Tumgik
abanaghaida-blog · 7 years
Text
Wahai Qa’idun, Alasan Apa yang Engkau Siapkan di Hadapn Allah?!
Dia bepergian dari satu wilayah ke wilayah Daulah Islam lainnya, dan dari satu kota ke kota lainnya. Bukan untuk mencari rezeki, bukan pula demi mencari pasangan hidup. Bukan untuk itu. Bukan juga untuk mendaftar ke berbagai perguruan tinggi agar diterima. Bukan pula untuk mengunjungi keluarga dan kerabat!
Tahukah engkau mengapa pemuda tanpa kedua kaki (buntung) itu rela menempuh perjalanan jauh? Dia pergi demi mencari tempat yang bisa menerimanya sebagai seorang istisyhadi dalam rangka membantai musuh-musuh Allah. Ya, kedua kakinya terputus.
Semua wilayah menolaknya! Namun sekali-kali tidak seperti yang engkau sangkakan. Semua wilayah itu menolaknya bukan karena kedua kakinya buntung! Dikarenakan tidak adanya peluang untuk dirinya disebabkan membludaknya angka dan tingginya jumlah pendaftar istisyhadi!
Akhirnya, berkat karunia Allah, pemuda cacat tersebut diterima sebagai istisyhadi di Wilayah Ninawa. Dia —semoga Allah menerimanya— berkata, "Demi Allah, aku tidak mendapatkan hujah (alasan) di hadapan Allah, sehingga Dia dapat memberiku udzur dengannya, untuk aku tidak berjihad. Dan aku adalah seorang yang kehilangan kedua kaki."
Lalu bagaimana bisa engkau mendapatkan hujah, wahai engkau yang sehat dan memiliki dua kaki?! Demi Allah, engkau tidak termasuk orang-orang mustadh'afin (lemah/teraniaya) di muka bumi! Argumentasi apa yang kelak engkau siapkan di hadapan Allah?!
Sang mujahid tak berkaki itu akhirnya melaksanakan operasi istisyhadi. Dia meninggalkan pesan sebuah ayat untuk setiap qa'idun (orang yang enggan berjihad). Satu ayat yang membuat dirinya tak sanggup tidur di atas kasur empuk, tak dapat tertidur nyenyak di waktu malam. Allah berfirman, "Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (At-Taubah: 39)
Sampai kapan kita enggan berangkat berperang? Demi Allah, Allah Maha Benar ucapan-Nya; "...niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain." Biarkan waktu yang 'menjawabnya'.
1 note · View note
abanaghaida-blog · 7 years
Text
يوما ما.. سيخطب خليفة المسلمين من الحرم المكي شاكرا الله على نصره يوما ما.. سترتفع راية العقاب مرفرفة على أسوار الأقصى يوما ما.. سنسمع تكبيرات المجاهدين في قلب جزيرة العرب يوما ما.. ستكفكف الحرة دموعها في بورما ومالي وتركستان يوما ما.. ستمشي المسلمة بحجابها شامخة دون أن تضايقها نظرات استهزاء واندهاش يوما ما.. ستخرس ألسنة المنافقين والطاعنين والمخذلين عن الجهاد يوما ما..! اللهم اجعل هذا اليوم قريبا وأشهدنا فرحته..
#وعد #يقين
                   #جيش_الأنصار_الإلكتروني                    #الإدارة
Suatu hari nanti...
Khalifah kaum muslimin akan berkhutbah dari Masjidil Haram Makkah bersyukur kepada Allah yang telah menolongnya.
Suatu hari nanti...
Panji Al-’Uqab akan berkibar di dinding Masjidil Aqsha.
Suatu hari nanti..
Kita akan mendengar pekik takbir mujahidin di jantung Jazirah Arab.
Suatu hari nanti...
Kaum muslimin mengusap air mata mereka di Burma, Mali, Turkistan, dan negeri-negeri lainnya.
Suatu hari nanti...
Seorang muslimat berjalan dengan hijab lebarnya tanpa terintimidasi pandangan-pandangan yang mengolok-olok.
Suatu hari nanti...
LIsan kaum munafikin, para pencela, dan para penelantar jihad akan terbungkam.
Ya, suatu hari nanti...
Ya Allah, jadikanlah hari itu semakin mendekat. Buatlah kami menyaksikan hari itu...
#yakin
#janjiAllah
2 notes · View notes
abanaghaida-blog · 7 years
Text
Surga adalah Rumah Sejati
Suatu ketika, salah seorang laki-laki masuk ke dalam rumah Abu Dzarr —Radhiyallahu 'Anhu. Laki-laki itu melemparkan pandangan ke sekeliling rumah Abu Dzarr, dan dia tidak mendapatkan barang apapun di rumahnya.
Dia pun bertanya keheranan, "Wahai Abu Dzarr, di mana barang-barangmu?"
"Kita memiliki rumah di sana. Kita akan kirimkan barang-barang terbaik kita kesana," jawab Abu Dzarr menunjuk rumah di akhirat nanti.
"Akan tetapi, tetap saja engkau harus memiliki barang-barang selama engkau tinggal di rumah ini," kata si laki-laki tersebut merujuk kepada rumah di dunia.
Abu Dzarr menimpali, "Akan tetapi Sang Pemilik 'Rumah' tidak akan membiarkan kita di sini (dunia)."
1 note · View note
abanaghaida-blog · 7 years
Text
Beramai-ramai Berjihad
Adh-Dhahhak berkata tentang firman Allah Ta'ala: "Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalab sesuatu yang kamu benci." (Al-Baqarah: 216)
Dia menjelaskan, "Ketika turun ayat qital (perang), mereka membencinya. Tatkala Allah 'Azza wa Jalla menerangkan pahala orang-orang yang berperang dan keutamaan ahli qital; serta apa yang Allah siapkan untuk ahli qital berupa kehidupan dan rezeki bagi mereka, hal itu sedikitpun tidaklah memengaruhi orang-orang yang telah yakin terhadap jihad. Mereka sangat mencintai jihad dan menyukainya. Sampai-sampai mereka memohon agar Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam membawa mereka. Jika mereka tidak mendapatkan sesuatu yang bisa membawa mereka, mereka berpaling dan mata mereka bercucuran air mata karena bersedih." (Al-Jihad, Ibnul-Mubarak, 1/66)
1 note · View note
abanaghaida-blog · 7 years
Text
Secuil Kisah Keteguhan Syaikh Faris Az-Zahrani
Secuil Kisah Keteguhan Syaikh Faris Az-Zahrani
Syaikh Faris Syuwail Az-Zahrani —semoga Allah menerimanya— dikenal sebagai seorang ulama dengan manhaj yang jelas, tidak pernah mau berkompromi, senantiasa mendeklarasikan keyakinannya; seterang matahari di siang bolong.
