Tumgik
#muzdalifah
rabbizidniilmaa · 2 years
Photo
Tumblr media
And by the Promised Day. And by the Witness, and by the Witnessed. Ibn Abi Hatim recorded from Abu Hurayrah that the Messenger of Allah said, وَالْيَوْمِ الْمَوْعُود (And by the Promised Day). This refers to يَوْمُ الْقِيَامَةِ the Day of Judgement. And by the وَشَاهِدٍ Witness, this refers to يَوْمُ الْجُمُعَةِ Friday, وَمَا طَلَعَتْ شَمْسٌ وَلَا غَرَبَتْ عَلَى يَوْمٍ أَفْضَلَ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَفِيهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ فِيهَا خَيْرًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَلَا يَسْتَعِيذُ فِيهَا مِنْ شَرَ إِلاَّ أَعَاذَهُ and the sun does not rise or set on a day that is better than Friday. During it there is an hour that no Muslim servant catches while asking Allah from some good except that Allah will give it to him. He does not seek refuge from any evil in it except that Allah will protect him. And by the وَمَشْهُودٍ Witnessed, this refers to the يَوْمُ عَرَفَة day of Arafah (in Hajj). Ibn Khuzaymah also recorded the same Hadith. It has also been recorded as a statement of Abu Hurayrah and it is similar (to this Hadith). The Oppression of the People of the Ditch against the Muslims Concerning Allah's statement, قُتِلَ أَصْحَابُ الاُْخْدُودِ . . . . . #hajj #umrah #mina #fasting #makkah #madina #arafat #muzdalifah #saudiarabia #arab #allahuakbar #allah #prophetmuhammad #prophetmuhammadﷺ #sunnah #prayer #dhulhajj https://www.instagram.com/p/CfayQb7PksO/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
heartbeatsallah · 9 months
Text
it is not permissible to visit these places where Allah’s anger descended!!
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
it is not permissible to visit these places with the intention of looking around, because the Prophet Muhammad (ﷺ), when he passed by al-Hijr which was the dwelling place of Thamood said: “Do not enter the dwelling places of those who wronged themselves, lest there befall you what befell them, unless you are weeping.” Then he covered his head and hastened until he left the valley.
-al-Bukhari
in his Saheeh from Ibn ‘Umar (may Allaah be pleased with him). 
According to another report, he said: “Do not enter upon those who are being punished unless you are weeping, lest there befell you something like what befell them.
Ibn al-Qayyim (may Allaah have mercy on him) said, whilst mentioning the lessons and rulings derived from the Battle of Tabook: Another (ruling) is that the one who passes by the dwelling place of those with whom Allaah is angry and who are being punished should not enter it or stay there, rather he should hasten and cover his head until he has passed it, and he should not enter upon them unless he is weeping and learning a lesson. And the Prophet Muhammad(ﷺ) hastened through the valley of Muhassir between Mina and Muzdalifah, which is the place where Allaah destroyed the elephant and its people.
‎- Zaad al-Ma’aad, 3/560 
‎Al-Haafiz ibn Hajar (may Allaah have mercy on him) said in his commentary on the hadeeth quoted above: This applies to the dwellings of Thamood and others who were like them.
-Fath al-Baari, 6/380.
Any place where Allaah’s punishment has descended on is a lesson for all of us, mankind to reflect, ponder upon and to always fear in Allaah!
‎May Allaahﷻ keep us all guided & safe from His punishment Aameen
May Allaah send blessings upon our Prophet Muhammadﷺ and his family & Companions.
28 notes · View notes
l-edelweis · 6 months
Text
Tentang Tanah Haram
Salah satu rombonganku kemarin cerita, umroh yang kemarin itu adalah umrohnya yang ke-12. Lalu katanya, yang paling berkesan adalah umroh yang pertama.
Jadi bismillah, aku mau mengabadikan perjalanan pertama ke Haramain kemarin di sini. Supaya kesannya abadi. Untuk kubaca lagi nanti-nanti.
Selain bersyukur sekali karena bisa hadir ke dekat Ka'bah langsung, aku senang dan bersyukur karena bisa mengunjungi tempat-tempat bersejarah umat Islam. Perjalanan kemarin buat aku, selain perjalanan spiritual juga jadi perjalanan intelektual. Jadi review beberapa materi pelajaran di Mu'allimaat: Tarikh, Fiqih, Tafsir, dan sedikit Nahwu Shorof (so sad karena sering ditanya muthawwif tentang bahasa arab tapi aku sudah banyak lupa. Haha pressure emang kalo ketahuan mantan anak pondok) (tapi jadi terinspirasi juga buat terus review catetan-catetan (nggak cuma bahasa arab)).
Aku banyak amaze-nya waktu berkunjung, melihat, dan menyaksikan langsung hal-hal yang selama ini hanya kutahu dari buku, dari Al-Qur'an, dari cerita-cerita, atau dari pelajaran-pelajaran sejarah. Rasanya kayak, segala yang ada di khayalanku saat itu, kemarin jadi 'berwujud', jadi 'nyata', jadi 'eksis' sebenar-benarnya eksis secara inderawi.
