Tumgik
#wabah hoax
baliportalnews · 2 years
Text
Polda Bali Berikan Bantuan Kepada Kelompok Simantri Merta Diuma
Tumblr media
BALIPORTALNEWS.COM, GIANYAR - Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau dikenal juga sebagai Foot and Mouth Disease (FMD) dan Apthtae Epizooticae adalah penyakit hewan menular bersifat akut yang disebabkan virus. Penyakit ini dapat menyebar dengan sangat cepat mengikuti arus transportasi daging dan ternak terinfeksi, menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar (penurunan berat badan permanen), pengendaliannya sulit dan kompleks karena membutuhkan biaya vaksinasi yang sangat besar serta pengawasan lalu lintas hewan yang ketat. Belakangan, PMK sudah terjadi disejumlah daerah di Bali, termasuk di Gianyar. Salah satunya menimpa Kelompok Simantri Merta Diuma, Desa Medahan, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar. Menurut, I Gusti Made Kaler selaku Ketua Simantri dan juga Ketua Gapoktan Kecamatan Blahbatuh, Gianyar bahwa 38 ekor sapi peliharaan Simantri Merta Diuma, Desa Medahan, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar positif terjangkit virus PMK. Kondisi itu lantar membuat para petani harus mengikhlaskan puluhan ekor sapi itu untuk dipotong secara beryarat guna memutus rantai penyebaran virus. Kelompoknya mengalami kerugian mencapai ratusan juta rupiah, sebab sapi yang kondisinya sehat harganya ditaksir mencapai Rp12.000.000. Para petani tak bisa berbuat banyak, setelah sapi yang terkena PMK harus dipotong, dan kandang sapi di Simantri tersebut harus dikosongkan selama minimal 3 bulan ke depan agar benar-benar steril. Sebagai ucapan terima kasih karena telah membantu pemerintah memutus penyebaran wabah PMK dengan dilakukannya pemotongan secara beryarat terhadap sapi-sapi yang terjangkit PMK tersebut, Direktorat Intelkam Polda Bali pun menyerahkan bantuan berupa paket sembako, sabit dan sekop kepada Kelompok Simantri Merta Diuma di Balai kelompok Simantri Merta di Uma, Desa Medahan, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar. “Penyerahan bantuan ini dilakukan sebagai wujud ucapan terima kasih karena telah membantu Pemerintah memutus penyebaran wabah PMK dengan dilakukannya pemotongan secara beryarat terhadap sapi - sapi yang terjangkit PMK,” ujar Panit V Subdit 2 Ditintelkam Polda Bali Iptu I Ketut Widana, Jumat (29/7/2022). Disamping itu Polda Bali khususnya Direktorat Intelkam Polda Bali juga mengajak seluruh kelompok ternak sapi untuk mendukung program-program Pemerintah seperti terselenggaranya Presidensi G20 di Pulau Bali, mendukung upaya Pemerintah mewujudkan pola pembangunan yang nantinya dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Meminimalisir penggunaan isu provokatif yang telah menimbulkan keresahan ditengah masyarakat serta menangkal dan memerangi berita Hoax yang dapat menyebabkan instabilitas kamtibmas di wilayah Provinsi Bali.(ita/bpn) Read the full article
0 notes
cakrawalanewsdotco · 2 years
Text
Kepala Desa Sumberagung Tegaskan Informasi Ratusan Sapi Mati di Kabupaten Malang adalah Hoax
Kepala Desa Sumberagung Tegaskan Informasi Ratusan Sapi Mati di Kabupaten Malang adalah Hoax
Suhartono, Kepala Desa (Kades) Sumberagung, Dusun Sumbermulyo, Kecamatan Ngatang, Kabupaten Malang. Surabaya, cakrawalanews.co – Informasi mengenai ratusan ekor sapi mati secara massal di Desa Sumberagung Dusun Sumbermulyo, Kecamatan Ngatang, Kabupaten Malang, dalam kurun waktu terakhir ini yang dikabarkan akibat terjangkit wabah penyakit kuku dan mulut (PMK) dipastikan Hoax atau informasi yang…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
seattleitee · 3 years
Text
Mau rant agak panjang boleh ya?
Kemarin, iseng-iseng ngomen di suatu post Instagram. Post-nya tentang aturan PPKM gitu, dan ada komen-komen yang bilang,
“Maaf Pak, tapi saya masih mau beribadah ke mesjid. Insya Allah SWT melindungi umatNya yang beriman dan bertakwa”
Dan banyak komen-komen yang mendukung komen ini seperti,
“Setuju, sieun mah ku gusti Alloh. Lain ka manusia/pemerintah. Kalau sudah harus mati…ya itu kehendak Allah??”
Karena ada keluarga saya yang rajin ke mesjid meninggal dunia karena terpapar covid di mesjid (dan 2 anggota keluarganya ikut positif), saya jadi tergretak untuk ikut ngomen,
“Allah ada dimana-mana. Allah ngerti kalau kamu gak ke mesjid demi saling menjaga. Rasul juga yg bilang kalau ada penyakit lebih baik diam, ‘Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.’ Jangan bandel ya. Diem dirumah.”
Lalu seperti yang saya duga, diseranglah saya LOL. Ada yang bilang,
“Jika seandainya ini bohong, maka saya akan tuntut anda di pengadilan Allah swt karena turut serta melarang orang Muslim untuk beribadah secara berjamaah di rumah ibadah”
Lalu saya bilang, “Silahkan. Ibadah bisa dimana saja, dari rumah pun bisa. Kalau gak ada bahaya/pandemi saya juga gak akan meningatkan untuk tidak pergi ke mesjid. Tapi untuk saat ini, liat sikon sekitar anda. Jalan2 ke RS kalau perlu? Dan mungkin anda bisa pakai otak dan nurani anda sendiri untuk cari tau mana yang salah dan benar. Jangan cuma dengerin apa kata orang asing.”
Lalu ya banyaklah komen lain merembet ke dari “ya pokoknya saya akan tuntut anda di akhirat kalau sekiranya ini semua bohong” sampai ke “anda sendiri jalan-jalan” :—)
Fyuh. Greget. Tapi memang susah, untuk bikin orang paham bahwa usaha dan doa itu dua kaki yang gak bisa berhasil kalau cuma dilakuin salah satunya.
Washington adalah salah satu state yang pertama kali terpapar covid. Tingkat kematian melejit dalam seminggu pertama dan terus meningkat sehingga semua tempat langsung di lock down. Iya, SEMUA tempat di Seattle ditutup, BAHKAN gereja dan mesjid-mesjid sekalipun. Satu tahun semua orang bersabar. Bener-bener gak ada kerumunan (kecuali pas protes BLM dan tentu saja angka COVID langsung melejit lagi saat itu). Banyak sekali orang hilang pekerjaan, gak bisa bayar rent, produktifitas dan ekonomi plummeted, dsb. Satu tahun lockdown, dan mayoritas masyarakatnya yang nurut peraturan dan percaya vaksin, ternyata efektif. Maret 2021 saya fully vaccinated, Juni sudah gak perlu pakai masker di outdoor, Juli sudah gak ada restrictions apapun. No mask needed, no social distancing needed. Semua balik ke masa-masa normal.
Makannya urat saya naik pas ada yang bilang, “lah ente sendiri jalan-jalan ke tempat wisata” 😫 ya kalau masyarakatnya bandel kayak ente mau kapan selesainya, mas? Mas nya gak tau juga kita pun disini sudah bersabar, berusaha, nurut, dan berdoa. Kalau banyak gak nurut kayak mas-nya dan nganggep semua hal hoax…mau sampai kapan Indo balik lg ke normal?
Okelah kalau mas nya keluar untuk cari makan, atau untuk kerja yang memang gak bisa WFH. Ini mah udah jelas Allah permudah bisa beribadah dari mana saja, masih bikin aturan sendiri :(
Greget.
Saya mah cuma mau kasih tau satu cerita ya. Saya punya orangtua yang sudah berumur. Ibu saya diabet, dan punya riwayat asma. Bapak saya sehat tapi beliau sudah berumur. Keduanya rentan banget kalau kena COVID dan saat itu belum di vaksin. Tapi keluarga kami termasuk yang sangat apik dan nurut banget sama semua prokes (sampai paket/belanjaan dicuci atau disemprot). Lalu, di tahun baru 2021, saya sekali-kalinya beraniin diri mengundang 2 teman terdekat saya untuk BBQan dirumah bersama keluarga saya dirumah Ibu saya. Semuanya baik-baik saja, sampai Jan 2 2021, teman saya yang kemarin tahun baruan dirumah SMS saya dan bilang, “Sar. Aku positif covid. Please kalian semua test covid secepatnya.” Mimpi buruk? Bukan mimpi buruk lagi tapi panic attack, stres, anxiety, GUILTY, semuanya nyerang saya begitu saya baca SMS itu. My parents! My fragile, old parents! Ya Allah. Kalau sampe mereka kenapa-kenapa, I really don’t think I can live carrying this guilt. Saya sampe berdoa mati-matian sama Allah agar saya aja yang kena, orangtua saya jangan sampai kena. Orangtua saya kaget begitu saya kasih tau, tapi mereka gak pernah sekalipun nyalahin saya. Mereka pergi test COVID 2x jeda seminggu, alhamdulillah mereka tested negative. Kami semua juga tested negative. Mungkin karena teman saya itu juga baru banget terpapar, jadi belum masuk fase menularkan si virus.
But, bro. I’m just telling you, NOTHING and i meant NOTHING is worth hurting/killing your loved ones. Iya. Killing. Karena dalam case ini, tipis banget kemungkinan kena dan tidaknya. Kalau Allah berkehendak lain, mudah untuk Dia ambil orang tua saya karena kelalaian saya sendiri yang “percaya” sama teman/kerabat saya sendiri.
Jadi…sebelum terlambat, please stay home. Kalian mungkin gak peduli sama kesehatan kalian sendiri, tapi you don’t want to kill anyone. Especially being responsible for your loved ones’ death? You won’t be able to live with that.
Hhhh, udah segitu aja rant nya. Makasih yang udah mau baca. Please stay home and be safe guys. There’s an end to this, insha Allah. Sabar dulu yuk!
14 notes · View notes
maydaummah · 4 years
Text
Expressive Writing
Malam ini aku mengikuti kelas online tentang situasi bagaimana merespon kecemasan pada saat pandemi. Aku mendapati informasi ini dari #nakindonesia Yayasan Bayyinah Quran Indonesia.