Suatu ketika, Ali Al-'Afnan —semoga Allah melaknatnya— mengunjungi Syakh Faris Az-Zahrani di sel penjaranya. "Mintalah apapun yang engkau inginkan, dan kami akan menunaikannya," seraya menunjukkan sejumlah barang yang akan diberikannya kepada Syaikh Faris.
"Aku tidak menginginkan apapun. Permintaanku jelas; kenapa engkau membatalkan dan melarang pernikahanku?" tanya Syaikh Faris.
Al-'Afnan menjawab, "Karena engkau ingin menikah dengan seorang wanita teroris." Syaikh Faris merespons, "Sederhana saja, seorang teroris akan menikah dengan teroris. Apa masalahnya?"
"Nanti dia akan melahirkan teroris lainnya," timpal Al-'Afnan.
Syaikh Faris berkata, "Sama sepertimu; seorang thaghut menikah dengan thaghut perempuan, lalu melahirkan thaghut lainnya. Kemudian putraku akan berperang melawan putramu. Ini adalah sunnah pertempuran antara kebenaran dengan kebatilan!"
Al-'Afnan tidak mampu menjawab lagi, kemudian dia berkata kepada Syaikh Faris, "Ambil kertas ini dan tuliskan permintaanmu kepada Muhammad bin Nayif." Syaikh Faris mengambilnya, lalu menulis, "Keselamatan bagi orang yang mengikuti petunjuk."
Al-'Afnan bertanya, "Bagaimana bisa engkau menulis 'Keselamatan bagi orang yang mengikuti petunjuk'? Memangnya dia kafir?!"
Syaikh Faris menjawab, "Apakah engkau meragukan kekafirannya?"
Mendengar jawaban itu, Al-'Afnan pergi dengan keringat mengucur deras di keningnya.
1 note · View note
abanaghaida-blog · 7 years
Text
"Jika memang mati adalah satu-satunya pilihan, biarkan kami mati dalam perjuangan, bukan pengkhianatan. Biarkan kami mati dalam keadaan melawan, bukan mati dihinakan."
1 note · View note
abanaghaida-blog · 7 years
Text
Ongkos Keimanan
Para hamba beriman akan dihadapkan pada ujian dan bencana. Keduanya merupakan harga yang harus dibayarkan untuk keimanan dan 'ongkos' akidah. Hal ini sangat serius, bukan main-main. Akidah merupakan amanah yang takkan dapat diemban kecuali oleh orang-orang tepercaya yang sanggup memikulnya. Orang-orang yang siap untuk membayar harganya. Kalimat tauhid bukan sekadar kata-kata yang terucap dari bibir. Bukan pula jargon sekadar didengungkan semata. Konsekuensi darinya meniscayakan kesabaran demi melewati cobaan berat yang menghadang.
0 notes
abanaghaida-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
“The foundation of this religion is a book that guides and the sword brings victory.” (Ibn Taymiyyah)
3 notes · View notes
abanaghaida-blog · 7 years
Text
Di Manakah Lelaki Pemberani Jujur?!
Menolong kaum muslimin yang lemah dan tertindas oleh orang-orang kafir, cukup dengan menyedekahkan uang ke badan-badan amal?! Ini adalah batasan ketentuan yang dipijak oleh para lelaki pengecut lemah iman, bukan para lelaki pemberani yang jujur (!)
Karena para lelaki pemberani dan beriman tangguh akan memaksimalkan keimanan dan kekuatan mereka; berusaha mendatangi setiap front terpanas melawan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya.
1 note · View note
abanaghaida-blog · 7 years
Text
Kaum Muslimat Memang Hebat!
Kaum Muslimat Memang Hebat!
Oleh: Abana Ghaida
Kaum muslimat muwahid (bertauhid) adalah hebat. Berbanggalah! Tak perlu bersedih. Muslimat hebat karena kesiapan diri untuk mengemban berbagai misi keimanan kepada Allah Ta'ala, pengingkaran kepada thaghut dan kesyirikan, serta segenap amal ibadah di rumahnya, yang diharapkan dapat mendatangkan keridhaan-Nya. Setiap wanita shalihah begitu istimewa, sangat penting, dan memiliki andil dalam kokohnya bangunan Islam dan konstelasi kaum muslimin. Mereka mempunyai watak dan karakter luar biasa yang dapat menopang hal itu. Dikira lemah, sebenarnya mereka kuat. Disangka tak berdaya, sejatinya mereka digdaya.
Dibandingkan kaum wanita kafir, jelas kaum muslimat jauh lebih hebat. Di saat wanita-wanita kafir berlomba-lomba melakukan kesyirikan, dosa, dan maksiat, kaum muslimat teguh menggenggam iman dan takwa mereka untuk mematuhi Allah dan Rasulullah. Di saat wanita-wanita kafir dan munafik bersaing untuk saling mengumbar aurat dan melakukan tindakan amoral, kaum muslimat menyimpan kecantikan mereka hanya untuk suami dan mahramnya, mereka memiliki rasa malu dan harga diri serta 'iffah (kesucian). Ketika kebanyakan wanita hanyut dalam derasnya peradaban Yahudi dan Nasrani, kaum muslimat muwahid kokoh mengamalkan al-wal wal baraa. Menundukkan syahwat dan hawa nafsu serta menjauhi fitnah di saat budaya hedonisme dan permisif merajalela; adalah hal yang hebat. Dan Allah takkan sia-siakan keimanan dan amalan mereka.