Di Madinah dan di Mekkah, dua kota suci ini punya tempat-tempat tersendiri yang menarik buat aku. Salah satunya di Madinah adalah Taman Tsaqifah Bani Saidah. Sebuah tempat dekat Masjid Nabawi yang masih dijaga keasliannya sampai sekarang. Di tempat inilah, dulu menjadi tempat pengangkatan Abu Bakar Ash-Shidiq sebagai khalifah pertama. Sebagai pemimpin setelah Rasulullah meninggal. Waktu itu, yang dipikirkan umat islam pertama kali setelah Rasulullah wafat adalah siapa pemimpin kita? Masyaallah. Sepenting itu peran pemimpin, sepenting itu peran Rasulullah sebagai pemimpin mereka, hingga saat beliau wafat yang dipikirkan pertama adalah memilih pemimpin, baru kemudian mengurus jenazah Rasulullah. Bisa dibayangkan bagaimana gerceupnya orang-orang yang terlibat dalam pemilihan khalifah waktu itu, karena tidak mungkin juga membiarkan jenazah Rasulullah berlama-lama tidak segera diproses untuk dikuburkan.
Di antara hotel-hotel yang berdiri, perluasan Masjid Nabawi, dan bangunan-bangunan lainnya, Taman Tsaqifah ini tidak berubah. Masih asli; sebuah perkebunan kecil yang ditumbuhi beberapa pohon kurma, dan dibuat pagar di sekelilingnya untuk menjaga keasliannya.
Rombongan kami juga diajak untuk ziarah ke Makam Syuhada Uhud di salah satu sisi Gunung Uhud, yang menjadi saksi Perang Uhud dan wafatnya sekitar 70 khalifah muslim. Mereka yang wafat dikuburkan di sini. Masyaallah. Allahummaghfirlahum.
Ustadz Hasmar sebagai muthawwif rombongan kami, bercerita tentang tempat ini. Suatu hari pernah ada hujan besar yang menyebabkan air dari pegunungan turun deras dan membuat makam para khalifah itu hanyut terbawa air. Maka tampaklah jenazah-jenazah para khalifah. Salah satunya adalah jenazah Hamzah, paman Rasulullah, yang masih utuh sempurna. Saat itu pemerintah Arab Saudi mudah sekali mengenali Hamzah dan mereka percaya bahwa itu jenazah Hamzah berdasarkan ciri-ciri yang ditulis sejarah. Hamzah yang hatinya dimakan oleh Hindun dengan keji. Masyaallah. Sudah ribuan tahun berlalu tapi jenazah pejuang fisabilillah ini masih utuh sempurna:"
Yang selain itu tentu saja masjid-masjid para khalifah yang berdiri tidak jauh dari Masjid Nabawi, Masjid Quba, lalu Masjid Nabawi itu sendiri dan makam Rasulullah. Dan Raudhah, yang kenangan saat berada di dalamnya masyaallah sulit dijelaskan.
Secara kuantitas, di Mekkah memang lebih banyak tempat-tempat menarik yang dikunjungi. Aku sangat takjub sekali saat berkunjung ke Padang Arafah dan membayangkan pertemuan Adam dan Hawa di sana.
Lalu saat melewati Mina, tempat jamaah haji berkumpul untuk bermalam di sana pada tanggal 12 Dzulhijjah, di antara Mina dan Muzdalifah ada tempat namanya Wadi Muhassir. Di antara tenda-tenda yang berdiri untuk bernaung para jamaah haji, di Wadi Muhassir ini tidak diperbolehkan berdiri tenda oleh pemerintah Arab Saudi. Karena tempat ini adalah tempat bersejarah.
Di tempat inilah Raja Abrahah dan pasukan gajahnya disiksa Allah dengan batu panas dari neraka yang dibawa oleh burung ababil. Kisah yang diabadikan di Al-Qur'an dalam surat Al-Fiil.
Masyaallah. Waktu lewat di tempat itu aku speechless, karena jadi mikir, Ya Allah, betapa kuasanya Engkau, menurunkan burung-burung dari neraka (yang kita tidak tau darimana asal-mula terbangnya), yang tiba-tiba muncul begitu saja, untuk memberi azab pada pasukan Abrahah yang ingin menghancurkan Ka'bah. Masyaallah. Semua benar-benar tampak nyata.
Kami juga diajak untuk melewati Bukit Tsur, tempat Rasulullah dan Abu Bakar bersembunyi dari kejaran kafir Quraisy saat akan berhijrah ke Madinah. Kisah di Gua Tsur inilah asal-mula laba-laba dikisahkan di dalam Al-Qur'an. Abu Bakar saat itu panik sekali karena takut kaum kafir Quraisy mengetahui persembunyian mereka. Tapi Allah dengan kuasaNya memerintah laba-laba untuk membuat jaring di mulut gua, supaya Abu Bakar dan Rasulullah aman. Normalnya, jaring laba-laba membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menutup seluruh mulut gua. Tapi pada waktu itu, laba-laba penyelamat hanya membutuhkan waktu sebentar saja untuk membuat sarang yang menutup mulut gua. Sehingga kaum Quraisy mengira, tidak mungkin ada orang yang bersembunyi di gua itu karena ada sarang laba-laba di mulutnya.
Ada juga riwayat yang menceritakan kalau ada sarang merpati di mulut gua. Ini semakin menguatkan bahwa tidak mungkin ada orang bersembunyi di dalam gua itu. Saat ini ada banyak sekali burung merpati berterbangan di sekitar Masjid Nabawi dan Masjidil Haram, dan kisah inilah yang membuat merpati memiliki makna tersendiri untuk penduduk setempat.
Tentu saja tidak ketinggalan, melihat langsung Jabal Nur, tempat Rasulullah menerima wahyu pertama. Iqra'! Iqra'! Begitu kata malaikat Jibril waktu itu. Aku benar-benar membayangkan, bagaimana Rasulullah berlari ketakutan menuruni gunung itu, menuju rumahnya, kemudian sesampainya di rumah diselimuti oleh istrinya, Khadijah. Pengalaman menerima wahyu pertama kali yang tampaknya tidak mudah bagi Rasulullah. Tapi masyaallah, wahyu-wahyu setelahnya turun berangsur-angsur hingga bisa disatukan menjadi Al-Qur'an yang saat ini sangat mudah kita dapatkan.
