Tumgik
#Drama Tentang Apa
downloadfilmsubindo · 2 years
Text
Drama Korea Dr. Lawyer (2022) Subtitle Indonesia
Drama Korea Dr. Lawyer (2022) Subtitle Indonesia
Drama Korea Dr. Lawyer (2022) Subtitle Indonesia Sinopsis Drakor Dr. Lawyer (2022) Subtitle Indonesia Berikut Review, Rating, Ulasan dan Rangkuman Cerita Film ini. Menceritakan tentang Han Yi-Han (So Ji-Sub) adalah seorang ahli bedah elit. Dia lulus di sekolah kedokteran terbaik di Korea Selatan dan dia berspesialisasi dalam dua departemen: bedah umum dan bedah kardiotoraks. Satu operasi mengubah…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
kurniawangunadi · 6 months
Text
33 Tahun dan mengapa belum menikah di usia ini?
Ini tentu bukan bercerita tentangku, tapi tentang pengamatan. Sebagai penulis, beberapa kali melakukan proses interview, ngobrol, bertukar pikiran, dan sebagainya. Dulu, pandangan seperti ini tidak banyak kutemukan karena dulu usiaku masih 24 tahun saat memulai karir. Sekarang, tahun ini telah beranjak 33 tahun, sebentar lagi anak pertama masuk SD. Dan beberapa kali juga, melalui istri, ditanya apa ada temanku yang bisa dikenalkan ke teman-temannya istri. Yang tahun ini, menjelang kepala tiga. Dari proses-proses yang risetku selama menulis dan apa yang terjadi, datanya tidak sesederhana itu. Kita berada di lingkungan yang baik, tidak serta merta membuat kita langsung ketemu pasangan hidup yang sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Dipadu padankan dengan obrolan bersama psikiater beberapa waktu terakhir. Ada beberapa pendapat subjektif yang bisa kuhadirkan dari seluruh kumpulan riset itu, nanti kalau kamu ada lainnya, boleh ditambahkan : 1. Kehidupan yang semakin materialistik, ukuran terhadap materi dan kesiapan materi menjadi parameter yang sangat menentukan dalam pernikahan. Dan ukuran ini membesar, seperti kepemilikan rumah, kendaraan, atau gaji dalam nominal tertentu, serta tuntutan hidup materialistik (apa-apa diukur dengan uang) ini berpengaruh pada pola pikir dan kesiapan orang untuk menikah. Memang, mempersiapkan finansial untuk menikah itu penting, tapi ketika semua keputusan berpusat pada uang - mendominasi pikiran. Itulah awal mula dari kondisi tersebut. Apakah kamu setakut itu pada masalah rezeki? Kondisi yang sangat mungkin berbeda dengan waktu orang tua kita dulu. 2. Kondisi mental dan emosional yang belum pulih. Percaya atau enggak, orang lain bisa merasakan apakah kita ini cukup stabil atau se-eror itu. Apalagi jika keeroran kita tervalidasi melalui asesmen. Kita perlu untuk mengakui dan menyadari kalau memang kita perlu meluangkan waktu untuk mengobati diri sendiri. Kalau pun butuh waktu beberapa tahun, ya itu bagian dari konsekuensi. Karena masuk ke dalam pernikahan memang memerlukan kondisi mental emosional yang cukup kuat. "Badai"nya sesuatu, dinamikanya sangat beragam, dan tantangan yang akan dihadapi sangat berbeda dengan saat kita masih single. Kita akan berkompromi dengan banyak sekali orang. Apalagi jika nanti kita memiliki anak. Mereka perlu orang tua yang sehat jiwa dan pikirannya. Agar jangan sampai, kalau saat kita memiliki trauma, ternyata tanpa sengaja menjadi penghambat bagi anak-anak kita. 3. Romantisasi keadaan. Belum menikah di usia tersebut sebenarnya itu bukan masalah, tidak ada panduan bahwa menikah itu harus usia 25-30. Tidak ada dosanya juga belum menikah di umur 30 lebih. Tapi, membiarkan diri meromantisasi keadaan sehingga dari sana kita merasa mendapatkan dukungan, validasi, pembenaran pendapat, dan apapun yang sebenarnya digunakan untuk menutupi kekhawatiran diri karena belum menikah. Alih-alih berusaha untuk membangun persepsi diri yang benar, pandangan hidup yang lebih luas, dengan demikian kita bisa memiliki value kita sendiri yang kuat, yang tidak goyah saat kita sendirian dikamar yang sepi, atau saat di tengah kumpulan keluarga.
4. Tidak siap dengan masalah. Kalau kata buku yang kubaca, menikah itu seperti memilih masalah yang akan kita jalani seumur hidup, jadi pilihlah masalah yang kamu mau menjalaninya. Tontonan berupa film, drama, dan romanitasi yang berseliweran di media sosial secara tak sengaja membangun kesadaran kita bahwa menikah itu pasti akan sebahagia itu. Ini juga berkaitan pada poin satu tadi salah satunya. Tidak siap dengan beragam masalah, harus beradaptasi dengan beragam kondisi, kompromi dengan pasangan, belum lagi hal-hal lainnya. Tidak setiap pernikahan itu selalu dimulai dengan sudah memiliki rumah, kadang harus ngontrak. Tidak dimulai dengan langsung ada mobil, harus kerja bertahun-tahun dulu. Belum lagi nanti kalau harus memilih sekolah anak yang disesuaikan sama budget keluarga. Belum lagi, bersosialisasi dengan masyarakat. Singgungan yang banyak itu akan menciptakan dinamika, salah satu dinamikanya adalah masalah-masalah tersebut. Belum lagi dinamika soal tinggal di mana, siapa yang akan ngejar karir duluan, dan berbagai pembagian peran dan tugas dalam keluarga. Apakah kamu siap menghadapi dan berkompromi dengan beragam masalah itu? Sesuatu yang memang sudah sepaket dengan pilihanmu untuk berkeluarga.