Allah akan limpahkan pahala bagi siapa saja, tak terkecuali kaum wanita, apabila mereka beriman dan beramal shalih. Allah berfirman, "Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun." (Ali 'Imran: 124)
"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (An-Nahl: 97)
Makanya, ada banyak keterangan dari Allah dan Rasulullah yang mengapresiasi para muslimat. Tidak ada satu teks pun di dalam Al-Quran dan As-Sunnah yang hanya menguntungkan kaum laki-laki saja. Tidak ada satu keterangan pun di dalam syariat Islam yang menyiratkan bias gender. Islam memposisikan kaum muslimat sesuai dengan fitrah mereka.
Sampai-sampai Nabi Muhammad mengkhususkan waktu sehari untuk menyampaikan pengajaran kepada kaum muslimat, memberikan nasehat dan perintah kepada mereka. Dari Abu Sa’id Al-Khudri, dia berkata bahwa suatu ketika para wanita pernah berkata kepada Rasulullah, “Kaum laki-laki telah mengalahkan kami, maka jadikanlah satu hari untuk kami.” Beliau pun menjanjikan satu hari untuk dapat bertemu dengan mereka, kemudian Nabi memberikan nasihat dan perintah kepada mereka. Teks-teks pedoman memberikan penghargaan sangat tinggi kepada mereka, dengan menjadikan seluruh gerak-gerik mereka bernilai ibadah, selama meyakini akidah dan keimanan yang benar, serta mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Contohnya, seorang istri yang selalu taat dan patuh kepada suami, dia akan mendapat jaminan surga, karena Allah mewajibkan setiap istri taat dan setia kepada suami. Segala perintahnya harus ditaati, kecuali perintah melakukan kesyirikan, kekafiran, dan kemaksiatan. Rasulullah telah bersabda, “Apabila seorang wanita menjalankan shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, patuh terhadap suami serta menjaga kemaluannya dari tindak perselingkuhan, niscaya dia masuk surga.” (HR. Ibnu Hibban)
Ummu Salamah menerangkan, bahwa Rasulullah telah bersabda, “Wanita mana saja yang meninggal, sedangkan suaminya merasa ridha kepadanya, maka dia berhak masuk surga.” (HR. At-Tirmidzi)
Dengan melayani suami, kebaikan terhampar di hadapannya seorang istri. Sahabat Abdullah bin Mas'ud menerangkan, bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila seorang istri mencuci pakaian suami, maka Allah menetapkan baginya seribu kebaikan, mengampuni seribu kejelekan, mengangkat baginya seribu derajat dan seluruh mahluk yang terkena sinar matahari memohonkan ampun baginya." (HR. Ath-Thabrani dari Abdullah bin Mas'ud)
Islam menjanjikan kebaikan dan pahala besar kepada istri yang membantu kepemimpinan suami dengan ketaatan, serta memberikan ancaman kepada istri yang ingkar. Sahabat Abu Hurairah memberikan keterangan, bahwa Rasulullah telah bersabda, “Seandainya aku boleh memerintahkan kepada seseorang untuk menyembah orang lain (sesamanya), tentu aku perintahkan kepada seorang istri agar menyembah suaminya.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Ibnu Majah)
Bahkan, seorang wanita adalah kunci dari kehidupan lelaki. Shahabat Sa'ad bin Abi Waqash menerangkan, bahwa Rasulullah bersabda, “Kunci kebahagiaan umat manusia ada tiga, kunci kecelakaan mereka juga ada tiga. Kunci kebahagiaan mereka: Istri shalihah, tempat tinggal yang nyaman dan kendaraan yang bagus. Sedangkan kunci kecelakaan mereka: Istri yang rusak, tempat tinggal yang gersang dan kendaraan yang jelek.” (HR. Al-Hakim dan Ahmad)
Sa'ad bi Abi Waqqash mengetengahkan sebuah riwayat yang bersumber dari ayahnya, bahwa Rasulullah bersabda, “Tiga hal yang menjadi kunci kebahagiaan seseorang; Istri yang bila dipandang menyenangkan, bila engkau perintah patuh dan bila engkau tinggal pergi engkau merasa yakin terhadap kesetiaannya. Tiga hal yang menjadi kunci kesengsaraan seseorang; Istri yang bila engkau pandang menjemukan, bila engkau perintah lisannya selalu mengumpat dan bila engkau tinggal merasa aman atas dirinya (karena dapat melakukan perselingkuhan).” (HR. Al-Hakim)
Allah menciptakan wanita sebagai pengimbang kehidupan. Mereka dibebani misi untuk berjuang menjaga keseimbangan, harmoni, ketenangan, dan cinta di setiap unit keluarga. Namun, mereka juga berjuang keras untuk mendidik diri mereka dan memanjakan segenap potensi individu mereka. Mereka memang terbingkai dalam kelemah-lembutan dan halus, namun juga mampu tampil penuh keberanian menghadapi orang-orang ‘kuat’ dan para tiran. Dia turut membantu memegang peranan kunci dalam pengembangan wawasan, kreativitas, bakat, dan pencapaian kesuksesan suami, anak-anak, dan kaum beriman. Semua ini tentang kapasitas seorang wanita untuk mencintai, memberi, memaafkan, menyibak rintangan, dan berjuang mencurahkan potensi diri sebagai individu hamba Ilahi.
Seperti halnya kaum laki-laki, wanita pun bertanggungjawab atas agama, akidah, dan ibadahnya. Mereka wajib mengetahui hukum-hukum tentang halal dan haram, serta mampu membedakan antara kebenaran dan kebatilan.
Oleh karenanya, kita bisa menyaksikan banyak Shahabiyah yang berinisiatif mencari ilmu, memprioritaskan diri mereka untuk mendapatkan berbagai pelajaran. Sedemikian tingginya perhatian dan aktivitas mereka dalam menuntut ilmu. Terlebih lagi ketika kita membuka lembaran-lembaran sejarah Ummahatul Mukminin, kita mendapatkan mereka memiliki kapabilitas keilmuan yang tinggi dan banyak meriwayatkan hadits Nabi Muhammad. Mereka juga menjadi referensi penting atas berbagai pertanyaan sahabat beliau. Yang terdepan di antara mereka adalah Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu 'Anha.