Rombongan kami juga melewati salah satu bukit yang menurut penduduk Mekkah, di salah satu sisinya merupakan tempat di mana Nabi Ibrahim akan menyembelih Nabi Ismail. Saat kemudian datang setan berwujud manusia menghasut Nabi Ibrahim untuk 'jangan kau bunuh anakmu. Tidakkah kau sangat menyayangi dan menantikan kehadirannya begitu lama?'. Tapi Sungguh Nabi Ibrahim sangat percaya dengan mimpinya bahwa itu adalah perintah Allah. Lalu Nabi Ibrahim melempar setan berwujud manusia itu dengan batu. Peristiwa inilah menjadi asal mula salah satu rukun haji, yakni lempar jumroh.
Di tempat itu dibangun sebuah menara kecil berbentuk kubah sebagai penanda peristiwa bersejarah tersebut. Di situ juga aku super takjub. Senang dan bersyukur bisa menyaksikan langsung tempat bersejarah, yang kisahnya selama ini hanya ada di benakku saja. Waktu menyaksikan langsung lokasinya, semua jadi betul-betul nyata. Bukan berarti aku menafikkan kisah(-kisah) itu. Tapi beda aja rasanya, waktu menyaksikan secara langsung semua saksi bisu peristiwa bersejarah. Apalagi kisah-kisah sejarah islam yang banyak mukjizatnya, banyak kuasa Allah di dalamnya yang itu membuat kisah-kisahnya tidak biasa.
Lalu, selepas rombongan kami menyelesaikan umroh, dengan sisa-sisa sedikit tenaga kami pergi ke salah satu sisi Masjidil Haram. Karena ada salah satu jamaah yang penasaran dengan rumah tempat kelahiran Rasulullah. Lalu ustadz Hasmar mengantar kami. Waktu itu kami melaksanakan umroh tengah malam, jadi baru selesai sekitar jam 1 dini hari. Udah agak ngantuk-ngantuk tapi masih semangat untuk sebentar mengitari Masjidil Haram.
Rumah itu sudah berubah jadi perpustakaan. Karena dulu waktu masih belum jadi perpustakaan, di situ sering dijadikan praktik hal-hal yang menjerumus ke kemusyrikan. Tapi waktu udah jadi perpustakaan, ternyata nggak mengurangi praktik-praktik tersebut. Jadilah sekarang tempat ini ditutup dan disekelilingnya diberi pagar pembatas. Nah di belakang bangunan ini, ada bukit yang nggak terlalu tinggi. Di bukit inilah Rasulullah dulu menerima tantangan dari kafir Quraisy untuk menunjukkan mukjizatnya. Di Bukit inilah beliau membelah bulan menjadi dua. Masyaallah.
Alhamdulillah wa syukurillah. Maha Kuasa Allah yang memberi segalanya. Senang dan bersyukur sekali hingga dua kata ini tidak bisa diungkapkan kecuali lewat air mata. Aku juga bersyukur dapet rombongan yang seru dan asyik. Yang kompak sekali meskipun secara usia kami sangat beragam.
Selepas menunaikan thawaf wada', aku jadi paham mengapa umat Muslim merasa begitu sedih saat itu, saat menunaikan haji wada' bersama Rasulullah. Ya Allah Ya Allah,
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
9 notes · View notes
repentingxnafs · 10 months
Text
Whoever Missed Out On Performing Hajj This Year
❝Whoever missed out standing in Arafat this year, then he should establish Allāh's rights which a person knows.
Whoever was too weak and incapable of spending the night in Muzdalifah, then he should spend the night with the resolve and determination of being obedient to Allāh and with that he comes close and nearer to Allāh.
Whoever does not have the power and ability to stand and pray at the area of Khayf [in Mina], then he should stand for Allāh with fulfilling the right of hope and fear.
Whoever does not have the capability to slaughter his sacrificial animal at Mina, then he should slaughter his whims and desires here and reaches what he aims for.
Whoever cannot reach the House [the Ka’ba] because it is far from him, then he should have the intent of the Lord of the House, since He is closer to the One who calls and has hope in Him, than the jugular vein.❞ [Lataif Al-Ma'arif By Ibn Rajab رحمه الله ]
8 notes · View notes
adilemadil · 2 years
Text
Kita yang Belum Berkesempatan Haji
Berkata Imam Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Lathaif Ma’arif:
Siapa yang belum mampu berwukuf di Arafah yang suci, hendaklah berwukuf (berhenti) pada batas hukum Allah yang telah ia ketahui
Siapa yang belum mampu bermalam di Muzdalifah, maka bermalamlah dengan ketaatan agar kian dekat dengan Allah
Siapa yang belum mampu menyembelih hadyunya di Mina, maka sembelihlah hawa nafsunya agar tercapai cita-citanya
Siapa yang belum mampu sampai ke Baitullah karena jarak yang begitu jauhnya, maka hendaklah dia menuju Allah yang lebih dekat dari urat nadinya
#kalamsalaf #baitullah #haji #iduladha
Tumblr media
pict source: Pinterest
61 notes · View notes
lightup0nlight · 7 months
Text
Tumblr media
Many years ago, my beloved mother told us that there was really no point in visiting the Dead Sea if all we did there was to enjoy ourselves and take photos, instead of reflecting its history and take heed of what had transpired there.