Kenapa aku mengikutinya? Buat aku ini penting banget temen-temen. Karena selain untuk menambah ilmu hal ini adalah suatu kebutuhan yang urgent dan memang harus segera di atasi. Bisa untuk berbagi untuk keluarga, sodara, dan temen-temen di lingkungan sekitar kita. Banyak sih.. alasan lain karena suatu hal yang wajib dan harus diketahui baik diri sendiri maupun orang lain.
Sebelumnya aku juga mengikuti kulwap yang sama tentang penanggulangan bencana di Indonesia dari Indonesian Youth on Disaster Risk Reduction (IYDRR) bersiap menghadapi COVID-19. Kalau tahun lalu bahas Gempa Bumi. Aku mengikutinya sebelum separah ini sihh..dan kelasnya masih hidup hingga sekarang. Luar biasa. Semoga bisa lebih lama menjalin silaturahmi dari teman-teman dan Narsum IYDRR. Aku ga mengikuti secara detail kulwap ini. Ga terlalu fokus. Entahlah aga stress memang.
Dan fokus kajian malam ini merespon kecemasan tadi.
Arrundina Puspita Dewi, M.Psi., Psikolog
Ngobrolin tentang kecemasan, pertama kita perlu tahu terlebih dahulu nih kalau cemas itu emosi yang dialami semua orang. Cemas merupakan salah satu jenis emosi negatif. Rasa cemas sendiri, mempunyai kegunaan sebagai bentuk “alarm” akan adanya ancaman dan bahaya. Tanpa adanya cemas, saat berhadapan dengan situasi yang berbahaya, kita jadi tidak tanggap dengan situasi dan tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi tersebut. Jadi cemas sebenarnya merupakan emosi yang dirancang sebagai bentuk pertahanan diri. Ketika kita mampu memanfaatkan rasa cemas untuk mempertahankan diri, kecemasan ini pun menjadi emosi negatif yang bermuatan positif (karena berdampak positif untuk diri kita). Sementara sebaliknya, ketika kecemasan kita berlebihan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, rasa cemas ini menjadi emosi negatif yang juga bermuatan negatif (karena berdampak merusak diri). Jadi teman-teman semua perlu tahu bahwa emosi negatif tidak selalu berdampak negatif pada diri kita. Kembali lagi, bagaimana kita memanfaatkan emosi negatif tersebut untuk bertahan, atau justru merusak diri. Emosi negatif yang berdampak positif bisanya disebut dengan healthy negative emotion, dan yang berdampak negatif disebutnya unhealthy negative emotion. Jadi emosi negatif tidak selalu "tidak sehat" ya teman-teman 😊
1. Bagaimana cara mengatasi kecemasan diri dan orang di sekitar kita?
Kenali dulu diri sendiri. Memang memiliki kepribadian pencemas kah? (cemas setiap saat) atau memang hanya cemas di situasi tertentu yang dianggap mengancam? (situasinya tiap orang berbeda-beda). Sebagian besar orang memiliki kecemasan situasional. Jadi cemasnya ketika berhadapan dengan situasi tertentu saja, dan situasi yang dianggap seseorang mengancam belum tentu juga mengancam bagi orang lain. Kok bisa? Karena adanya perbedaan persepsi
Nah kalau begini, coba pahami situasi tersebut wajarkah dirasa mengancam? Mengapa? Contoh situasi Corona saat ini ya, wajar kah untuk mengalami cemas? Ya wajar. Karena situasi yang mengancam kesehatan tubuh, kita tidak dapat melihat virus yang menyebar, tidak tahu siapa saja yang membawa virus, dll. Jadi cemas muncul karena situasinya mengancam nyawa dan tidak bisa dikendalikan.
Lantas apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kecemasan? Karena rasa cemasnya muncul akibat situasi yang tidak bisa dikendalikan, mulai lah mengatasi kecemasan dengan mengendalikan hal-hal yang bisa dilakukan diri sendiri untuk melindungi diri dari virus ini. Bisa dengan membuat daftar checklist untuk menjaga kesehatan misalnya. Rajin cuci tangan per 20 menit sekali, konsumsi buah-buahan, makanan bergizi, istirahat yang cukup, dll. (sesuaikan dengan diri sendiri, karena setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda) Tulis di sebuah buku yang memang dikhususkan untuk mencatat hal-hal yang dilakukan untuk menjaga kesehatan. Anggaplah buku ini seperti raport, tapi isinya daftar kegiatan yang dilakukan setiap hari untuk menjaga kesehatan. Dengan tercatat seperti ini, kita pun akan berpikir menjadi lebih positif karena perilaku yang dialkukan untuk menjaga kesehatan menjadi leih terukur dan lebih objektif.
Noted:
Kecemasan bisa menjadi emosi negatif yang bermuatan positif (karena berdampak positif untuk diri kita) healthy negative emotion.
Karena rasa cemasnya muncul akibat situasi yang tidak bisa dikendalikan, mulai lah mengatasi kecemasan dengan mengendalikan hal-hal yang bisa dilakukan diri sendiri untuk melindungi diri dari virus ini.
2. Bagaimana cara menyikapi pandemi ini dengan lebih bijak?
Situasi pandemi ini memang tidak nyaman dan membuat kita mau tidak mau harus beradaptasi dengan berbagai perubahan dan mengelola keadaan emosi dengan lebih baik. Saya sendiri juga sempat merasa cemas berlebih karena situasi ini, stress karena harus bawa kerjaan pulang ke rumah, dll. Sampai saat ini juga masih beradaptasi dengan perubahan situasi yang tidak normal ini. Nah, untuk mengatasinya, tips yang ada di infografik bisa diterapkan untuk menyikapi situasi ini dengan lebih baik. Mulai dengan perbanyak melakukan aktivitas positif, seperti membiasakan diri untuk melakukan meditasi setiap harinya, paling tidak selama 5-10 menit, perbanyak menuliskan emosi apapun yang dirasa selama situasi ini dan mendengarkan musik yang menenangkan atau bisa juga dengan mengaji atau mendengarkan kajian agama, atau melakukan hobi yang memang sudah lama tidak dilakukan karena kesibukan selama ini.
Selain itu, kurangi pula membaca berita yang berkaitan dengan situasi saat ini. Terutama berita-berita negatif, yang dari membaca judulnya saja sudah membuat kita resah. Berita dengan judul seperti ini biasanya adalah berita hoax. Ingat kembali bahwa situasi yang dihadapi saat ini belum dapat dikendalikan, sehingga daripada menambah kecemasan, kendalikan lah apa yang diri kita sendiri bisa kendalikan. Salah satunya dengan membatasi berita yang dibaca. Jika memang membutuhkan informasi megenai data atau informasi terkini, silakan akses di situs resmi pemerintah atau WHO yang memang dikhususkan untuk pandemi ini.
Untuk yang masih menyepelekan dan menganggap remeh. Hmmm
Geregetan ya memang berhadapan dengan orang yg seperti ini. terlihat santai dan seperti menganggap remeh situasi saat ini. Nah, untuk orang-orang seperti ini, berarti sistem alarm-nya tadi sedang tidak jalan di tubuhnya. karena dia mempersepsikan situasi saat ini tidak mengancam. Kalau begini, cara menghadapinya bisa dengan memberitahukan informasi terkini mengenai pandemi dan informasi terkait bagaimana penanganan di RS saat ini dimana para tenaga medis sudah kewalahan menerima pasien, bagaimana tidak enaknya jika sakit, dan bagaimana menyedihkannya prosesi pemakaman bagi mereka yang terkena penyakit. Jika informasi seperti ini terus menerus muncul di kesehariannya, lambat laun alarm-nya tadi bisa jalan. Jika memang tidak juga, coba diingat-ingat, selama ini memang si orang tersebut terlalu cuek kah dengan keadaan sekitar dan memang tipe orang yang suka menyepelekan hal-hal di sekitarnya? Jika iya, ya kita tidak dapat berbuat apa-apa hingga dia sendiri mengalami kejadian tidak menyenangkan terkait situasi saat ini.
_
~ Ulasan ini semoga dapat membantu dan bermanfaat. Jaga kesehatan, jaga diri, jaga iman, dan imun. Aamiin insya Allah Bumi membaik dari wabah ini.
~ @maydaummah || Bekasi dan Berbagai daerah, 070420.
#maydaummah #covid19 #stayathome #stayhelathy #mentalhealth #nasihat #hikmah #dirumahaja #motivasi
Tumblr media
8 notes · View notes
nhadiyati · 4 years
Text
Positif Corona/COVID 19
Prolog : tulisan ini bukan mau ngasih kabar jelek (Alhamdulillah saya masih sehat walafiat) dan juga bukan untuk memperjelek situasi, tulisan ini cuman ingin jadi bacaan ringan yang semoga saja bisa jadi teman ditengah pandemi yang buat kita ini ujian.
Dari kemarin pengen nulis tapi gak kesempatan ditambah meski negara gak lockdown yang lockdown malah jaringan ketika semuany beralih serba online, maka sekarang meski waktu menunjukkan 23.00 akhirnya disempatkanlah menulis yang udh sempat muter-muter diotak beberapa hari secara berantakan (gak menjamin lama dikepala bikin tulisan jadi rapi yak wkwkw)
Sebelum edisi bijak mau bilang kalau sebenarnya tetap dan selalu ada hikmah yang bisa diambil ketika pandemi COVID19 ini, فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا karena sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan. Jadi ini cerita saya dalam situasi covid19 dan hikmah yang coba diambil. 
Saya akhirnya searching kapan sih pertama kali mulai didengung2kan corona/covid19, jadi kronologinya (hasil searching dunia maya dan memutuskan ngambil dari kompas.com) ternyata katanya corona itu tercatat 17 november 2019 meski masih diragukan juga sih benar atau gak, intinya pada akhir tahun mulailah merebak bukan hanya wuhan tapi seluruh penjuru dunia sampai akhirnya Indonesia yang adem ayem hari ini udah lebih dari 1000 jumlah kasusnya (gak pengen share real angka karena udah banyak yang share, trus ada juga yang bilang dengan dishare-share gtu justru tambah stress), dan penitngnya social distance karena alasannya ada disini.