Diriwayatkan dari Urwah bin Az-Zubair, dia berkata, “Aku tidak mendapatkan seorang wanita yang lebih mengetahui Al-Qur’an, kewajiban agama, fikih, kedokteran, dan syair daripada Aisyah.”(Diriwayatkan Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak, 11/4, dan Ath-Thabarani di dalam Al-Kabir, 23/182)
Riwayat tersebut memotivasi para muslimah untuk mempelajari beragam ilmu bermanfaat, menghafal Al-Quran, mentadaburi makna-maknanya, sehingga memicu mereka untuk konsisten dalam beragama, beretika, dan memberi manfaat kepada masyarakat sekitar.
Bahkan para Sahabat wanita di masa lampau memiliki semangat luar biasa, sampai-sampai mereka meminta kepada Rasulullah untuk dilibatkan dalam peperangan atau juga disetarakan pahala mereka dengan pahala berjihad. Asma binti Yazid Al-Anshariyah Radhiyallahu 'Anha mendatangi Rasulullah, sementara beliau sedang duduk di antara para sahabatnya. Asma’ berkata, “Aku korbankan bapak dan ibuku demi dirimu ya Rasulullah. Aku adalah utusan para wanita di belakangku kepadamu. Sesungguhnya Allah mengutusmu kepada seluruh laki-laki dan wanita, maka mereka beriman kepadamu dan kepada Rabbmu. Kami para wanita selalu dalam keterbatasan; sebagai penjaga rumah, tempat menyalurkan hasrat dan mengandung anak-anak kalian, sementara kalian (kaum laki-lak) mengungguli kami dengan shalat Jumat, shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, berhaji setelah sebelumnya sudah berhaji dan yang lebih utama dari itu adalah jihad fi sabilillah. Jikalah seorang dari kalian pergi haji atau umrah atau jihad, maka kamilah yang menjaga harta kalian, yang menenun pakaian kalian, yang mendidik anak-anak kalian. Bisakah kami menikmati pahala dan kebaikan ini sama seperti kalian?”
Nabi memandangi seluruh sahabat. Kemudian beliau bertanya, “Apakah kalian pernah mendengar ucapan seorang wanita yang lebih baik pertanyaannya tentang urusan agamanya daripada wanita ini?” Mereka menjawab, “Ya Rasulullah, kami tidak pernah menyangka ada wanita yang bisa bertanya seperti dia.”
Nabi menengok kepadanya dan bersabda, “Pahamilah wahai wanita. Dan beritahu para wanita di belakangmu bahwa ketaatan istri kepada suaminya, usahanya untuk memperoleh ridhanya dan kepatuhannya terhadap keinginannya menyamai semua itu.” Asma pun berlalu dengan wajah berseri-seri.
Atau dalam kisah lainnya, Aisyah bertanya, "Wahai Rasulullah, kami melihat jihad itu seutama-utama amal, apakah kami tidak ikut berjihad?” Beliau menjawab, "Bagi kalian ada jihad yang paling utama, yaitu haji yang mabrur.”
Dalam riwayat lainnya, Aisyah bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, apakah ada jihad bagi wanita?” Beliau menjawab, “Jihad yang tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu haji dan umrah.”
Tetapi dalam hadits lain disebutkan juga bahwa terdapat Sahabat wanita yang ambil bagian dalam peperangan atau jihad dalam tugas yang khusus. Mereka menyediakan makanan, merawat dan mengobati pasukan muslimin yang terluka, mengumpulkan anak panah, dan memberikan semangat jihad di jalan Allah.
Ummu Athiyyah Al-Anshariyyah berkata, ”Aku telah ikut berperang bersama Nabi Shallallahu ’alaihi wa Sallam dalam tujuh peperangan, aku tertinggal dalam perjalanan bersama mereka. Maka aku buatkan mereka makanan, mengobati yang terluka, dan mengurusi orang sakit.” (HR. Muslim)
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa pada masa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam terdapat sekumpulan wanita yang mengikuti Perang Khaibar. Rasulullah mengetahui hal tersebut kemudian menyuruh seorang utusan untuk mendatangi mereka. Ketika ditanya oleh utusan tersebut, mereka menjawab, "Kami keluar untuk membantu pasukan mengumpulkan anak panah, membantu untuk mengobati pasukan yang terluka, memberi semangat jihad di jalan Allah.” Kemudian para wanita tersebut pergi dan Allah memberikan kemenangan bagi kaum muslimin. Rasulullah memberikan bagian ganimah kepada para wanita itu sebagaimana bagian laki-laki, yaitu berupa kurma.
Ya, pada zaman Rasulullah, wanita yang ikut berperang biasanya ditempatkan di barisan belakang. Mereka membantu menyediakan makanan, mengobati pasukan yang terluka, mengumpulkan senjata yang terjatuh, dan memberikan semangat jihad agar diperoleh kemenangan. Namun, dalam kondisi darurat atau fardhu 'ain, mereka pun mengangkat senjata bahkan sengaja terjun langsung di medan pertempuran melawan dan membunuh orang-orang kafir.
Terdapat hadits yang menerangkan bahwa wanita pun mengangkat senjata pada kondisi darurat, di antaranya:
Dari Abdillah bin Zaid bin Ashim, dia berkata, ”Saya menyaksikan Perang Badar ketika kaum muslimin kocar-kacir lari meninggalkan Rasulullah. Aku dan ibuku mendekat ke posisi Rasulullah, beliau bertanya, "Apakah engkau putra Ummu Amarah?” Aku menjawab, ”Ya.” Beliau bersabda, "Lemparlah.” Saya pun melempar musuh yang mengendarai kuda dengan batu. Lemparanku mengenai mata kuda musuh dan laki-laki itu jatuh dan kemudian disusul dengan pukulan batu. Melihat peristiwa itu, Rasulullah tersenyum, dan beliau melihat luka di bagian punggung ibuku seraya bersabda, "Ibumu, ibumu, balutlah lukanya. Ya Allah, jadikanlah mereka sahabatku di Jannah.” Aku berkata, ”Dan saya pun tidak menghiraukan lagi apa yang menimpaku di dunia.”