And I truly believe that it is either the fitrah or hidaayah from Allah that He has placed in my mother's heart, for there is indeed an authentic hadith that forbids us from going to the areas of the perished nations. Rasulullah salla Allahu ‘alayhi wa sallam said:
🌟 Do not enter [the places] of these people where Allah's punishment had fallen, unless you do so weeping. If you do not weep, do not enter [the places of these people] because Allah's curse and punishment which fell upon them may fall upon you.❜ 【Sahih al-Bukhari 433】
Imam al-Bukhari rahimahullah recorded this hadith in his Book of Prayer, Chapter: Praying at places where the earth had sunken and Allah's punishment had fallen.
These places include Mada’in Saleh (or Hegra) where Allah subhanahu wa ta'ala punished the people of Thamud, the Dead Sea where the people of Lut were destroyed due to their transgression, and other similar places. Imam Ibn al-Qayyim rahimahullah said:
🌿 ❛Another [ruling] is that the one who passes by the dwelling place of those with whom Allah is angry and who are being punished should not enter it or stay there, rather he should hasten and cover his head until he has passed it, and he should not enter upon them unless he is weeping and learning a lesson. And the Prophet (ﷺ) hastened through the valley of Muhassir between Mina and Muzdalifah, which is the place where Allah destroyed the [army of the] elephant and its people.❜ 【Zaad al-Ma’aad, 3/560】
So let us take heed of these serious admonitions when making travel plans. These areas should not be visited by a believer except while in a state of fearing Allah.
Your sister in Deen, Aida Msr ©
6 notes · View notes
xtruss · 9 months
Text
Muslim Pilgrims Gather on Mount Arafat in Saudi Arabia – In Pictures
Hundreds of thousands of Muslim pilgrims have crowded on to Mount Arafat in Saudi Arabia. The ritual is the high point of the annual hajj pilgrimage, one of the five pillars of Islam, which officials say could be the biggest on record after three years of Covid restrictions
— Tuesday June 27, 2023
Tumblr media
Pilgrims will spend hours praying and reciting the Qur’an on Arafat and in the surrounding area amid high temperatures. Thousands of health workers were on alert for cases of heat stroke and exhaustion. After sunset, pilgrims will travel the short distance to Muzdalifah, halfway between Arafat and Mina, to sleep in the open air. Photograph: Sajjad Hussain/AFP/Getty Images
Tumblr media
The ritual is the high point of the annual pilgrimage, one of the five pillars of Islam, that officials say could be the biggest on record after three years of Covid restrictions. Photograph: Amr Nabil/AP
Tumblr media
Water mist is sprayed on pilgrims. Photograph: Amr Nabil/AP
Tumblr media
This year, a maximum age limit has also been removed, giving thousands of elderly people the chance to attend. Photograph: Sajjad Hussain/AFP/Getty Images
Tumblr media
So far, more than 1.8 million pilgrims from around the world have gathered in and around Mecca for the hajj, and the number was growing as more pilgrims from inside Saudi Arabia joined, said a spokesperson for the Saudi hajj ministry, Ayedh al-Ghweinim. Authorities have said they expect this year to approach pre-Covid levels of more than 2 million. Photograph: Mohamed Abd El Ghany/Reuters
Tumblr media
In 2019, more than 2.4 million pilgrims participated in the hajj. In 2020, amid worldwide coronavirus lockdowns, Saudi Arabia limited the pilgrimage to a few thousand faithful and local people. Last year, just under 900,000 attended as Saudi Arabia allowed limited numbers of pilgrims from abroad. Photograph: Sajjad Hussain/AFP/Getty Images
Tumblr media
Pilgrims pray on the rocky hill. Photograph: Amr Nabil/AP
Tumblr media
As dawn broke, groups of worshippers recited verses from the Qur’an on the rocky rise, where the prophet Muhammad is believed to have given his final sermon. Photograph: Amr Nabil/AP
Tumblr media
Pilgrims arrive in Arafat for part of the five-day hajj pilgrimage in which an estimated 2 million Muslims will embark on a series of rituals around the desert city of Makkah in Saudi Arabia. Photograph: Anadolu Agency/Getty Images
Tumblr media
A pilgrim makes a video call from the mountain, also known as Jabal al-Rahmah or Mount of Mercy. Photograph: Amr Nabil/AP
4 notes · View notes
talbiyaumrah · 7 months
Text
Hajj and Umrah: Understanding the Distinctions
Hajj and Umrah are two significant Islamic pilgrimages that hold immense spiritual importance for Muslims worldwide. While both involve visiting the holy city of Mecca and performing specific rituals, there are distinct differences between the two. In this article, we will explore and highlight the disparities between Hajj and Umrah, shedding light on their rituals, significance, and timing.
Definition and Purpose:
Hajj, often referred to as the "greater pilgrimage," is an obligatory pilgrimage that every physically and financially capable Muslim is required to undertake at least once in their lifetime. It is one of the Five Pillars of Islam and carries deep religious significance. The purpose of Hajj is to follow in the footsteps of the Prophet Muhammad and Prophet Ibrahim, commemorate their acts of devotion, and seek forgiveness and blessings from Allah.
On the other hand, Umrah, known as the "lesser pilgrimage," is a voluntary act of worship that can be performed at any time of the year. While it is highly recommended, it is not obligatory like Hajj. Umrah serves as a means of gaining spiritual rewards and seeking closeness to Allah. It is a shorter and less intricate pilgrimage compared to Hajj.
Timing and Duration:
Hajj has a fixed time and occurs during the Islamic month of Dhul-Hijjah. It begins on the 8th of Dhul-Hijjah and concludes on the 13th of the same month. The rituals of Hajj are performed within this specific time frame, and it culminates with the celebration of Eid al-Adha, the Festival of Sacrifice.
On the contrary, Umrah can be performed at any time of the year, except for the designated days of Hajj. There are no specific restrictions on the timing or duration of Umrah. It can be completed in a few hours or days, depending on the pilgrim's preference and schedule.