Diingatan saya pokoknya kalau gak salah pertama kali berita itu boomingnya di Depok karena ada orang yang interaksi dengan Italia dimana negara tersebut udah diperingkat kedua kalau gak salah dengan kasus corona terbanyak di dunia. Baru habis itu mulai viral persediaan makanan, masker, handsanitizer, sampai kemudian merambah ke APD (alat pelindung diri) mulai menipis stocknya dipasaran, disitu saya sempat liat posting ada orang yang dicela-cela karena beborongnya belanjanya tapi juga ada klarifikasi ditwitter yang bilang, “dia belanja seperti itu tiap bulan karena buka warung” wkwkw . jujur positif dari jangan mudah berprasangka, dan dicerita ini saya tau dong apa arti istilah APD haha sebelumnya mana tau kalau disingkat2, dan saya jadi tau betapa berharganya handsanitizer yang sempat dibeli karena pakai contact lens, masker kain yang dulu sempet distok dijakarta  karena harga keduanya sekarang melejit banget (bayangin handsanitizer kayaknya dulu beli 20.000 sekarang jadi 50.000 bahkan ada yang 100.000 cuman perkara ada gantungan tasnya, masker itu dulu beli 5000/pcs sekarang harganya 15.000/pcs), belum lagi ternyata sekarang juga baru tau kalau bayclin bisa berfungsi sebagai disinfektan jadi sekarang stoknya diminimarket juga mulai menipis.
Habis itu saya ingat salah satu entertainer di Indonesia namanya Aming posting di instastorynya yang intinya bilang “bisa jadi bukan virus yang membunuh kita tapi hilangnya kemanusiaan”. Dia nyorotin fenomena orang yang kaya yang bisa mudah berbelanja stok persediaan dan tidak memikirkan bagaimana betapa susahnya nasib orang miskin, trus mulai banyak yang nimbun masker (bahkan sekarang beritanya lebih ekstrim yakni ada pemulung masker yang jualin masker bekas setelah dulu adanya diinstasory maskernya diinjak2 sebelum dijual sangking numpuknya, ditambah banyak handsanitizer handmade tapi katanya kualitasnya diragukan sedangkan handsanitizer bermerk harganya naik dua kali lipat)Setelah kejadian ini mulailah muncul banyak pengalangan dana dan sumbangan. Buatku ini poin positif pertama, kita disadarkan untuk melawan rasa takut dengan wajar, kita disadarkan untuk berjuang bersama bahu membahu (wallahualam gimana itung2an amal dan dosa yang masih sempat mikir famous dan keuntungan  dll dikondisi begini)
Bersama, yak ketika dulu mungkin misalnya kita lagi ngangkot atau lagi ditempat umum bingung ngobrolin apa sekarang corona bisa jadi opsi dan semua orang pasti bisa nyambung ikut nimbrung dalam obrolan tersebut, mulai dari cerita saintifik hingga berita difacebook. Dirumah sekarang hampir tiap hari topik corona ini nyelit ditambah kakak saya satu orang di Jakarta sebagai daerah yang rawan (udah sedih dia terancam balik kampung lebaran ini). Kebersamaan mulai terasa, ketika diterapin social distance untuk memutus rantai penyebaran virus maka tiap pertemuan ditongkrongan, tiap jalan-jalan gabut menjadi terasa berharga sekali, tiap liburan gak peduli tempatnya jauh atau dekat terasa amat sangat membahagiakan.
Ada meme sindiran “kita tahun 2020 baru belajar cara cuci tangan”, that so sad but its true. Yah sebenarnya kalau mau dipikir positifnya kita lagi diingatin lagi untuk hidup bersih, dulu mungkin ngerasa baik-baik aja ketiduran dengan baju kantor sekarang bahkan udah banyak himbauan yang sebenarnya harusnya dari dulu kita lakuin dari lepas sepatu diluar, langsung ganti baju, jangan gantung baju dilemari dst. Kata mama baca dari broadcast whatsapp dan difacebook (wkwkw lindunginlah kaum ibu-ibu dari bahaya penyebaran berita hoax) ini saya tulis karena sebenarnya its make sense walau gak beneran dipraktekkan demikian gak disono (tulisan yang ini agak bersifat religius nih) kata mama orang di Wuhan jadi banyak yang shalat karena katanya ngeliat ritual kalau shalat itu harus bersih, kalau shalat itu harus wudhu, bayangkan setidaknya ada 5kali sehari cuci tangan, mama sambil cerita bilang gini, “tuh, Islam tuh dah ngajarin yang bener, manusianya aja yang ngeyel, dibilang hewan pemakan darah dan bangkai itu haram eh dia makan kelelawar, makan yang aneh-aneh” (walau saya gak tau beneran gih virusnya berkembang dari kelelawar?), islam itu loh udah ngajarin, “kebersihan sebagian dari iman”, sama kemudian saya baru tau dong ada satu hadist yang bunyinya kurang lebih begini, “jikalau kamu mendengar wabah disuatu negara maka janganlah kamu msauk kenegara tersebut, dan bila terjangkit dinegeri kamu janganpula lari darinya” (wow ini kan konsep lockdown banget gak sih mencegah masuk dan keluarnya penyakit dari konsep kewilayahan, meski saya pribadi sempat tergoda tiket ke Korea Selatan harganya udah kayak mau ke Jakarta tok), selengkapnya beberap hadist shahih ada dimuat disini
Masih kemasalah agama yang menurut kebanyakan orang jadi polemik, jadi kan setau sata MUI ngeluarin fatwa bahwa shalat berjamaah dan jumat ditiadakan. Mama saya termasuk pihak yang misuh-misuh awal mulanya(secara memang aktivitas beliau dan Bapak memang sudah 40% kehidupannya disana, jadi kerasa banget kehilangan masjid), mama bahkan sempat bilang, “ih makin kena azablah kita shalat dilarang-larang”. Eits ternyata tunggu dulu ternyata adalah juga hadistnya dan ini saya kasih klipnya Ustad Somad (kalau ustad yang ngomong insyallah dapat dipertanggungjawabkan) aja deh pas itu yang ketemu dan keluarga suka banget sama bliau, intinya dibilang (ini cek di IG Ustad Somad aja langsung ya untuk lengkapnya), “negara gak mungkin berani ngelarang shalat fardhu, melarang berjamaah dengan penjelasan yang ada itu wajar, dan sekarang jatuhnya shalat dirumah adalah sunah dimana dilakukan mendapat pahala”. Hikmahnya buat saya adalah kita sempat shalat berjamaah sekeluarga walau gak rutin karena saya masih suka pulang telat, atau telat mandi sore sedangkan mak saya paling anti shalat sekeluarga kalau ada anggotanya yang gak mandi dan bersih wkwkw. (tetiba saya pas nulis ini keinget nangis di Turki pas bisa denger azan setelah dua minggu shalat kejar-kejaran waktu di Jeman pas student exchange, bayangan saya wabah ini bakal berakhir sebelum puasanya maunya biar bisa terawih tapi kalau terlalu muluk-muluk sebelum idul fitri deh bayangin merdekanya dan bahagianya selain menang melawan hawa nafsu juga bisa berkumpul bersama).  Jeleknya langsung saya bilang juga nih karena gak di Masjid, mak saya jadi main candy crush mulu hhe, beliau sendiri mengakui ibadahnya jadi berkurang biasanya di Masjid habis shalat bisa ngaji, eh tapi kalau dipikir-pikir berarti dengan sekarang lagi dibiasakan ibadah dirumah kita lagi melatih ketaatan kita dalam keadaan sendiri dan ramai, kita lagi menjaga hati kita dari riya. Ada satu cerita epik mak saya yang pembaca broadcast setia (jadi tolong kengkawan yang share-share info pastikan informasi akurat, karena selalu ada kaum ibu-ibu dan orang tua yang mudah sekali percaya dan cukup sulit menjelaskannya), mama bilang, “ini upaya untuk melemahkan umat muslim” trus bapak saya mencoba menjelaskan meski beliau juga sedih gak jamaah di masjid lagi, “bener juga sih, apalagi jumatan, kita kan ga tau siapa-siapa saja yang masuk masjid, beda kalau shalat fardhu kan jelas jamaah kita sendiri kebanyakan”, alasan bapak saya ini yang sempat bikin beliau bandel tetap kemasjid dan akhirnya semua bubaran karena udah ada surat edaran walikota, trus bapak sempat nanya, “ ti surat edaran itu gak punya kekuatan hukum kan?” yang cuman anaknya jawab senyum untuk #staysafeandhealthy, trus untuk statement mama dijawab begini, “ndak ma, orang kristen juga sekarang udah banyak yang ibadahnya online”,
Online, salah satu dampak positif dimana kebanyakan dari kita terutama yang bekerja dipaksa untuk lebih aware dan mampu bekerja dengan teknologi. Jadi ceritanya saya kan sekarang lagi proses menjadi dosen tetap disalah satu universitas swasta di Batam dan mau gak mau ngajar online (alhamdulillahnya selama ini cukup aware sama teknologi jadi gak kepayahan) bahkan kemudian sempat dinobatkan jadi pemateri dadakan untuk tutorial mengunakan aplikasi. Aplikasi yang dulu cuman beberapa orang tau sekarang digandrungi kayak zoom, webex, Microsoft team, google hangout (trus yang lain bilang gua udah tauu kaliii, hehe ya saya dulu mah cuman gunain skype ama whatsapp videocall tok seringnya haha), tua dan muda dipaksa untuk bisa makai aplikasi ini (walau akhirnya dikampus ku untuk dosen 50tahun keatas coba dimaklumi boleh menggunakan whatsapp grup hhe tapi di fakultas ku akhirnya mungkin karena liat temen-temen pada share kaliya jadinya semua kompak gunain Microsoft team). Saya lihat teman saya guru SMA kemudian ngajar siswanya pakai live instagram, trus kebetulan Omar juga jadi sekolah online trus gurunya pake googleclassroom dan kuisnya pake google form wkwkkw nih bonus video kuis omar tentang corona disini , kalau Ai masih pake whatsapp grup jadi photo kegiatan belajar aja. Tapi buat saya gak ada yang ngegantiin bahagianya bisa cuap langsung depan mahasiswa meski gak semuanya dengerin, lega rasanya bisa nyampein dengan cukup lantang materinya wkwkw kalau kata Warek I saya, “Bu Nur ini umurnya aja yang muda, tapi kovensional sekali” (udah coba sekali kelas online jaringannya ngadat dan mahasiwanya berisik dua kali lipat sangking excited pertemuan pertama).