Demikianlah, kadang dalam satu kondisi tertentu yang darurat, yaitu jika musuh tiba-tiba menyerang suatu negeri dan telah sampai ke rumah-rumah, hendaklah para wanita berperang untuk mempertahankan dirinya dan orang-orang yang bersama dengannya. Sebagaimana diterangkan dalam satu riwayat Imam Muslim, dari Anas, dia berkata, "Bahwa ketika Perang Hunain, Ummu Sulaim membawa sebilah khanjar (semacam pisau) dan selalu bersamanya, lalu Abu Thalhah melihatnya, maka dia berkata kepada Rasulullah , "Ya Rasululloh, ini Ummu Sulaim membawa sebilah pisau." Maka beliau bertanya kepada Ummu Sulaim, "Untuk apa engkau membawa pisau itu, wahai Ummu Sulaim?" Dia menjawab "Aku membawanya jika ada salah satu musuh dari kaum musyrikin yang mendekat kepadaku, maka aku akan merobek perutnya." Mendengar jawabannya, Rasulullah tertawa.
Oleh karena itu, jika muslimat wajib berjihad dalam kondisi darurat tertentu, maka sudah sewajibnya dia membekali diri dengan senjata, melakukan i'dad (persiapan) dengan berlatih menggunakan senjata dan menembak. Dan sudah semestinya bagi suaminya untuk melatih istrinya, atau jika belum menikah, maka dia berlatih kepada pelatih wanita.
Dari penjelasan di atas, kita dapat memahami betapa hebatnya seorang muslimah. Dia mesti memiliki kesiapan dan ketangguhan untuk melakoni tugas penghambaannya kepada Allah, mempelajari ajaran-ajaran Islam yang benar, menunaikan tugas-tugas domestik, melayani suami, merawat dan mendidik anak-anaknya, membantu kaum muslimin di medan jihad, dan bahkan dalam kondisi tertentu dia pun ikut mengangkat senjata dan membunuh musuh-musuh Islam.
Sadarilah nilaimu wahai muslimat, dan berbanggalah dengan ganjaran yang akan didapatkan. Kalian tak perlu menjadi orang lain. Tetaplah menjadi muslimah. Bergegaslah untuk berkontribusi dalam penjagaan bangunan Islam dan penegakkan panji tauhid di segenap penjuru.
Daulah Islam, 14 Dzulqa'dah 1438 H
(Tabik hormat untuk sosok salah satu wanita hebat nun jauh di sana; ibu)
1 note · View note
abanaghaida-blog · 7 years
Quote
Seandainya kebenaran senantiasa menang, maka barisan para penyeru (du'at/pendakwah) akan dipenuhi munafikin. Dan seandainya kebatilan senantiasa menang, maka para pendakwah akan tertimpa keraguan. Akan tetapi, ada saatnya dan ada saatnya. Ada saatnya kebatilan menang, di dalamnya ada penyaringan bagi para pendakwah. Dan ada saatnya kebenaran harus menang, keyakinan akan datang di dalamnya.
Madarij As-Salikin, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
0 notes
abanaghaida-blog · 7 years
Text
Mencetak Mujahid Tangguh
Mencetak Mujahid Tangguh
Oleh: Abana Ghaida
Ketika berita tentang tentara Salibis yang telah bersiap untuk meluluh-lantakkan Islam sampai kepadanya, Abu Qudamah Asy-Syami bergerak cepat menuju mimbar masjid. Dalam pidato yang emosional dan bertenaga, Abu Qudamah membakar semangat masyarakat muslim untuk mempertahankan wilayah mereka, dengan jihad fi sabilillah. Tak lama setelah dia meninggalkan masjid, menuruni lorong sempit dan gelap, tiba-tiba seorang wanita menghentikan langkahnya dan berkata, “Assalamu’alaikum wa rahmatullah!” Abu Qudamah berhenti, dan tidak menjawabnya.
Wanita itu mengulangi lagi salamnya, seraya menambahkan, “Hal demikian bukanlah tindakan yang seharusnya dilakukan orang shalih.” Lalu wanita itu berjalan selangkah mendekati bayangan Abu Qudamah. “Aku mendengar engkau di masjid memotivasi orang-orang beriman untuk pergi berjihad, dan yang aku punya hanyalah ini,” tuturnya sembari menyerahkan dua buah kuncir yang dipotong dari rambutnya. Wanita itu meneruskan, “Ini bisa digunakan sebagai tali kendali kuda. Semoga Allah menetapkan diri ini sebagai salah seorang yang pergi berjihad."
Pada hari berikutnya ketika kaum muslimin telah bersiaga untuk berkonfrontasi dengan pasukan kafir, tiba-tiba seorang anak kecil berlari ke kerumunan dan berdiri di hadapan kuda yang ditunggangi Abu Qudamah. “Demi Allah, aku memohon kepada engkau agar mengizinkanku untuk bergabung ke dalam pasukan,” pinta anak kecil itu.
Tak ayal, beberapa mujahid yang lebih tua menertawakan anak tersebut. “Nanti kuda akan menginjak-injakmu,” ejek yang lain. Akan tetapi Abu Qudamah menatap dalam-dalam kedua matanya, lalu bocah kecil itu berkata lagi, “Demi Allah, izinkan aku untuk bergabung.” Abu Qudamah menimpali, “Tapi dengan satu syarat, jika engkau terbunuh, maka engkau akan membawaku ke surga bersama orang-orang yang engkau masukkan ke dalam syafaat (syahid)mu.” Anak itu lantas tersenyum sembari berucap, “Itu adalah janji.”
Tatkala dua pasukan bertemu dan tensi pertempuran semakin meninggi, anak kecil yang dibonceng di belakang Abu Qudamah itu meminta, “Demi Allah aku meminta kepadamu untuk memberiku tiga anak panah!” Abu Qudamah menjawab, “Engkau akan menyia-nyiakannya.” Anak itu mengulangi lagi, “Demi Allah, aku meminta kepadamu untuk memberiku anak panah.”