Rituals:
The rituals of Hajj and Umrah share some similarities but also have distinct differences. Let's explore the key rituals of each pilgrimage:
a. Hajj Rituals:
Hajj consists of several essential rituals, including:
Ihram: Pilgrims enter the state of ihram by donning the prescribed clothing (white, seamless garments for men) and observing specific restrictions.
Tawaf: Pilgrims perform Tawaf, which involves circling the Kaaba seven times in a counterclockwise direction.
Sa'i: After Tawaf, pilgrims perform Sa'i, walking seven times between the hills of Safa and Marwah.
Wuquf in Arafah: On the 9th day of Dhul-Hijjah, pilgrims gather in the plain of Arafah, engage in supplication, and seek forgiveness from Allah.
Muzdalifah: After sunset, pilgrims move to Muzdalifah, spend the night there, and collect pebbles for the next ritual.
Stoning of the Devil: Pilgrims stone the three pillars in Mina, symbolizing the rejection of evil.
Sacrifice (Qurbani): A sacrificial animal is offered to commemorate the willingness of Prophet Ibrahim to sacrifice his son.
Halq or Taqseer: Pilgrims shave their heads completely or trim their hair to mark the completion of Hajj rituals.
Tawaf al-Ifadah: Pilgrims return to the Kaaba to perform Tawaf al-Ifadah, which signifies the completion of Hajj.
Sa'i of Hajj: After Tawaf, pilgrims perform Sa'i between Safa and Marwah once again.
b. Umrah Rituals:
Umrah consists of the following rituals:
Ihram: Like Hajj, pilgrims enter the state of ihram by wearing the prescribed clothing and adhering to the associated restrictions.
Tawaf: Pilgrims perform Tawaf, circling the Kaaba seven times in a counterclockwise direction.
Sa'i: After Tawaf, pilgrims perform Sa'i, walking between Safa and Marwah seven times.
Halq or Taqseer: Similar to Hajj, pilgrims shave their heads completely or trim their hair, marking the completion of Umrah.
Significance and Reward:
Both Hajj and Umrah carry immense spiritual rewards and blessings. However, due to its obligatory nature, Hajj holds a higher degree of significance in Islam. It is considered a purification of the soul, an opportunity for seeking forgiveness, and an occasion to strengthen one's relationship with Allah. The completion of Hajj earns a pilgrim the title of "Hajji" or "Hajjah."
Umrah, although voluntary, is also highly regarded in Islam. It provides an opportunity for Muslims to seek closeness to Allah, engage in acts of worship, and experience the serenity of the holy sites. Performing Umrah carries spiritual rewards and is believed to expiate sins.
In conclusion, Hajj and Umrah are distinct Islamic pilgrimages, each with its own significance, timing, and rituals. Hajj is obligatory and takes place during a specific time frame, while Umrah is voluntary and can be performed at any time except during Hajj. Both pilgrimages offer spiritual benefits, allowing Muslims to strengthen their faith, seek forgiveness, and gain proximity to Allah. Whether one undertakes Hajj or Umrah, the experience is undoubtedly a profound and transformative journey.
For more information visit: https://www.talbiyaumrah.com/
2 notes · View notes
u-mspcoll · 2 years
Text
Tumblr media
ʻArafāt with pilgrim tents, banners & lampstands, Maṭbakh Ādam, Masjid Namirah, four posts marking the place of the standing ritual, & Syrian, Egyptian and Yemeni maḥāmil, depicted in Isl. Ms. 347, a 16c copy of Futūḥ al-Ḥaramayn
Tumblr media
Muzdalifah, depicted in Isl. Ms. 341, a 16c copy of  Futūḥ al-Ḥaramayn 
Tumblr media
Minā with the place of the sacrifice, the jamarāt, pilgrim tents, Masjid al-Khayf, and the cave where the Prophet was sheltered during the revelation of the sūrah وَٱلْمُرْسَلَـٰتِ depicted in Isl. Ms. 341, a 16c copy of  Futūḥ al-Ḥaramayn 
Blessed Hajj and Blessed Eid al-Adha
21 notes · View notes
susukotakfullcream · 11 months
Text
Doaku ternikmat di Mekkah
Jika aku boleh bercita-cita. Akan ku jadikan Mekkah sebagai tempat tinggal terlamaku selama di dunia. Rasa khusyuk saat berjalan menuju masjidil haram, rasa basah oleh air mata akan pandangan pertama melihat kabbah, menyelami tiap tawaf hingga sai yang begitu syahdu oleh doa-doa yang ku semogakan.
Sesekali biarkan aku bekelana ke gunung tsur, gua hira. Di sepanjang perjalanan menuju arafah biarkan diri ini berdoa lebih lama sambil melihat pemandangan Mina dan Muzdalifah. Sambil tidak lupa untuk melihat 3 bangunan Jumarat. Ingin juga berhenti melihat diatas gunung tempat Nabi Ibrahim sesaat ingin menyembelih Nabi Ismail. Menelusuri jalan yang indah hingga tiba di masjid Namirah, tempat dimana Rosulullah shalat selepas menunaikan Wukuf hingga akhirnya bisa melepas Rindu ke jamal rahmah
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
3 notes · View notes
tiqateuki · 1 year
Text
Me to my pupils : Apa rukun Islam yang ke-5?
Mereka : Haji bagi yang mampu!