#workfromhome, ini adalah salah satu kegiatan yang iringin dengan paksaan untuk semua bisa online, ini bisa jadi moment orang tua terutama kaum ibu menghabiskan waktu lebih banyak dengan anaknya. Tapi saya tidak pernah mencoba ini alasannya ada dua : 1) Sekarang dengan beban kerja yang cukup lebih banyak saya amat sangat mensterilkan rumah sehingga benar-benar jadi tempat beristirahat (wong penelitian aja kerjain di Kampus dan semua data ada di Komputer); 2) karena alasan nomor 1 saya agak kuatir dirumah saya malas kerja (sedangkan di Kampus pelaporannya cukup detail) atau saya malah jadi overworking, maklum insting mak-mak nanti ngerjain kantor tetap aja ngelihat rumah belum beres, cucian baju, dll. Tapi sebenarnya #workfromhome itu ada bagusnya kok kayak ganti suasana kerja, trus ya tadi bisa lebih menghabiskan waktu bersama keluarga, cuman yah bukan jadi pilihan aja buat saya jadi sekarang Alhamdulillah jam kantor juga dipersingkat dan saya memutuskan untuk tetap #workfromoffice walau tergoda juga pengen coba karena katanya diperpanjang sampai 21 April 2020 ini.
Peningkatan kreatifitas juga terlihat dari berkembangnya parodi dan meme wkwkwk 
Penutup : Kata Dhana yang penting tidak menyentuh area T Zone or mau aman muka sekitar deh, sering cuci tangan, kalau bersin atau batuk ditutup biar gak bikin orang was-was, ini dari Pak Jokowi. Intinya ada pelajaran yang bisa kita ambil dari pandemi corona/covid19 yang harapanya lekas pergi, kita sedang diajarkan kembali untuk berdiam sejenak dan merenung betapa berharganya aktivitas yang kita lakukan selama ini yang mulanya terasa biasa saja. Kita sedang diajarkan untuk mempercayakan jalan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan kebijakan pemerintah. Kita sedang dipanggil Allah untuk lebih mengingat dan beribadah kepadaNya
4 notes · View notes
tesyeuxworld · 4 years
Text
HOAX?
Sehari kemarin, lewat chat WA tersebar sebuah "mandat" yang katanya dari beliau untuk masak sayur lodeh 7 warna: Kluwih, Terong, Waluh (labu), Tempe, Kacang Gleyor (kacang panjang), Kulit Mlinjo (lapisan pembungkus biji yang dibuat emping) dan Godhong so (daunnya mlinjo yang dibuat emping).
Kaya gini penampakannya:
Tumblr media
Karena chat itu hanya bersifat dari tangan ke tangan karena ngga dibicarakan jadi ngga dari mulut ke telinga lalu mulut ke telinga yang lain. Jadi aku memutuskan buat tanya ke salah satu orang dalem yang kebetulan aku kenal. Kata beliau itu hoax, belum ada perintah langsung yang diberikan, tapi ya disikapi dengan bijak aja. Lodeh tu kalau orang jawa dulu emang buat tolak bala. Kata beliau sih yang jelas doanya diperbanyak lagi (tapi tetep social distance).
Sampai hari ini belum ada pernyataan sikap apakah itu benar mandat beliau atau hanya ingatan beberapa rakyat mataram yang sengaja dibawa mundur jauh untuk mengingat-ingat apa yang dilakukan saat menghadapi pageblug (wabah). Sama halnya ketika jaman nabi, mereka juga punya cara sendiri menghadapi wabah. Alhasil hari ini, banyak orang berbondong-bondong pergi ke pasar buat beli bahan-bahannya (yang berarti social distance tidak berlaku). Dari grup keluarga besar sampe buibu kompleks dan tukang sayur langganan heboh. Bahan-bahan sayur untuk masak ini tetiba mahal. Bahkan di daerah rumahku kluwih sebesar 2 jari aja harganya 5000. Di daerah selatan 1kg bisa puluhan ribu, 1 waluh dicuwil-cuwil bisa jadi uang 150.000. Banyak orang yang berpikiran "Pokoke mboko secuwil sitik rapopo mung nggo syarat kae dadi kudu entuk ben ra ketularan" (pokoknya walaupun cuma dapet potongan yang kecil gapapa cuma untuk syarat jasi harus dapet biar ga ketularan). Bahkan katanya ada yang sampe ketauan nyuri kluwih.. ya allah.. :(
Dari yang kutahu, biasanya si mandat-mandat seperti itu adalah sebuah kiasan (bukan arti sebenarnya). Jadi kalo dulu waktu gempa jogja itu disuruh masak kupat dan gantung kupat, artinya disuruh banyak istighfar, minta maaf sama Gusti kalo banyak salah (lepat). Tapi ya ngga salah juga kalo masyarakat terus berbondong-bondong masak sesuatu sesuai mandat, yaa itung-itung masyarakat jadi makan lebih bergizi dan teratur daripada biasanya yang otomatis badan mereka akan lebih sehat dari sebelumnya. Sehingga kuat melewati pageblug. Tapi ya monggo, tergantung individu masing-masing mau percaya atau tidak. Mau masak atau tidak itu pilihan. Tapi yang wajib dilakukan adalah tetap menjaga kesehatan jiwa dan raga, taat dan disiplin dalam menjalankan ibadah dan social distance. Keep safe and healthy everyone. Insya allah ada jalan ♡♡♡
4 notes · View notes
nacotayeshida · 7 years
Photo
Tumblr media
I share, therefore I am.
Aku membagi, maka aku ada. Istilah dari suatu gejala yang dituliskan oleh Putut Widjanarko, dosen Ilmu Komunikasi di Univesitas Paramadina yang ia tuang melalui majalah Tempo. Putut menulis untuk tema besar “Wabah Hoax” yang terbit di edisi 2-8 Januari 2017. Betul, dunia maya kini cenderung menjadi medan saling ejek, asal memaki, menebar fitnah, dan bahkan adu domba. Sejatinya gejala polarisasi media sosial ini bukan karakter masyarakat Indonesia. Hasilnya adalah masyarakat yang terpolarisasi dan demokrasi yang kian terkoyak.
Jika menoleh kebelakang, Indonesia banjir informasi ‘sesat’ sebetulnya bukan hal baru. Pada masa kampanye pemilihan presiden 2014, Joko Widodo yang dikabarkan keturunan kader Partai Komunis Indonesia. Setelah ia terpilih pun arus berita bohong semakin menggila. Mulai dari isu Obama meninggalkan Jokowi yang sedang berpidato di sebuah forum internasional, pencopotan Panglima TNI, ajakan menarik uang di ATM, hingga dramatisasi kedatangan tenaga kerja dari Tiongkok.
Sebenarnya gejala polarisasi media sosial ini bukan khas masyarakat Indonesia. Kampanye Brexit di Inggris pada Agutus 2016 yang memutuskan Inggris keluar dari Uni Eropa adalah contoh lain. Tapi yang lebih sengit dan terbaru adalah pemilihan Presiden Amerika Serikat antara Donald Trump dan Hillary Clinton, ketika jagad media sosial diwarnai polarisasi yang terpicu oleh kabar bohong, hoax, rumor, atau ujaran kebencian.
Menarik. Era banjir informasi ini celakanya tidak diimbangi peningkatan daya kritis. Tak sedikit yang mudah terpancing judul provokatif, lalu membaginya tanpa paham betul isi tulisan. Mereka yang disebut dengan istilah clicking monkey; monyet yang bersuka-ria melempar pisang ke segala arah. Berjayanya hoax juga karena tumbuhnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap media mainstream. Ada keyakinan bahwa media besar yang kebanyakan milik pengusaha konglomerat tidak lagi independen karena sarat kepentingan bisnis dan politik.
Dari perspektif lain, Suller (2004), ahli psikologi internet mengidentifikasi faktor-faktor kenapa ketika daring (online) orang bisa mengatakan atau melakukan tindakan yang mungkin tidak mereka lakukan dalam komunikasi tatap muka. Alasannya, mereka lebih bebas, merasa tak terkekang, dan mengeksplorasikan diri lebih terbuka – fenomena yang disebutnya online disinhibition effect (efek nirkekang daring).
Karena efek ini, orang bisa menjadi lebih mudah menunjukkan simpati dan murah hati yang dalam dunia nyata sukar mereka ungkapkan. Sebaliknya, pada ujung yang lain kita juga melihat sering digunakannya secara terbuka kata-kata kasar, kemarahan, kebencian, bahkan ancaman – sekali lagi hal yang mungkin tidak mereka lakukan di dunia nyata.
Orang juga cenderung dengan serta merta membagi (share) atau menyiatkan (broadcast) informasi yang diterimanya. Menurut Sherry Turkle (2012), ahli psikologi dana peneliti internet, dunia daring membuat orang selalu terhubung dan menawarkan pemenuhan tiga kepuasan (gratification): (1) bebas memberi perhatian dimanapun kita berada, (2) selalu akan didengarkan atau diperhatikan, dan (3) kita tak akan pernah sendirian. Dengan demikian, jika kita tiba-tiba memiliki waktu jeda (misalnya saat menunggu waktu lampu merah atau di tengah percakapan dengan orang lain), kita merasa “cemas” dan segera menuju dunia daring dalam genggaman kita.
Apalagi akhir-akhir ini jaringan tertutup seperti WhatsApp (yang beda sifat platformnya dengan media sosial seperti Facebook dan Twitter) menjadi semakin luas penggunaannya. Jamak kita dengar grup WA yang pecah (bahkan grup WA keluarga besar) setelah anggotanya terlibat percakapan yang panas. Fitnah dan hoax lalu-lalang dalam grup-grup tertutup semacam itu.
Melek media digital, salah satu dari apa yang disebut sebagai 21st century skills menjadi penting untuk disebarkan. Melek media digital memungkinkan orang memahami bagaimana menggunakan media sosial dan internet untuk kemaslahatan bersama.
Sumber:
Majalah Tempo edisi 2-8 Januari 2017 page 40-41 “Wabah Hoax”.
0 notes
ocktyalarastika · 4 years
Text
Sudah Tepatkah Langkah Pemerintah dalam Mengantisipasi Pandemik Covid-19?