Lalu Abu Qudamah pun memberinya tiga anak panah, lantas anak itu mulai membidik. “Bismillah,” ucapnya. Kemudian anak panah pertama itu melesat dan membunuh seorang tentara Romawi. “Bismillah,” ucapnya kedua kali. Lalu anak panah kedua melesat dan menewaskan seorang tentara Romawi lagi. “Bismillah,” ucapnya lagi. Kemudian anak panah terakhir itu pun menyungkurkan seorang tentara Romawi lainnya.
Tak lama setelah itu, sebuah anak panah melesat menembus dada anak kecil itu, membuatnya jatuh terpelanting dari kuda. Sontak Abu Qudamah pun loncat dari kudanya dan mendekati anak itu, lalu mengingatkannya sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, “Jangan melupakan janji!”
Kemudian anak itu meraih sakunya, dan mengeluarkan sebuah kantong seraya berujar, “Tolong kembalikan ini kepada ibuku.” “Siapa ibumu?” tanya Abu Qudamah. Anak itu menjawab dengan nafas tersengal-sengal, “Wanita yang kemarin memberimu dua buah kuncirnya.”
Demikian kisah teladan mujahid Islam yang dikisahkan Ibnul Jauzi dalam Shifat Ash-Shafwah. Kisah wanita yang memotong kuncirnya tersebut dikomentari Ibnul Jauzi: “Wanita ini niatnya baik, namun caranya keliru karena dia tidak tahu bahwa perbuatannya itu –yakni memotong kuncirnya– terlarang, karenanya dalam hal ini kita hanya menyoroti niatnya saja.” (Shifat Ash-Shafwah, 1/459)
Renungkanlah sosok wanita tersebut; bagaimana dia menggapai tingkatan ketakwaan maksimal, dia rela mengorbankan rambutnya, ketika hari ini banyak wanita memperindah rambut mereka untuk meniru orang-orang kafir. Dan dia juga pasrah mengorbankan anaknya, ketika dewasa ini para wanita justru mati-matian menjaga agar anaknya hidup nyaman di dunia.
Ya, wanita dalam kisah di atas menghabiskan hidupnya dalam ketaatan kepada Allah, dan ketika ujian itu datang, dia dengan mudahnya melewatinya. Bukan hanya dirinya yang sanggup melewati ujian tersebut. Anak lelaki yang telah dididiknya pun bersinar dengan kemilau keimanan seperti ibunya.
Sejarah Islam diwarnai dengan banyak wanita beriman yang sukses mencetak pribadi-pribadi tangguh dan para pembela Islam. Mereka patut ditiru, karena mereka adalah teladan yang baik. Kita mungkin pernah mendengar kisah tentang seorang ghulam (pemuda) dengan seorang raja kafir. Yaitu ketika seluruh penduduk desa berbondong-bondong memeluk Islam dikarenakan syahidnya ghulam tersebut, maka raja memerintahkan supaya di setiap jalan digali parit dan dinyalakan api. Lalu setiap penduduk ditanya tentang agamanya, jika dia tetap setia kepada agama raja, maka dibiarkan. Akan tetapi jika dia tetap beragam dengan agama si ghulam (baca: beriman kepada Allah), maka akan dimasukkan ke dalam parit api itu.
Orang-orang berjejal saling dorong untuk masuk ke dalam parit api itu, disebabkan keyakinan mutlak mereka terhadap akidah sang pemuda yang syahid. Sehingga tiba giliran seorang wanita menggendong bayinya yang masih menyusu, ketika bayinya diangkat oleh pengikut-pengikut raja untuk dimasukkan ke dalam parit api itu, wanita itu hampir menuruti mereka untuk murtad, karena merasa kasihan kepada anaknya yang masih bayi. Tiba-tiba bayi itu berkata dengan suara lantang, “Bersabarlah wahai ibuku, karena engkau sedang mempertahankan yang benar.” Akhirnya, wanita mukminah itu masuk ke dalam parit api bersama bayi yang digendongnya.
Mengenai hal ini, Allah berfirman, “Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (Al-Buruj 8-9)
Dan salah satu sosok mukminah yang sudah tak asing lagi adalah Al-Khansa yang dikenal sebagai ibunda para syahid. Dia menikah dengan Rawahah bin Abdul Aziz As-Sulami. Dari pernikahan itu dia mendapatkan empat orang anak lelaki. Dan melalui wasilah pembinaan dan pendidikannya, keempat anak lelakinya ini tampil menjadi pahlawan-pahlawan Islam yang terkenal. Hal itu dikarenakan dorongannya terhadap keempat anak lelakinya yang telah gugur syahid di medan Al-Qadisiyah.
Sebelum peperangan dimulai, terjadilah perdebatan sengit di rumah Al-Khansa. Di antara keempat putranya telah terjadi perebutan kesempatan mengenai siapakah yang akan ikut berperang melawan tentara Persia, dan siapakah yang harus tinggal di rumah bersama ibunda mereka. Keempatnya saling tunjuk menunjuk kepada yang lainnya untuk tinggal di rumah. Masing-masing ingin turut berjihad fi sabilillah melawan musuh.
Rupanya, pertengkaran mereka itu telah terdengar oleh ibunda mereka, Al-Khansa. Maka Al-Khansa mengumpulkan keempat anaknya dan berkata, “Wahai anak-anakku, sesungguhnya kalian memeluk agama ini tanpa paksaan. Kalian telah berhijrah dengan kehendak sendiri. Demi Allah, yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya kalian ini putra-putra dari seorang lelaki dan dari seorang perempuan yang sama. Tidak pantas bagiku untuk mengkhianati bapakmu, atau membuat malu pamanmu, atau mencoreng arang di kening keluargamu. Jika kalian telah melihat perang, singsingkanlah lengan baju dan berangkatlah, majulah paling depan niscaya kalian akan mendapatkan pahala di akhirat. Negeri keabadian. Wahai anak-anakku, sesungguhnya tiada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad itu Rasul Allah. Inilah kebenaran sejati, maka untuk itu berperanglah dan demi itu pula bertempurlah sampai mati. Wahai anakku, carilah maut niscaya dianugerahi kehidupan.”