Jadi, kalau biaya haji naik dan belum mampu bayar, ya nggak usah marah. Berarti belum mampu dan tidak terkena wajib haji. As simple as that. Ingat! Hukum haji menjadi wajib bagi mereka yang mampu, terutama secara ekonomi. Dan jangan lupa ada izin Allah juga. Karena banyak juga orang kaya, mapan, tetapi belum berhaji dengan alasan belum siap mental. Tetapi ada juga orang yang ekonominya keliatan biasa-biasa saja, atas izin Allah dia sanggup berhaji dengan cara yang nggak kita duga. Contohnya, dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji. Itu nyata ada. Karena di kampung saya ada petani jeruk naik haji.
Terus, apa sih arti mampu di sini? Mampu berhaji secara ekonomi berarti, mampu membayar biaya haji, memiliki uang saku yang bisa digunakan selama haji, dan masih mampu membiayai kehidupan orang-orang yang ditinggalkan selama kita pergi haji. Misal, biaya sekolah dan makan anak istri atau orang tua.
Selain ekonomi, ada juga psikologis. Ketika mampu, hati akan benar-benar ikhlas, nggak takut, dan pasrah dengan semua yang akan terjadi karena tujuan utamanya hanya satu. Beribadah ke rumah Allah. Orang yang secara psikologis nggak mampu, tidak terkena wajib haji. Solat saja mereka nggak wajib. Contohnya orang gila.
Jangan lupa fisik juga mesti dihitung sebagai mampu lho. Karena mesti terlihat biasa, haji itu berat. Ada tawaf dan sa'i. Ada juga wukuf di Arafah, mabit di Muzdhalifah, dan lempar jumrah. Kalau kita nggak mampu berdiri dan berjalan kaki cukup lama, kita bisa menyewa tukang angkat. Tetapi harus bayar. Ujung-ujungnya keluar duit lagi. Karena ketika puncak haji, jamaah wajib ada di Arafah, Muzdalifah, Mina. Kalau rukun haji ini nggak dilaksanain, hajinya dianggap tidak sah.
Karena itu bagi yang sakit, kadang ketika masih berada di asrama haji, batal berangkat atau ditunggu hingga kondisi siap maka akan diberangkatkan dengan kloter seterusnya. Bahkan untuk yang sepuh, lebih baik jika didampingi keluarga. Untuk menemani selama di Tanah Suci dan jaga-jaga jika terjadi apa-apa. Terus, biaya jadi double dong? Membengkak. Lho, ya, pasti. Karena itulah ada kata mampu. Tetapi jika kita memang tergolong orang mampu berhaji, Insya Allah akan ada jalannya. Nggak usah khawatir.
@tiqateuki
4 notes · View notes
anisahmahar · 2 years
Text
Keajaiban Mekkah #end
Alhamdulillah, lahaula wala kuwwata illa billah.
Sampailah cerita di Mekkah. Di sana banyak tempat yang mengisahkan keajaiban. Tersebutlah Arafah, Mina, Muzdalifah. Maqom Ibrahim, Hajar Aswat, bukit Shofa dan Marwa, masing-masing memiliki kisah sejarah. Juga tentang mata air Zamzam yang tak pernah kering. Mata air terbaik di dunia, penuh berkah, dan obat untuk penyakit. Konon, sebanyak apapun orang yang mengambil, zamzam akan selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan orang-orang. Meskipun sumber airnya selalu mengalir, zamzam tak pernah membanjiri wilayah sana. Ketika hendak meminumnya, disunnahkan berdoa sesuai hajat yang diinginkan. Airnya tidak akan berubah rasa, kejernihannya terjaga, terasa segar, membuat yang meminumnya terasa kenyang, dan puas. Dengan izin Allah SWT, mata air zamzam terus mengalir hingga sekarang.
Seperti halnya di Madinah, saya juga menemukan banyak keajaiban ketika di Mekkah. Para ustadz ustadzah sudah berpesan bahwa saat di sana harus bisa menjaga hati dan lisan. Jangan mengeluh. Perbanyak dzikir. Berdoalah yang baik-baik. Umroh Ramadhan 1443H layaknya musim haji, ramai sekali masyaAllah.
Ketika hendak menunaikan sholat tarawih misalnya, harus datang lebih awal. Jika tidak, maka harus rela berdesak-desakan atau kena gusuran para askar untuk mencari tempat sholat yang lebih memungkinkan. Saat itulah doa bekerja. Sesederhana pinta kepada Allah. “Ya Rabb, berilah hamba shaf untuk sholat.” Tiba-tiba ada petugas akhwat yang mengarahkan, “Sini-sini, ikuti saya.” Lalu, kami diberikan jalan yang lebar, shaf sholat yang luas. Tidak repot-berdesak-desakan. Bisa sholat dengan tenang. Kudu nangis ya Allah. Sungguh Allah Maha Pemurah.
Sesederhana pinta ketika ingin berjumpa dengan travel jamaah Jejak Imani bimbingan ustadz SAF yang saya tahu juga umroh saat itu. Saat itu, sholat tarawih malam ke 18. Di sebelah saya pas, ada tiga orang muslimah yang saya rasa atributnya tidak asing. Sajadah warna kuning hitam, tas bawaan, dan syal. Tertulis Jejak Imani. Allahu Akbar! “Assalamualaikum. Permisi Mbak, dari Jejak Imani ya?” Saya memberanikan diri memvalidasi. Lalu, saya pun berkenalan dengan mereka. Menyapa dan bertanya kabar. Bertukar pengalaman. Di antara jutaan jamaah umroh Ramadhan, sungguh mudah bagi Allah mempertemukan orang yang tidak pernah kenal sebelumnya. Menjadikannya sebagai saudara.