Merebaknya virus Covid-19 atau yang biasa kita kenal dengan sebutan virus Corona bermula dari pasar seafood Huanan; yang menjual beraneka ragam hewan liar di Wuhan. Pada tanggal 10 Desember 2019, salah seorang pedagang di pasar mengalami demam namun pada saat itu pihak RS tidak dapat mengkonfirmasi sakit yang diderita sampai pada tanggal 31 Desember 2019 barulah ada keterangan resmi dari pihak RS di Wuhan bahwa gejala dan sakit yang dialami oleh beberapa pedagang tersebut adalah gejala Covid-19.
Setelah terdampak di Wuhan, virus ini kemudian merebak ke berbagai daerah di China bahkan sampai ke luar negara tersebut. Sampai dengan hari ini, 03 April 2020 jumlah kasus pandemik Covid-19 di seluruh dunia adalah: 1,015,850 kasus dengan jumlah kasus yang aktif sebesar 749,643 kasus (Data: WHO).
                Di Indonesia, kasus pertama Covid-19 dikonfirmasi pada awal Maret 2020. Saat ini dari 206 negara, Indonesia berada pada urutan ke-38 dengan kasus positif Covid-19. Meskipun kasus ini sudah ada sejak Desember 2019, namun dilihat dari tingkat rata-rata kematian atas kasus positif Covid-19 di Indonesia menunjukkan bahwa pemerintah kita belum siap dalam penanganan pandemik ini.    
                Saat virus sudah berada di negara tetangga kita, yaitu Singapura bahkan Indonesia masih santai bahkan menanggapinya dengan lelucon yang mengatakan bahwa Indonesia pasti kebal dengan virus Corona. Pemerintah masih sibuk dengan urusan pemindahan ibukota, PILKADA 2020, pembangunan transportasi massal, bahkan malah membuka promo-promo paket wisata disaat negara yang lain sibuk mempersiapkan masalah kesehatan dan penanganan wabah ini.
                Hingga akhirnya sang virus datang di Indonesia pada awal Maret 2020 dan jumlahnya per hari kian bertambah banyak, barulah pemerintah kita kelabakan. Saling lempar kebijakan antara pemerintah pusat ke pemerintah daerah adalah hal yang lumrah saat ini. Bingung atas sikap yang harus diambil dan tidak tegas menyebabkan tingginya angka kematian pada kasus Covid-19 di Indonesia. Pemerintah dinilai abai dan lamban atas hak kesehatan warga negaranya padahal jelas-jelas seluruh dunia sedang menghadapi wabah ini.
Allah sudah berfirman dalam Q.S Al-Nisa [4]: 58:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
(“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kpadamu. Sunggguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”)
                Tingkat rata-rata kematian (10%) atas kasus Covid-19 lebih tinggi dibandingkan tingkat rata-rata kesembuhan (yaitu sekitar 6%) dan jumlah pasien positif juga terus meningkat setiap harinya. Mengapa demikian?
               
               
 
                Sampai dengan hari ini, kasus positif virus tersebut sudah berkisar 1,789 kasus. Pemerintah memang telah mengambil langkah-langkah dalam memutus rantai virus Covid-19 namun beberapa langkah tersebut menurut saya belum maksimal:
Tidak ditetapkannya status lockdown untuk kota Jakarta yaitu kota yang pertama kali terkena Covid-19 dan merupakan kota dengan kasus terbanyak.
Statement pemerintah yang mengatakan akan menjamin biaya pengobatan bagi orang yang terinfeksi Covid-19. Kenyataannya pemerintah sendiri belum memberikan jaminan apakah alat kesehatan yang diperlukan sudah tersedia atau belum.
Tidak bisa menjamin ketersediaan masker, APD, hand sanitizer di pasaran sehingga menyebabkan deficit kebutuhan. Banyak tenaga kesehatan yang akhirnya terpapar kemudian meninggal karena kurangnya peralatan saat bekerja di lapangan. Pemerintah juga belum menindak secara tegas oknum-oknum yang gemar menimbun barang-barang tersebut untuk dijual kembali dengan harga yang tidak masuk akal.
Covid-19 belum tersosialisasi dengan baik ke seluruh lapisan masyarakat. Banyak masyarakat, terutama yang minim akses informasi tidak mengetahui bahaya virus ini dan masih tetap beraktivitas seperti biasa.
Lambat dalam menutup pintu masuk dari luar negeri ke Indonesia. Bahkan pemerintah malah mengucurkan sekian dana untuk mempromosikan wisata Indonesia, disaat negara-negara lain benar-benar mengisolasi diri dan tidak memperbolehkan adanya WNA memasuki wilayah mereka.
Tidak mendukung langkah/kebijakan Pemerintah Daerah. Contohnya seperti langkah yang diambil oleh Pemda Jakarta untuk membatasi bus keluar masuk Jakarta dalam rangka mudik, namun Pemerintah Pusat menilai langkah ini tidak tepat tapi tidak memberikan solusi.
Tidak dapat memberhentikan berita simpang siur yang dibuat beberapa media terkait Covid-19 sehingga banyak masyarakat yang masih termakan hoax Covid-19.
 
Padahal perihal wabah ini secara aturan sudah jelas langkah apa saja yang sebaiknya dilakukan seperti contoh pada UU No. 4 Th. 1984 yang menegaskan pemerintah bertanggung jawab melaksanakan upaya penanggulangan wabah. Langkah yang perlu dilakukan yaitu penyelidikan epidemiologis; pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina; pencegahan dan pengebalan; pemusnahan penyebab penyakit; penanganan jenazah akibat wabah; penyuluhan kepada masyarakat; dan upaya penanggulangan lainnya. Pun sebagaimana hadits Nabi terkait perilaku karantina yang seharusnya dilakukan lebih awal saat wabah itu menjangkiti suatu wilayah:
                قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطَّاعُونُ آيَةُ الرِّجْزِ ابْتَلَى اللَّهُ عَزَّ
                وَجَلَّ بِهِ نَاسًا مِنْ عِبَادِهِ فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ فَلَا تَدْخُلُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَفِرُّوا مِنْهُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).
Wallahu ‘alam bishowab.
 
 
 
Tumblr media
Tumblr media
2 notes · View notes
titiknuri · 4 years
Text
A Person’s True Colors Will Always Show With Time
Katanya, a person’s true colors will always show with time.” Masa yang juga jadi etalase keaslian warna karakter seseorang itu di antaranya ya di masa-masa seperti sekarang ini.
Apatis, oportunis, humanis, atau realistis, semua tersaji di depan mata. Kinda, blessing in disguise? Kalau kata bang Satria Maulana, Jawabannya iya-iya enggak. Tapi, yang terpenting, hal pertama yang paling layak kita perhatikan adalah diri kita sendiri. Sejauh apa tekanan kondisi mengubah cara kita memandang hidup?
Kalau di pembukaan esainya Yuval Noah Harari yang judulnya “the world after coronavirus”, beliau bilang bahwa “This storm will pass. But the choices we make now could change our lives for years to come.”
“Many short term emergency measures will become a fixture of life. They fast-forward historical processes,” lanjutnya. Kenapa? Karena di saat-saat ini, keputusan yang wajarnya dibuat dalam hitungan tahun, diperah habis dalam hitungan jam.
Saya jadi semakin yakin bahwa demi Allah, menjadi pemimpin itu sungguh berat pertanggungjawabannya, di dunia dan di akhirat. Dan saya semakin sadar bahwa, dikasih amanah itu selain karena Allah percaya, namun bisa jadi pula Allah ingin menguji, apakah amanah itu dilaksanakan dengan dasar lillah, fillah dan ilallah atau tidak. Pandemik ini membuat saya nangis haru menyaksikan perjuangan sebagian pemimpin kita, jumpalitan dalam lelahnya, demi menjalankan amanah sebaik yang dia bisa, ketika di sisi lain ada sebagian yang membuat hati miris karena masih saja sibuk melindungi kepentingan kelompoknya.  
Lewat pandemik ini, kita jadi sama-sama paham bahwa banyak hal yang kita anggap “hal biasa dan sederhana untuk dilakukan” selama wabah corona, sesungguhnya adalah privilege alias sesuatu yang tidak semua orang bisa dapatkan/lakukan dengan mudah. Ketahuilah, bisa cuci tangan berkali-kali, beli hand sanitizier, punya masker, bisa work from home, bisa menerapkan physical distancing, dan bisa nyetok kebutuhan makanan di rumah untuk meredam corona, itu semua hanya bisa dilakukan oleh orang yang previleged. Sebab tidak semua orang punya akses air bersih berlimpah, tidak semua orang mendapatkan kemudahan untuk beli barang di luar kebutuhan/makanan pokok, tidak semua orang bisa memenuhi kebutuhan pangan jika harus di rumah aja. Dan bisa jadi, sebosan-bosanya kita berada di rumah, justru adalah keinginan mendalam yang diidam-idamkan oleh para pejuang garda terdepan kita saat ini, para tim medis. Maka, bersyukurlah banyak-banyak.
Barangkali kita ndak pernah membayangkan akan menghadapi kondisi pandemi yang gawat dan pesat seperti ini. Kita dan seluruh dunia dibuat kalang kabut, gaduh oleh makhluk tak kasat mata karena terancam keselamatannya. Kondisi ini seperti memaksa kita untuk menjadi kita yang jauh dari biasanya. Keterdesakan atas kondisi darurat ini, lama-lama akan menyibak “true colors”-nya kita. Warna-warna gelap dan terang seolah muncul secara gamblang di permukaan.
Timbunan komoditas atas nama kesempatan, hoax, ujaran kebencian atas nama kebebasan, keparnoan dan rasa takut berlebih, mengeluh, kadang berasa engap dan gemes banget ketika mendengarnya. Alhamdulillah ala kulli hal, di sisi lain ada banyak warna-warna cerah yang bisa menenangkan hati, atas nama solidaritas, turun tangan, penggalangan donasi, menyebarkan kabar baik, sampai menghimpun pasokan makanan. Faith in humanity restored. Ini menenangkan, karena ternyata banyak orang-orang baik di negeri ini.
Melalui semua ini, kita akan tahu bahwa apa yang nampak dari diri kita, “true colors-nya” kita pada hari ini, akan membentuk karakter kita yang sebenarnya. Krisis dan pandemik memang ada waktunya, tapi apa yang menetap, akan menentukan sikap kita dalam menyikapi hidup setelah semua ini berlalu.
Sebab, nanti biidznillah setelah semua ini berlalu, jika kita tidak juga berubah dan belajar dari peristiwa ini, maka yang pertama kali merugi, adalah diri kita sendiri.
