikejar waktu.
Aku ingin, ingatan dan perasaan ini kekal agar aku bisa terus mengenangnya saat aku pulang nanti, entah kapan. Walau kutau, semua itu fana.
Membawa pulang cerita ibu-ibu baik hati, tukang besi yang menafkahi anaknya, politik mesir yang pelik, atau sekedar orang-orang misterius yang selalu membawa keajaiban di saat aku merasa putus asa. Rasa-rasanya, semua kisah ringan itu bukan tujuanku berada disini.
Aku punya tujuan yang lebih tinggi dan lebih rumit. Aku harus kembali dan menenteng oleh-olehku sendiri, sebuah mimpi.
0 notes
arigatoumo · 3 months
Text
"Ga semua perasaan itu harus diungkapkan, terkadang kita hanya perlu menikmatinya. Seperti makan rendang"
Itu kata seseorang waktu dia membalas status gajelasku di suatu hari. Sederhana, tapi cukup membuatku teringat terus. Jadi, setiap ada perasaan yang bergejolak, aku selalu mencoba menahannya dan berbisik pada diri sendiri, "nikmatin aja, ga perlu diumbar"
Begitulah perempuan yang hidupnya ngga disibukkan dengan ilmu, pasti disibukkan dengan perasaan-perasaannya.
Ga cuma rasa suka ke orang lain yang harus ditekan, tapi juga rasa benci pada diri sendiri yang harus semakin diminimalisir. Penyesalan-penyesalan yang ga merubah apapun itu ga perlu dibawa-bawa ke hari ini. Waktu kita terlalu sempit untuk menikmati perasaan-perasaan itu.
Belajar mencintai diri sendiri dan menerima diri sendiri apa adanya. Toh, yang namanya hati manusia itu dibolak-balik tuhan. Yang cinta bisa benci, yang benci bisa cinta. Lantas, buat apa sibuk tersakiti terhadap sesuatu yang fana?
1 note · View note