Seharu biru ketika malam ke-19 Ramadhan. Saat itu yang menjadi imam sholat tarawih dan witir adalah Syaikh Sudais. Akhirnya kedua kalinya, saya bisa mendengarkan langsung suara beliau di sana. Masih tidak menyangka rasanya, MasyaAllah tabarakallah. Biasanya hanya mendengarkan lewat murottal. Saya berdoa kepada Allah. “Ya Rabb, saya pingin tahu di mana posisi imam saat sholat. Mudah-mudahan rezeki bisa bertemu Syaikh Sudais di sini.”
Ba’da sholat witir, saya dan rombongan bergegas meninggalkan tempat karena kena gusuran para petugas, jadi belum sempat melaksanakan sholat jenazah. Pasalnya, jamaah yang thawaf semakin banyak yang berdatangan. Lalu, kami berjalan melawan arah. Tapi ada yang aneh, jamaah yang hendak lewat mendadak berhenti beberapa meter. Ternyata tak disangka, mereka berhenti karena di sana tempat Imam berada. Allahu Akbar! Tak jauh dari sana, saya melihat Syaikh Sudais bersegera memimpin sholat jenazah. Kamipun berhenti, bersegera menjadi makmum kembali. Habis itu, air mata sudah mbrebes mili. Terharu sekali karena Allah tunjukkan keajaiban berkali-kali. MasyaAllah, seindah itu rencanaMu.
Sebelum pulang ke Indonesia, thawaf wada’ menjadi momen yang mengharukan bagi saya. Doa yang tiada henti karena syukur yang begitu luar biasa. Semoga Allah jadikan diri ini lebih istiqomah, semoga teman-teman sampaikan hajat dan niat baiknya, semoga kelak bisa kembali ke sana dengan kondisi sebaik-baiknya. Aamiin…
Kota Mekkah, al baladil amin. Negeri yang aman sepanjang masa. Kota yang keramaiannya sangat saya rindukan. Kota yang membuat hati ini jatuh cinta.
Sidoarjo, 10 Syawal 1443H
6 notes · View notes
xatskee · 2 years
Photo
Tumblr media
#QuoteOfTheDay (20220709): “Mari kita menginap di hotel seribu bintang sambil memikirkan tentang kekuasaan Penciptanya.” (Abu Mahira) Setelah wukuf di Arafah hingga menjelang Maghrib, Rasulullah ﷺ berpindah dan wukuf (berhenti) di Muzdalifah untuk beristirahat. Ibnu Abbas ra menceritakan, “Rasulullah ﷺ wuquf di Lailatul Jami’ (Muzdalifah), maka ketika cahaya mulai menerangi segala sesuatu sebelum terbit matahari, beliau berangkat (ke Mina).” (HR. Ahmad: 2864). Gunakan sebagian waktu istirahat untuk berdzikir, merenung Dzat yang telah menghadirkan kita berada di situ. Karena berbaring menatap langit Muzdalifah bagi kebanyakan orang hanya bisa sekali seumur hidup."Wahai manusia, sesungguhnya Allah 'Azza Wa Jalla telah mewajibkan atas kalian berhaji maka berhajilah kalian semua." Maka berkatalah seorang lelaki, "Apakah harus setiap tahun wahai Rasulullah?" Beliau hanya diam sehingga laki-laki tersebut mengulanginya hingga tiga kali. Rasulullah ﷺ kemudian bersabda, "Jika aku katakan 'ya' tentu menjadi wajib dan kalian tidak akan mampu.” (HR. Ahmad: 10199). #Let #stay #thousands #stars #inn #thinking #about #power #Allah #Creator Telegram Channel https://t.me/xQoTD https://www.instagram.com/p/Cfw2fGBvvA3/?igshid=NGJjMDIxMWI=
3 notes · View notes
yonarida · 2 years
Text
Waktu-waktu Shalat
dalam Kitab Al Fiqhul Muyassar ringkasan catatan dari materi yang disampaikan oleh Ust. Beni Sarbeni “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu (kewajiban) yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa [4]: 103) Rasulullah SAW pernah ditanya: “Amal apakah yang paling dicintai Allah? lalu beliau menjawab: “Shalat di awal waktu.” *kecuali shalat dzuhur dan isya yang boleh diakhirkan (ketentuan berlaku). 1. Waktu shalat dzuhur - tergelincirnya matahari dari tengah-tengah langit ke arah barat, dan berlangsung sampai bayangan benda setinggi aslinya - dianjurkan melakukan shalat dzuhur di awal waktu, kecuali jika cuaca sangat panas, maka dianjurkan mengakhirkannya (sehingga cuaca lebih teduh, yakni menjelang ashar) 2. Waktu shalat ashar - dimulai dari berakhirnya waktu shalat Zuhur (ketika bayangan benda sama dengan tinggi aslinya) dan berakhir dengan terbenamnya matahari, atau berakhir ketika matahari menguning (disebut Isfirar) *ada waktu yg disebut idtirar (darurat) yaitu ketika matahari sudah menguning seperti sampai terbenamnya matahari: asalnya tidak boleh seseorang melakukan shalat ashar diwaktu tersebut kecuali dalam keadaan darurat - dianjurkan melakukan shalat Ashar di awal waktu “Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu." (QS. Al-Baqarah [2]: 238) 3. Waktu shalat maghrib - adalah selama mega merah belum terbenam - disunnahkan dan ditekankan shalat Maghrib di awal waktu *kecuali pada malam di Muzdalifah bagi orang yang menunaikan haji, disunnahkan baginya untuk mengakhirkan shalat maghrib bahkan dijamak dengan Isya (Jamak ta’khir). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ تَزَالُ أُمَّتَي بِخَيْرٍ مَا لَمْ يُؤَخِّرُوا الْمَغْرِبَ حَتَّى تَشْتَبِكَ النُّجُوْمُ
“Ummatku senantiasa ada dalam kebaikan selama mereka tidak mengakhirkan shalat magrib, yakni sehingga bintang-bintang yang banyak bermunculan.” 4. Waktu shalat Isya - waktu shalat Isya hingga separuh malam yang tengah (sekitar jam 00.00) - dianjurkan mengakhirkan shalat isya sampai akhir waktu (yakni pertengahan malam) selama tidak menyulitkan *tp kalo mau di awal krn mengejar fadhilah shalat jamaah (yg biasanya di awal), maka tidak mengapa - dimakruhkan tidur sebelum Isya juga dimakrukan berbincang-bincang setelah Isya tanpa ada kebutuhan 5. Waktu shalat subuh - dari terbit fajar yang kedua (fajar shadiq), sampai terbit matahari - dianjurkan menyegerakan shalat subuh “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al-Maun [107]: 4-5)
3 notes · View notes
alustadh01 · 2 months
Text
The Difference Between Hajj And Umrah
Tumblr media
Embarking on the sacred journey of Hajj or Umrah is a life-changing experience for millions of Muslims around the world. This comprehensive guide will delve into the difference between Hajj and Umrah, providing valuable insights into these holy pilgrimages.