Bismillah. Semangat yaa kita. InsyaAllah I and U can break the chain, and this too shall pass. Banyak-banyak doa yuk :)
Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi syai’un fil ardhi walaa fissamaa’i wahuwas sami’ul aliim...
“Maka dengan nama Allah yang bersama nama-Nya, tidak akan berbahaya segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
2 notes · View notes
ummuasmaa · 4 years
Text
Tumblr media
"Ketika keluarmu membawa petaka"
.
.
.
Arahan pemerintah untuk menahan diri dirumah dan mengurangi aktivitas diluar rumah dipersoalkan oleh sebagian pihak.
.
Tahukah engkau bahwa upaya pemerintah dalam membendung penyebaran COVID-19 akan menjadi ringan dengan kesadaran masyarakat untuk mengurangi aktivitas diluar dan dikeramaian.
.
Bukankah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam telah melarang keluar dari negeri yang terjangkiti wabah Ta'un ? bahkan yang diluar tidak boleh masuk. itu dikarenakan untuk memutus rantai wabah yang melanda.
.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam bersabda :
.
.
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
.
Artinya: "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)
.
Bukankah bukan sesuatu yang hoax ketika seseorang keluar dari rumahnya dan berinteraksi dengan manusia ramai, sangat besar potensi terkena virus tersebut. kenapa tidak menjaga dirimu dan keluargamu dari kebinasaan yang besar kemungkinannya. Bukankah Allah berfirman :
.
.
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
.
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. An Nisaa’: 29).
.
Benar , terkadang dirimu kuat dan imunitas tubuhmu mampu menahan virus tersebut. namun dirimu sangat mungkin menjadi pembawa ( Carier ) virus kepada orang terdekatmu.
.
Bukankah Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam bersabda :
.
.
لا ضرر و لا ضرار
.
Janganlah Engkau membahayakan dirimu dan janganlah engkau membahayakan orang lain ( HR Malik dengan sanad yang sahih )
.
Didalam riwayat Al Hakim dengan sanad yang sahih terdapat tambahan :
.
.
َمَنْ ضَارَّ ضَرَّهُ اللهُ وَمَنْ شَاقَّ شَقَّ اللهُ عَلَيْه
.
Barangsiapa membahayakan orang lain, maka Allâh akan membalas bahaya kepadanya dan barangsiapa menyusahkan atau menyulitkan orang lain, maka Allâh akan menyulitkannya.”
.
Jangan engkau menyulitkan dirimu, keluargamu dan juga menyulitkan orang lain, namun duduklah dirumahmu dan gunakan kesempatan itu dengan baik untuk merenungi kesalahan dan dosa kita.
.
Barakallahu fikum
.
Abu Abdillah Imam
2 notes · View notes
eltuin · 4 years
Text
Optimis di tengah Pandemi
"Terpapar Covid-19 sama dengan mati"
Itu adalah logika yang terbangun di kalangan masyarakat saat ini. Alhasil, kepanikan & ketakutan tak dapat dihindarkan. Tak ayal, banyak yang akal sehatnya cenderung menjadi sakit sehingga melakukan hal-hal yang tak terterima oleh akal sehat. Sebut saja yang terbaru, soal bayi & telur. Bisa-bisanya banyak orang yang tertipu, 'baga'.
Hari-hari kita diisi dengan berita tentang virus yang didapuk sebagai pencabut nyawa, mulai dari berita yang benar hingga HOAX. Padahal, di antara jumlah orang yang terkonfirmasi positif terinfeksi virus, ada yang dinyatakan sembuh. Meskipun angkanya masih lebih kecil dari yang meninggal, serta pergerakannya melambat, namun itu tetaplah diperhitungkan sebagai bagian dari optimisme. Pertanda, ada harapan. Ada opsi kehidupan, nyawa terselamatkan. Lain hal ketika, logika "terpapar berarti mati" itu benar terjadi. Tapi nyatanya tidak demikian.
Dalam laporan terakhir di hari kemarin (26/3), dicatat dari laman informasi resmi https://www.covid19.go.id/ ; ada 893 orang terkonfirmasi positif terjangkit virus ini, 78 di antaranya dinyatakan meninggal dunia & 35 orang dinyatakan sembuh.
Dibandingkan dengan data penduduk, dalam catatan Kompas, BPS memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2020 sebesar 271.066.000 jiwa. Itu berarti, nilai persentase yang terkonfirmasi positif saat ini adalah 0.00033% atau dapat dikatakan dalam setiap 1.000.000 orang hanya terdapat 3-4 orang yang dinyatakan positif. Ini tak berarti meremehkan apa yang sedang terjadi, namun dimaksudkan untuk membangun optimisme di tengah pandemi. Panik jangan, waspada harus.
Mazmur 55:22a mengatakan "Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau!"
-----
Dalam kondisi seperti ini, kita mesti melakukan upaya yang terukur & masuk akal sembari terus diiringi dengan doa. Jangan bebani pikiran dan emosi masyarakat serta menambah beban negara dengan berita HOAX. Mungkin Anda tidak menjadi produsen kabar bohong atau kabar menakutkan, namun jika turut menyebarkannya, tak ada bedanya.
----
Ini coretan pertama saya terkait Covid-19 sejak wabah ini dikabarkan menyerang RRT. Sengaja memulainya dari sudut pandang berbeda, semangat optimis dengan harapan kita melangkah bersama menuju kemenangan. Dalam tuntunan Sang Pencipta, kita bisa! 😊 [L]
Catatan: tulisan 27 Maret 2020
0 notes
hellopersimmonpie · 5 years
Text
'ilm
Dulu, ketika saya membahas feminisme di kelompok kajian, teman-teman saya masih belum ngeh tentang apa itu feminisme dan dampaknya pada cara berpikir dan cara kita menempatkan perempuan di ruang publik. Hari ini, feminisme mendapat tempat yang baik di ruang publik hingga banyak sekali orang yang membelanya. Dunia berkembang. Manusia mengembangkan moral value yang menurut mereka bisa membantu untuk survive di zaman yang mereka lalui.
Pekan ini, saya iseng mendatangi diskusi tentang Sapiens-nya Harari. Sudah terbayang pesertanya akan seperti apa. Jangan kebayang saya jadi pembicaranya. Saya tidak capable sama sekali untuk memandu bedah buku wkwk. Saya hanya menjadi penonton sembari menikmati candaan teman saya yang selalu mengingat saya setiap menemukan bacaan tentang bumi datar.
Diskusi ini membawa ingatan saya pada 9 tahun lalu.
Ada seorang teman yang menanyakan kepada saya sebuah pertanyaan. Pertanyaan tersebut persis sama dengan apa yang ditanyakan pembicara dalam diskusi ini kepada saya. Sembilan tahun lalu, dialognya kurang lebih seperti ini:
“Apa menurut kamu Al Qur’an itu penting?”
“Iya. Bagi saya Al Qur’an itu penting”
Teman saya yang lain nyeletuk
“Kamu tidak punya cukup keberanian buat unpack agama kamu”
“Kenapa saya perlu unpacking agama saya? Kita diskusi tentang sains kan di sini? Bukan tentang bagaimana iman saya kan?”
“Tapi kamu nggak bisa jadi saintis yang baik kalau masih membawa agama dalam sains. Sebab sains harusnya bebas nilai”
“Ok well. Kita punya perbedaan dalam men-sifati sains di sini. Tapi saya sepakat bahwa akal dan hasil pengamatan itu sumber ilmu atau knowledge”
“Oh nggak bisa. Kamu pasti kemana-mana bakal bawa dalil. Lagipula logika agama itu selalu kontradiktif sama sains. Suatu saat, kamu pasti bakal nemuin itu. Karena sains mengancam keberadaan Tuhan dalam pikiranmu”
“Kamu tuh sebenernya mau ngobrolin apa sih? Wkwk. Mau cerita tentang sains tapi malah jadinya judging keyakinan saya. Udah mulai aja. Nanti kalau ada yang kontradiktif, saya ga bakal rese. Agama saya, biar saya yang nyari”
“Serius? Nggak bakal kesinggung?”
“Nggak”
Suatu hari teman saya bertanya lagi
“Pernah nggak sih kamu terganggu dengan pandangan agama kamu ketika harus membaca fisika teori?”
“Enggak”
“Termasuk ketika Hawking bilang bahwa alam semesta adalah hasil interaksi antara energi, materi dan ruang? Termasuk ketika hitungan waktu dari satu planet berbeda dengan planet lain?”
“Bagian mana yang menurut kamu bertentangan dengan agama saya?”
“Karena agama kamu bilang bahwa universe itu diciptakan. Dan ibadah dalam agama kamu sangat terikat waktu. Bagaimana kalau nanti manusia sudah sampai di ruang angkasa dan hitungan waktunya beda”
“Yang pertama, Hawking meneliti tentang universe bukan untuk bergenit ria dengan believe nya manusia. Andaipun ingredients nya alam semesta itu memang energy, space sama matter, bagian mana yang menjadi negasi atas keberadaan Tuhan? Yang kedua, Islam membuka ruang diskusi tentang bagaimana waktu sholat andaikata saya kelak tinggal di planet lain yang hitungan waktunya beda. Jadi nggak masalah kalau waktu memang relatif”
“Hhaaa….Kenapa kamu nggak berusaha ber-argumen untuk membuktikan bahwa Tuhan itu ada?”
“Saya kan cuma jawab pertanyaan kamu. Ga pa pa dong kalau saya nanya detailnya, bagian mana yang me-negasi-kan adanya Tuhan?”
“Hawking berteori bahwa Space, Energi dan Matter membentuk universe. Prosesnya terjadi take for granted. Tanpa sebab apapun”
“Di titik tertentu ketika indera dan teknologi kita tidak bisa menjangkau, kita mencukupkan diri dengan hipotesa. Terjadinya alam yang (bisa saja) take for granted itu teori yang masih bisa difalsifikasi. Sementara keberadaan Tuhan yang menciptakan matter, energy dan space tadi beserta sepaket aturannya, itu juga teori. Hanya saja, kamu milih sependapat sama Hawking dan saya memilih meyakinin apa yang saya yakini”
“Tapi keyakinan kamu kan ga bisa difalsifikasi”
“Siapa bilang?”
“Sekarang, mana ada orang yang berani menentang kepercayaan ummat islam?”
“Hawking”
“Bukan itu yang saya maksud. Misal Hawking bilang Al Qur’an salah, pasti ummat islam marah”
“Itu perkara pilihan sikap orang aja. Bukan hal teologis”
“Kalau suatu saat cara kerja alam semesta terungkap, kamu berani menyalahkan agama kamu sendiri nggak?”