Pemuda-pemuda itu pun keluar menuju medan perang. Mereka berjuang mati-matian melawan musuh, sehingga banyak musuh yang terbunuh di tangan mereka. Akhirnya nyawa mereka sendirilah yang tercabut dari tubuh-tubuh mereka. Ketika ibunda mereka, Al-Khansa, mendengar kematian anak-anaknya dan kesyahidan semuanya, sedikit pun dia tidak merasa sedih dan kaget. Bahkan dia berkata, “Alhamdulillah yang telah memuliakanku dengan syahidnya putra-putraku. Semoga Allah segera memanggilku dan berkenan mempertemukan aku dengan putra-putraku dalam naungan Rahmat-Nya yang kokoh di surga-Nya yang luas.”
Inilah mengapa Al-Khansha dijuluki ibunda para syahid (umm asy-syuhadaa`). Namun bukan gelar sebagai Ummu Syuhada ini yang dia cari, melainkan keridhaan dari Allah Ta'ala. Diberi gelar ataupun tidak adalah sama baginya, dia akan tetap memotivasi anaknya untuk tetap teguh di medan perang, dan rela melepas mereka semua pergi menuju 'kampung abadi' meraih gelar syuhada.
MENCETAK PARA MUJAHID TANGGUH Seandainya para ibu kaum muslimin ini memiliki orientasi hidup dan prinsip sebagaimana para ibunda dalam kisah di atas, maka dunia Islam akan melihat para pahlawan dan mujahid yang siap memperjuangkan Islam dan menghancurkan belenggu hukum thaghut.
Namun, pada zaman ini, peran ibu seolah tergantikan oleh para pembantu, baby sitter, atau dititipkan di tempat penampungan anak (day care). Berapa banyak ibu yang lebih fokus dan ambisius pada karier dan perniagaan mereka sehingga perhatian dan kasih sayang pada anak pun berkurang bahkan hilang. Tidak jarang pula dijumpai banyak para ibu yang memiliki banyak waktu bersama anak, namun merasa bingung apa yang harus dilakukan untuk mengasah wawasan Islam buah hatinya.
Dua kondisi tersebut menunjukkan minimnya pemahaman seorang ibu tentang perannya dan optimalisasi perannya, yaitu berusaha melahirkan generasi mulia; generasi para mujahid. Tentunya, menjadi ibu pencetak mujahid meniscayakan proses pembelajaran, di antaranya adalah:
Bagaimana dia bisa memberikan pendidikan dan pengajaran terbaik pada anak-anaknya, meliputi pemahaman akidah yang benar, syariat yang komprehensif, dan akhlak terpuji. Bagaimana agar anak-anaknya selalu memberikan respon positif kepada ibu mereka. Bagaimana menampilkan pesona sejati ibu shalihah serta anak-anak yang shalih dan shalihah. Bagaimana ibu dan anak-anaknya dicintai Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana ibu menemukan rahasia metodologi dan epistemologi dalam mencetak generasi mujahid, berdasarkan manhaj ahlussunnah wal jama’ah dan paradigma thaa`ifah manshurah.
Terakhir, bagaimana menghadirkan suasana ‘perjuangan setiap hari’ di rumah. Dalam artian, anak-anak harus diberi pemahaman bahwa antara kebenaran dan kebatilan senantiasa bertarung, dan kebenaran harus bisa melenyapkan kebatilan, dalam setiap ranah kehidupan. Mereka mesti diajarkan tentang loyalitas dan anti-loyalitas dalam Islam (al-walaa` wa al-baraa`). Al-walaa` hanya untuk Allah, Rasulullah, Daulah Islam, mujahidin, dan kaum beriman. Lalu berlepas diri (al-baraa`) dari setan, para thaghut, berhala-berhala yang konkret maupun abstrak, orang-orang murtad, kaum kafir, dan musyrikin.
Guna merealisasikan hal-hal di atas, syariat Islam kaffah (integral) memberikan peranti-peranti yang dibutuhkan oleh ibu untuk belajar menjadi pencetak generasi mujahid. Di antara yang terpenting adalah ilmu Allah yang bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah. Lalu, teladan yang baik bagi para manusia, khususnya muslim dan muslimah dalam mendidik generasi mujahid, yakni Rasulullah, para shahabat dan shahabiyah, tabi’in dan tabi’ut-tabi’in, serta para ulama salaf saleh lainnya. Di mulai dari yang paling penting dan utama, yaitu akidah tauhid, pelajaran tentang iman dan kufur, al-walaa` wa al-baraa`, kemudian fikih, dan jug akhlak. Sementara hal-hal teknisnya bisa diketahui dan dipelajari dari berbagai majelis ilmu dan buku-buku keislaman bermanhaj lurus, serta memerhatikan realita dan psikologi anak-anak.
Demikianlah, dengan memerhatikan kondisi para muslimah yang tak pernah kering rahim mereka untuk melahirkan para mujahid sekelas Umar bin Khattab, Khalid bin Al-Walid, Al-Baraa` bin Malik, dan lain sebagainya, kita akan selalu menyaksikan kemunculan para mujahid tangguh hasil didikan para ibunda semisal Al-Khansha dan yang lainnya. Akan selalu ada satu kelompok dari umat ini yang berperang di atas kebenaran, mereka menang, hingga Hari Kiamat tiba. Mereka tak takut celaan orang yang mencela. Sehingga mereka tampil memberangus kebatilan, kemaksiatan, kemusyrikan, dan hal-hal bid’ah, serta mengguncang singgasana para thaghut di belahan Timur dan Barat. Yaa Rabb![]
0 notes
abanaghaida-blog · 7 years
Text
Pelajarilah Agama Sebelum Mati
Pelajarilah Agama Sebelum Mati
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, "Barangsiapa tidak mengenal Rabbnya --yakni sesembahannya (al-ma'bud)-- tidak mengenal agamanya, dan Rasul-Nya yang telah Allah utus kepadanya di dunia dengan segenap dalil, kemudian dia tidak mengamalkannya, lalu dia ditanya tentangnya di dalam kuburan dan tidak mengetahui jawabannya; maka barangsiapa tidak mengetahui jawabannya di kuburan, malaikat akan memukulnya dengan tongkat besi yang seandainya bangsa jin dan manusia berkumpul atasnya niscaya mereka takkan sanggup mengangkat tongkat itu.