Understanding the distinctions between these two spiritual endeavors is crucial for Muslims seeking to fulfill their religious obligations and deepen their connection with Allah.
What is the difference between Hajj and Umrah?
The difference between Hajj and Umrah are significant, despite both being pilgrimages to Makkah, the holiest city in Islam. Here’s a brief overview:
Hajj:
Timing: It is performed annually during the Islamic month of Dhu al-Hijjah, specifically during the days of Hajj.
Mandatory: It is obligatory for every adult Muslim who is physically and financially capable of undertaking the journey at least once in their lifetime.
Rituals: Hajj consists of specific rituals over several days, including staying in Mina, Arafat, and Muzdalifah, symbolic stoning of the devil, and animal sacrifice (Qurbani).
Complexity: Hajj is a more complex pilgrimage, involving a larger number of rituals and a longer duration.
Umrah:
Timing: It can be performed at any time of the year, except during the days of Hajj.
Voluntary: While highly recommended, Umrah is not obligatory. It can be performed multiple times throughout the year.
Rituals: Umrah involves fewer rituals compared to Hajj. It includes Tawaf (circumambulation around the Kaaba), Sa’i (walking between Safa and Marwah), and shaving or trimming of hair.
Duration: Umrah is generally shorter in duration compared to Hajj.
In summary, while both Hajj and Umrah are sacred pilgrimages to Makkah, Hajj is obligatory, has specific timing and additional rituals, whereas Umrah is voluntary, can be performed at any time, and involves fewer rituals.
You can continue the article Difference Between Hajj And Umrah and You can learn more and get benefits with us:
Tajweed in Quran
Learn Quran Maqamat
Learn Arabic online
Advanced Arabic Course
Tajweed Quran course
Ashabul Ukhdud in Quran
0 notes
finewear · 2 months
Text
Cath Lab Drape | Cardiac Drapes in Makkah
Tumblr media
Dhwanit Enterprise is a prominent Manufacturer, Supplier, and Exporter of Cath Lab Drape | Cardiac Drapes in Makkah, Saudi Arabia. Our Comprehensive Healthcare Range encompasses an extensive product line covering orthopedic, gynecological, neurology, urology, general surgery, cardiac, and eye drapes, complemented by a diverse array of drape accessories. Explore Our Diverse Product Range: Discover Disposable Drapes, Surgical Drapes, Steri Drapes, Fenestrated Drapes, Sterile Drapes, Drape Sheets, Surgical Drape Sheets, Patient Dental Drapes, Disposable Surgical Drapes, Sterile Surgical Drapes, Disposable Patient Drapes, Patient Drapes, Sterile Drape Sheets, Surgical Sheets, Disposable Drapes for Patients, Surgical Drapes Disposable, Patient Dental Disposable Drapes, Fine Wear Surgical Drapes, Adhesive Drapes Surgical, Sterile Plastic Drape, Fine Wear Drapes, Sterile Surgery Drapes, Disposable Dental Drapes, Disposable Medical Drapes, Surgical Drape With Hole, Fine Wear Knee O Drape, Disposable Drape Sheet, Blue Surgical Drapes, Disposable Sterile Surgical Drapes, Ophthalmic Surgical Drape, Surgical Disposable Drapes, Disposable Sterile Drapes, Dental Surgical Drapes, and various drape accessories. We are Manufacturer and exporter specializing in cath lab drapes, your role in the medical field is crucial. Cath lab drapes are essential components in cauterization laboratories, ensuring a sterile and controlled environment for various cardiovascular procedures. As a manufacturer and exporter specializing in cath lab drapes, our role in the medical field is crucial. Features: Sterile materials prevent contamination during invasive procedures. Individually packaged and sterilized to maintain aseptic conditions. Serve as a barrier to prevent the spread of infections. Fenestrations or openings strategically placed for access to specific treatment areas. Clear and reinforced fenestrations maintain sterility. Adhesive strips or tabs secure drapes in place, ensuring continued sterility. Dhwanit Enterprise is Manufacturer, Supplier and Exporter of Cath Lab Drape | Cardiac Drapes in Makkah, Saudi Arabia and including various locations like Jeddah, Riyadh, Makkah, Medina, Dammam, Al khobar, Buraidah, Al Mursalat, Diamond Tower, Muzdalifah Rd, Al Diyafah, Al Haram, Al Mansur, Al Mashair, Alsafwah Tower. For detailed information and inquiries, please feel free to contact us. Read the full article
0 notes