“Terungkapnya bagaimana universe bekerja itu tidak menegasikan keberadaan Tuhan”
“Tadinya saya nyangka kamu itu ngambil pendapat Immanuel Kant bahwa semua hal punya penciptanya. Kalau kita tidak bisa melihat pencipta, kita bisa melihat jejaknya dari ciptaannya. Tapi kamu kekeuh pada logika bahwa terungkpanya bagaimana universe bekerja tidak cukup me-negasi-kan keberadaan Tuhan. I agree to disagree. Karena kita sama-sama berasumsi dan yakin pada asumsi masing-masing”
“Saya sudah sering bertemu dengan pertanyaan semacam ini. Argumen yang katamu milik Immanuel Kant tidak saya ambil karena logikanya tidak konsisten. Dalam keyakinan saya, ada sesuatu yang tidak diciptakan”
“Apa?”
“Tuhan itu sendiri”
Sembilan Tahun lalu, saya sering sekali berdiskusi tentang hal-hal teologis seperti ini. Sekarang, saya mencukupkan diri dari berdebat perkara itu. Karena memang banyak hal lain yang perlu dikerjakan. Hanya saja, ketika saya membaca Sapiens dan berdiskusi tentang itu, saya seperti kembali ke masa lalu. Bedanya, hari ini, ruang untuk berdiskusi tentang sesuatu yang liberal lebih terbuka. Banyak juga muslim yang speak up dengan stance nya sebagai liberal dan menghapus wahyu sebagai sumber ilmu dalam sains.
Teman saya pernah bertanya:
“Apakah ketika manusia bisa menjadi spesies yang immortal, agama masih dibutuhkan? Ketika negara sudah ideal, semua hak asasi bisa terpenuhi dan semua bencana alam sudah dimitigasi, dimana ruang kita untuk bertawakkal”
“Wallahu a’lam”
Persepsi manusia tentang agama itu bermacam-macam. Ada yang menganggap agama itu ruang untuk menenangkan diri ketika menghadapi ketidakpastian. Sementara bagi saya, agama adalah tentang iman. Apapun yang terjadi, betapa banyakpun hal gaib yang terungkap dan terbaca oleh manusia, saya percaya bahwa Allah ada. Allah yang memberi izin kepada kita untuk mengembangkan teknologi, undang-undang dan lain sebagainya sebagai ikhtiar untuk memenuhi amanah sebagai khalifah di muka bumi. Allah juga mengizinkan kita untuk mengakses hal-hal yang dulunya gaib namun menjadi tidak gaib lagi seiring dengan perkembangan teknologi.
Jadi ketika ada pertanyaan yang jauh seperti tadi, saya cuma menjawab
“Wallahu a’lam. Iman itu masalah keyakinan dan hidayah. Kita nggak tau andai kita hidup di masa itu, persepsi kita terhadap dunia bakal seperti apa. Tapi saya masih berharap untuk bisa hidup sebagai manusia yang baik di mata Tuhan”
Pertanyaan teman saya tadi terasa di awang-awang. Namun sekarang, ketika Revolusi Teknologi Informasi bertemu dengan Revolusi Bioteknologi, akan banyak pertanyaan yang dulu masih terasa di awang-awang, tapi hari ini bakal terasa dekat.
*
Pekan lalu, ketika saya membahas feminisme lagi, adek-adek yang saya ajak diskusi masih meraba-raba seperti apa feminisme yang sebenernya.
“Seriously, kamu ga tau feminisme dek?”
“Enggak mbak”
Saya menyimpulkan bahwa lingkungan yang homogen akan memperlambat pertemuan kita dengan isme yang aneh-aneh. Tapi bukan tidak mungkin kalau setelah lulus kuliah, kita akan bertemu dengan lingkungan yang heterogen.
Di kampus punya kelompok halaqoh. Pas kerja, ke kafe bareng temen buat diskusi buku God Delusion nya Dawkins lalu bingung sendiri karena semua terasa mind blowing.
Selain kita (muslim yang percaya bahwa Islam itu syumul), di luar sana ada begitu banyak orang yang mengembangkan pendekatan sendiri untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat. Sebut saja Humanisme, Liberalisme, Feminisme, atau Komunisme
Kita menyebut ini sebagai isme yang tidak sempurna karena semua adalah karangan manusia. Sementara bagi kita sendiri, Islam itu sempurna karena Allah yang menciptakan.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana jika pemahaman kita yang tidak sempurna terhadap Islam ini justeru membuat agama terasa seperti momok?sementara isme yang ada di luar itu terasa memberi solusi dan angin segar?
Gap antara pengetahuan kita tentang agama dan pengetahuan kita tentang sains terkadang membuat kita menjadi manusia dengan pribadi yang terpisah. Ketika menjadi saintis, kita lepas sudut pandang sebagai muslim. Ketika kita sholat, kita lepas semua ingatan kita pada disiplin ilmu.
Kita sekuler secara tidak sadar.
Maka ketika splitnya sudah kebablas, kita bisa menjadi orang yang sangat taat beragama tapi di sisi lain menganggap bahwa sains atau perkembangan isme di luar islam akan mengganggu eksistensi kita sebagai muslim.
Padahal mestinya tidak seperti itu. Adanya isme di luar islam, jika kita pahami dari sisi historisnya, tentu akan memperkaya sudut pandang kita akan masalah real yang terjadi pada ummat. Pun ketika diskursus tentang keraguan atas kehalalan vaksin ramai mengemuka, mestinya bisa mempercepat ikhtiar kita untuk mencari opsi lain agar kita bisa menghindari wabah. Bukan malah ramai dan terjebak pada hoax yang tidak-tidak mengenai vaksin. Atau setidaknya kita benar-benar mencari bagaimana perkembangan penelitian vaksin yang sebenarnya melalu jurnal yang tersedia. Tanpa harus menutupi insecure nya kita dengan cara mengambil semua informasi yang mendukung opini kita tanpa memverifikasi nilai kebenarannya.
Adanya Islam bukan untuk menjadi tukang pukul bagi pendekatan-pendekatan (isme-isme) lain yang ditawarkan manusia sebagai solusi permasalahan di muka bumi. Adanya islam harusnya bisa menawarkan harapan bahwa ketika solusi lain sudah tidak masuk akal, kita bisa kembali berpulang pada Islam dengan segala disiplin ilmunya yang khas.
Inilah yang membuat saya beranggapan bahwa counter opini tentang feminisme bukanlah isu yang perlu diprioritaskan. Kita bisa membahas kekurangan isme-isme ini di mimbar akademik. Hal yang perlu kita lakukan hari ini adalah mengenali disiplin-disiplin ilmu yang berkembang di era keemasan islam. Agar kita bisa mengevaluasi, disiplin ilmu apa yang tidak ada pada peradaban kita hari ini.
Dalam buku filsafat ilmu yang diterbitkan INSIST, kita dapat menemukan bagaimana perkembangan disiplin ilmu Islam dalam sejarah. Berawal dari hafalan tentang Al Qur’an dan pencatatan hadis. Kemudian berkembanglah ilmu mustholah hadis untuk memverifikasi tingkatan hadis. Setelah itu banyak ulama yang belajar tentang bagaimana budaya Quraisy, sastra dan bahasa yang berkembang agar bisa memahami Al Qur’an dan Hadis dengan lebih baik. Lalu berkembang pula disiplin ilmu fiqih yang core ilmunya adalah metodologi ilmiah tentang bagaimana mengambil dalil dari Al Qur’an, Hadis dan sumber hukum lainnya sehingga menghasilkan suatu sikap terhadap suatu perkara. Disiplin ilmu ini harusnya juga berkembang dan mudah diakses pada masa kita.
Tapi hari ini, kita sendiri berpasrah pada ulama tanpa sama sekali berusaha menggugat keawaman. Pertanyaan kita tentang sebuah perkara hanya sebatas:
“Perkara ini hukumnya seperti apa kalo dalam islam?”
lalu kita hanya melihat jawaban akhirnya bahwa perkara ini halal, haram, makruh, mubah atau sunnah. Tanpa perlu merasa belajar bagaimana semua disimpulkan?
Kita sendiri berpasrah pada rasa aman
“Aku ga berani mengkritik karena aku ga faham”
tanpa perlu merasa penting belajar lebih dalam. Iya, kita bebankan semua pada ulama. Kita tanyakan semua masalah di semua bidang pada satu dua ulama. Sehingga jika ulama ini mengeluarkan penyikapan yang keliru, kita tertawa dan islamnya yang kita hina.
Di kehidupan kita sehari-hari, kita tidak berani mempertanyakan urusan finance pada orang kimia. Tapi untuk urusan agama, kita mempertanyakan semua pada satu ustadz tanpa merasa perlu memeriksa background ustadz ini apa.
Pada akhirnya, akses kita pada ilmu-ilmu Islam semakin sulit karena disiplin ilmu tersebut terasa tidak dibutuhkan sehingga tidak tergali lagi.
Dalam tulisan ini, saya tidak sedang mempromosikan ide tentang Khilafah atau ide tentang Al Quran yang harus menjadi undang-undang formal. Sejatinya, tanpa pemahaman yang baik, undang-undang hanya akan menjadi alat politik. Sejarah mencatat bahwa hal-hal demikian banyak terjadi di era Umayyah dan Abbasiyah. Dimana Al Qur’an diambil secara parsial, dijadikan undang-undang lalu digunakan untuk memukul lawan politik.
Tulisan ini hanyalah upaya saya untuk mengingatkan diri, agar ketika saya mulai jenuh dengan diskusi-diskusi keagamaan hari ini yang jumud dan mandheg pada perkara politik, saya harus belajar kembali tentang bagaimana disiplin ilmu islam seharusnya berkembang. Tidak mudah memulai diskursus ini. Mengingat sumber ilmunya sebenarnya sudah ada tapi bertebaran, dan masih terasa eksklusif sekali untuk diakses. Sementara kita yang tidak familiar kadang bingung, darimana seharusnya kita belajar tentang Islam.
Semoga gugatan ini menciptakan kegelisahan bagi kita untuk berpikir dan saling berbagi.