Dan barangsiapa yang mengenalnya dengan dalilnya, mengamalkannya di dunia, dan mati di atasnya, kemudian ditanya di dalam kubur dan menjawab dengan benar, maka sesungguhnya dia sebagaimana disebutkan di dalam hadits: "Sesungguhnya seorang hamba mukmin --atau orang yang yakin-- apabila dia diletakkan di dalam kuburnya, lalu malaikat bertanya kepadanya mengenai Rabbnya, agamanya, dan Nabinya, kemudian dia menjawab, 'Rabbku adalah Allah, agamaku adalah Islam, dan Nabiku adalah Muhammad yang datang kepada kami dengan keterangan-keterangan dan petunjuk, lalu kami meresponsnya, membenarkannya, dan mengikutinya.' Maka dikatakan kepadanya, 'Beristirahatlah, wahai orang shalih. Kami sudah memahami bahwa engkau adalah orang beriman.'"
Dan keterangan paling agung yang dibawa oleh Rasul adalah Kitabullah (Al-Quran), sebagaimana Allah berfirman, "Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar." (Al-Baqarah: 23)
Adapun orang munafik dan orang yang ragu, apabila dia ditanya tentang hal itu, dia menjawab, "Ah..ah..aku tidak tahu. Aku cuma pernah mendengar manusia mengucapkan sesuatu, maka aku pun mengucapkannya." Maka malaikat pun menyiksanya. Oleh karenanya, berhati-hatilah dan waspadalah akan hal itu. Pelajarilah agama kalian sebelum kematian menghampiri.
(Ad-Durar As-Saniyyah fi Al-Ajwibah An-Najdiyyah)
1 note · View note
abanaghaida-blog · 7 years
Text
Kekuatan Sejati Daulah Islam
Kekuatan Sejati Daulah Islam
Oleh: Gharib As-Sururiyah
Kekuatan sejati Daulah Islam terletak pada ketergantungan dan relasinya dengan Allah dan batasan-Nya. Malam demi malam dan hari demi hari membuktikan bahwa dakwah tauhid yang diadopsi Daulah Islam adalah dakwah yang tulus. Demi hal itu, Daulah Islam mengorbankan darah, harta, dan jiwa. Oleh karenanya, kita menyaksikan berbagai pengorbanan hebat dan kesabaran luar biasa yang dilakukan Daulah Islam demi menggenggam agamanya. Bahkan jika harus kehilangan sebagian apa yang dimilikinya, bahkan jika mesti kehilangan para kesatria dan komandan terbaiknya. Di zaman ini, menggenggam tauhid laksana menggenggam bara api. Orang yang menggenggamnya takkan mendapatkan belas kasihan sedikitpun, baik dari orang dekat maupun yang jauh. Semua orang mengejeknya, semua mencelanya. Jika dia mendapat kemenangan, orang-orang akan meragukannya. Jika dia kalah, mereka mencacinya.
Kekuatan Daulah Islam terletak pada berbagai tulisan dan bacaannya yang mudah. Meski demikian, terasa benar-benar sangat pahit bagi siapa saja yang mengalaminya, menjalani segenap babaknya, peristiwanya, momen demi momennya. Seandainya tidak ada pengokohan dari Allah dan koneksi-Nya dengan bala tentara Daulah Islam, niscaya selama bertahun-tahun ia menjadi tak berarti lagi dilupakan. Akan tetapi, ayat-ayat yang terang lagi menyinari semua manusia menyatakan bahwa ma'iyyah (kebersamaan) dan kasih sayang Allah senantiasa menyertai balatentara-Nya. Sehingga pengorbanan-pengorbanan tentara dan komandan tertulis di pintu-pintu para pendahulu kita yang pertama-tama, semoga Allah menerima semuanya.
Yang memudahkan urusan dan menyegerakan kemudahan datang dari Allah semata. Ia merupakan ketetapan Allah untuk setiap kawasan untuk berubah. Teman-teman di hari kemarin, kini menjadi musuh. Siapa saja yang berkoalisi melawan Daulah Islam kini hampir memutus hubungan di antara mereka dan saling berselisih. Siapa saja yang menyokong perang melawan Daulah Islam, kini di ambang kebangkrutan.
Musuh-musuh Daulah Islam sangat bergantung kepada hal-hal materiil. Sedangkan Daulah Islam bergantung kepada Allah semata. Ia senantiasa bersabar, tidak menyimpang dari manhajnya. Sementara mereka bergerak condong mengikuti kepentingan-kepentingan mereka, sehingga hati mereka saling membenci. Daulah kami membuktikan orientasi ini dengan teguh di atas agamanya, kendati kerasnya serangan-serangan dan berhimpunnya musibah yang menderanya. Namun Allah sekali-kali takkan menelantarkannya. Mahasuci Allah, jika sampai menelantarkan balasan bagi para wali-Nya dengan balasan setimpal.
Selayaknya bagi setiap yang berjihad atau membela Daulah penuh berkah agar meneladaninya dalam hal kesabaran dan keteguhannya. Dan hendaknya memuji Allah bahwa dia masih eksis bersamanya hingga saat ini. Selayaknya dia mewaspadai tipu daya dan waswas dari setan. Dalam waktu dekat, dengan izin Allah, panjinya akan berkibar di setiap jengkal tanah dan Allah akan mematahkan kampanye Salibis, membuat bangkrut para penyokongnya, dan menyibukkan masing-masing mereka darinya. Tidak akan menyesal siapa saja yang bergantung kepada Allah, tidak akan kalah siapa saja yang kembali kepada pilar-Nya yang kokoh. Bersabarlah wahai umat tauhid. Hari-hari ini akan berlalu atas kalian sebagaimana berlalu atas para pendahulu kalian, kemudian terjadilah kemenangan-kemenangan Rabbani.
Dan kesudahan yang baik adalah milik orang-orang bertakwa.
(Alih Bahasa: Abana Ghaida)
1 note · View note