681 notes · View notes
aemojan · 4 years
Video
Selengkapnya di YOUTUBE CHANEL, . Untuk menghadapi pandemi ini kita harus gotong royong dan saling bahu membahu, berbagai peran farmasis sangat penting dalam menghadapi pandemi ini, . Farmasis memiliki pengetahuan untuk melakukan peran di garis depan pandemi. Farmasis dilatih berdampingan dengan dokter dan perawat. . Yang tidak saya jelaskan dalam video, bahwa mahasiswa farmasi juga dapat berperan, sepeti menjadi relawan, memberikan penyuluhan terkait informasi tentang pengobatan dan pencegahan covid-19, membrantas hoax dengan memberitahukan cara mendapatkan informasi yang valid tentang covid-19, memberikan rezekinya untuk orang lain yang membutuhkan, . Sihlakan ditambahkan di kolom komentar sekitar peran farmasis dalam menghadapi wabah COVID-19 . @aem.ojan https://www.instagram.com/p/B_Lrw4-jyUk/?igshid=xj2iw9mfd428
1 note · View note
divaftha · 4 years
Photo
Tumblr media
Bagaimana Media Massa Mengemas Berita Covid-19? assalamualaikum sahabat nah kali ini di seluruh negara di gegerkan oleh satu penyakit yang telah di indentifikasi sebagai covid-19 virus jenis baru. kira2 apa sih covid-19 itu? Nah disini saya akan jelaskan apasih covid-19 itu. Covid-19 atau Virus corona sebenarnya merupakan penyebab umum gangguan pernapasan, seperti pilek dan infeksi saluran pernapasan. Virus corona sendiri terdiri dari berbagai jenis seperti SARS-cov yang menyebabkan severe acute respiratory syndrome(SARS) dan MERS-cov yang menyebabkan Middle-east respiratory syndrome (MERS). Beberapa tahun yang lalu, kedua penyakit ini juga sempat menjadi wabah yang menyerang banyak orang. Virus ini bersifat zoonosis. Artinya, virus corona ini sebenarnya diidap oleh binatang tertentu lalu selanjutnya virus ini bisa menular dari hewan ke manusia.  Virus corona bisa menyebabkan penyakit ke manusia apabila ada kontak antara binatang yang terinfeksi dengan individu tersebut. Saat ini, penyebarannya juga diketahui bisa terjadi antarmanusia, apabila ada individu yang melakukan kontak secara langsung dengan penderita virus corona. Hingga saat ini, diketahui sudah ada satu orang dokter di Tiongkok yang meninggal dunia akibat tertular virus corona dari pasien yang ditanganinya. nah karena covid-19 ini, banyak sekali berita simpang siur dan pasti banyak sekali berita hoax. Makan dari itu Bagaimana Media Massa Mengemas Berita Covid-19? Banyaknya berita simpang siur saat ini media massa hanya menunggu kabar dari WHO (World Health organization). lalu di beritakan keseluruh masyarakat luas agar tahu perkembangan covid-19 ini Tapi tidak banyak juga media massa yang memberitakan berita palsu atau hoax dan melebih-lebihkan hingga membuat masyarakat panik. Contoh tentang wajibnya pemakaian masker karena covid-19 ini menular melalui udara,Fakta sesungguhnya virus corona tidak menyebar melalui udara, yakni melalui percikan cairan yang keluar saat seorang penderita bersin atau batuk. Karena itu, sangat dianjurkan untuk lebih sering mencuci tangan. Kesalahan pemberitaan soal penyebaran virus corona tersebut bisa jadi pemicu kepanikan masyarakat untuk memborong masker secara besar-besaran. Akibatnya, terjadi kelangkaan masker di pasar. Hal ini tentu bukan tujuan dari pemberitaan media massa. Di tengah arus hoaks virus corona yang begitu deras, media arus utama diharapkan menjadi medium konfirmasi dan verifikator informasi kepada masyarakat. Media massa Merekalah yang memilah dan mengurutkan fakta, propaganda, rumor, dan kecurigaan dan mengubahnya menjadi berita yang benar dan dapat dipercaya. Media massa selaku pihak yang mengabarkan perkembangan virus corona diminta berhati-hati dalam memberitakan isu virus corona.Ada beberapa catatan dan imbauan yang perlu diperhatikan. Hindari konten yang dapat menimbulkan kepanikan.media memastikan informasi yang dipublikasikan ke publik berasal dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan. Nah segitu dulu ya sahabat buat informasi tentang covid-19 kali ini... selalu jaga kesehatan ya sahabat stay safe sahabat Don’t forget to follow my tumblr sahabat Sampai see you 👋🏻 Name : Diva Fatihah Amani Class : XI Broadcasting 1
1 note · View note
kafabillahisyahida · 5 years
Text
Membangun Karakter Anti Hoax Untuk Suksesnya Pemilu 2019 dan Pembangunan Berkelanjutan
Selama ini dalam benak kita pembangunan indentik dengan jalan, jembatan dan gedung-gedung. Tapi tahukah kita bahwa suksesnya pembangunan infrastruktur harus diawali dengan pembangunan karakter bangsa. Pembangunan akhlak adalah yang paling utama. Kita banyak mendengarnya dalam pembelajaran di sekolah bahwa ada beberapa dari karakter masyarakat Indonesia yang seharusnya mampu mensukseskan pembangunan yang berkelanjutan termasuk salah satunya pada proses pemilu 2019 yang sebentar lagi akan segera dilaksanakan. Diantara karakter tersebut adalah sikap jujur, toleransi, disiplin, cinta tanah air, demokratis, semangat kebangsaan, cinta damai dan peduli sosial.
Namun kita sadari iklim menjelang pemilu 2019 ini sedikit berbeda dengan hadirnya HOAX, dalam persaingan memperoleh kekuasaan. Hoax atau kebohongan, adalah perilaku yang akan menggeser karakter positif bangsa asli, ke arah terbentuknya karakter negatif dan sangat mengancam kesatuan NKRI.
Setiap rakyat Indonesia bagian dari Agen of change, tentunya yang diharapkan adalah menjadi agen perdamaian. Sedangkan pelaku hoax sebaliknya. Bagaikan wabah, hoax tak hanya menjadikan pelakunya terbiasa, tapi juga punya kemampuan menularkan. Semakin hoax dibiarkan, semakin ia membudaya bahkan ditakutkan akan menjadi paradigma yang dianggap sah untuk mencapai suatu tujuan, bahkan untuk keperluan memperebutkan kekuasaan.
Para pemimpin dan calon pemimpin kita hanyalah manusia, tentunya tiada yang sempurna dan luput dari kesalahan. Namun perlu kita Ingat bahwa seluruh Bangsa Indonesia bersaudara. Sebagai saudara alangkah baik jika kita saling melengkapi dan menutupi kekurangan saudara kita, melalui keanekaragaman potensi yang kita miliki. Jika tujuan kita sama terhadap bangsa ini, kenapa kita harus bertengkar dan berusaha saling menjatuhkan. Alangkah buruknya seseorang yang selalu mendengki saudaranya hingga tega berbuat fitnah. Barangkali mereka lupa sejarah perjuangan, bahwa pihak yang berusaha mengalahkan lawan dengan membungkam kebenaran. Sebenarnya hanya sedang merencanakan kekalahannya sendiri. Jika setiap yang berbeda, kita anggap musuh. Lalu apa makna semboyan Bhineka Tunggal Ika kita selama ini?
Fanatisme berlebihan dalam pemilu, apapun bentuknya harus dihindari seperti terlalu mencintai dan terlalu membenci pilihan; hanya akan membuat kita menjadi manusia egois dan ingin menang sendiri. Sikap fanatik ini yang akan memicu hoax. Hoax yang berasal dari pikiran dan imajinasi - buruk yang sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataannya. Prasangka - prasangka yang timbul akhirnya dinyatakan dalam bentuk fitnah dan kebohongan. Parahnya orang-orang yang percaya hoax seperti dicuci otak. Membenar benarkan yang salah, menyalahkan yang benar.
Bagi mereka yang menang pemilu dengan hoax, apakah bangga meraih puncak dengan mendzhalimi? Dalam keyakinan apapun, kebohongan adalah bentuk kedzhaliman. Yang akan menjadi hutang dan bumerang, menuntut balas bagi pelakunya sendiri.
Pemilu adalah tonggak demokrasi Indonesia. Sejatinya bukan sekedar ajang pertahanan tahta atau serah terima kekuasaan. Maka mewujudkan pemilu yang bersih dari hoax adalah langkah awal mensukseskan pembangunan berkelanjutan. Jika ternoda sejak semula, sangat sulit bagi pembangunan itu, akan mampu berjalan baik di masa yang akan datang.
Berilah kontribusi sekecil-kecilnya untuk pemilu 2019 ini dengan menolak hoax. Hoax adalah kecurangan pemilu tingkat akut yang harus diberantas hingga ke akarnya. Langkah pidana belum benar-benar solutif, jika kita tak berhasil membenahi mental. Solusinya harus dimulai dari diri sendiri, dari setiap manusia yang mengaku bangsa Indonesia. Mari safari kelubuk hati. Bersikap adil pada diri sendiri. Tak selamanya kebenaran akan datang dari pihak yang kita sebut kawan. Seperti tak selamanya setiap yang kita anggap musuh selalu salah. Jangan mudah terprovokasi dan begitu saja mencerna berita dari sembarang sumber. Luaskan sudut pandang, validasi semua isu. Sesekali kita juga perlu melibatkan diri langsung ke lapangan, agar kita tahu apa realitas yang terjadi tanpa sekat apapun.
Sekeras apapun usaha kita, untuk mencapai puncak dan memperoleh kekuasaan dalam Pemilu 2019 ini. Orang yang menang hanyalah orang yang memang telah ditaqdirkan Tuhan menjadi pemenangnya. Ikhtiar kita hanya bentuk ujian Tuhan, yang akan menentukan beda berkah dalam menjemputnya, juga beda rasa dalam memetik hasilnya kelak. Sehingga tak perlu bagi kita menghalalkan segala cara. Tugas kita hanya memilih, ikutilah jalur yang baik, karena kebaikan hanya akan mengantar pelakunya pada taqdir terbaik pula.
Rasa cinta kita kepada Bangsa Indonesia harus mampu menumbuhkan karakter anti hoax. Hoax adalah tanggung jawab kita. Ingat pembuat hoax, penyebar hoax, menyukai hoax, dan orang yang membiarkan hoax sama-sama bersalah. Mari sukseskan pemilu 2019 dengan memberantasnya.
©gianapahila
1 note · View note