Apakah kamu bisa membayangkan? Empat dulu, ada banyak temuan lainnya dari hasil diskusiku selama ini. Pendapat di atas sangat subjektif, benar-salahnya tidak mutlak. Tapi semoga bisa menjadi pelajaran penting. Pelajaran yang membuat kita bisa memiliki perspektif yang lebih luas dalam mengamati sesuatu. Ada tambahan? (c)kurniawangunadi
606 notes · View notes
andromedanisa · 5 months
Text
Bagaimana Harus Bersikap??
Kenapa memilih diam, pergi dan menjauh sejauh mungkin?
Sebab ada jenis orang yang menolak yang paham dan sadar bahwa dirinya adalah akar dari permasalahan itu sendiri. dia menuduh orang lain sibuk dengan urusan orang lain, namun ia lupa dengan dirinya sendiri (aib) yang juga sibuk mengurusi urusan orang lain. Orang seperti ini biasanya menyakiti seseorang dan tak pernah merasa bersalah. Sebab baginya apapun yang ia lakukan ada sebuah tindakan yang benar, dan semuanya salah menurut ukuran dan cara pandangnya.
Orang seperti ini tidak akan pernah paham sekalipun banyak orang yang menjelaskan letak kesalahannya, orang seperti ini pula tidak akan menyesal atas apa yang telah ia lakukan kepada orang lain karena baginya hanya dia yang benar, dan semuanya salah sebab tidak bisa menerima kebenaran.
dia akan tetap berdiri pada pendiriannya sampai kapanpun sekalipun semua orang menasehatinya atau bahkan mengatakan letak kesalahannya, dan orang seperti itu akan punya banyak alasan perihal memutar balikan sebuah fakta dan sangat bisa menjadikan orang lain sebagai tersangkanya. Katanya, "pokoknya aku benar, orang lain yang salah karena gak paham atas maksudku."
Jadi, berhenti meladeni orang seperti itu. Berhenti berdebat dengannya, hargai dirimu sendiri. Jangan buang waktu dan energimu hanya untuk hal-hal yang tidak akan pernah dia bisa terima dalam hal apapun dan sampai kapanpun. Karena sungguh ini membuat lelah.
Biarkan dia dengan dirinya sendiri, biarkan dia dengan drama yang telah ia ciptakan sendiri, dan biarkan dia dengan prasangkaannya sendiri. Jangan menanggapi apapun itu. Sebab langit tak perlu menjelaskan bahwa dirinya tinggi. Dan laut tak pernah menjelaskan bahwa dirinya dalam. Demikian pula dengan dirimu. Jangan berpijak pada hal-hal yang sia-sia saja.
Diam, pergi, dan menjauh lah sejauh mungkin. Sekalipun yang terlihat tak bisa kau menangi didunia, kamu masih memenangkan dengan caramu sendiri. Mengadu kepada Allaah yang Maha Kuasa.
Sebab ada beberapa hal yang memang dalam hidup ini harus kita bawa, atau memang harus kita tinggalkan. Bukan sebab berhenti peduli, melainkan urusan hati manusia hanya Allaah yang bisa memberikan kelembutan dan penerimaan tentang sebuah kebenaran.
Pada akhirnya kita akan paham, sekuat apapun kita ingin memahamkan kepadanya, sekuat apapun kita memberikan sebuah kebenaran untuknya. Urusan hati mutlak adalah urusan Allaah. Maka jalan terbaik adalah mendoakan kebaikan untuknya dan diri sendiri. Agar kala nanti kebenaran apapun itu sampai kepada kita tak peduli siapa yang menyampaikan, Allaah berikan kita kelembutan hati untuk menerima kebenaran sekalipun tidak kita sukai sebelumnya.
Sebaik-baik tempat kembali adalah mengembalikan semuanya kepada Allaah. Cukuplah Allaah. Cukup... Maka cukup mengenal orang-orang yang demikian.
*aku nggak bisa bales apa-apa. dan Allaah menyadarkan bahwa orang seperti itu nyata adanya. Ya Allaah...
Ruang || 12.03
92 notes · View notes
hanamaulida · 6 months
Text
Set the boundaries.
Lagi-lagi tentang kantor.
Sekarang ini, bisa dibilang, aku adalah orang paling bodo amat untuk urusan relasi dengan teman kantor. Jarang ikut kegiatan yang sifatnya 'hanya' kumpul2 diluar urusan kerjaan, misalnya. While temen2ku yang satu angkatan (masuk kerjanya bareng) sangat kelimpungan menimbang2 kalau mau skip ikut kumpul.
Duh nanti dinotice sama atasan, gimana?
Nanti dibilang nggak loyal, gimana?
Nanti dicariin, kemana aja?, gimana?
Aku? Dengan mudah menjawab yang sebenar2nya kalau aku punya urusan lain yang lebih penting.
Begitu juga ketika mengerjakan tugas2 kantor. Nggak bisa dipungkiri, pegawai2 yang lebih senior (apalagi di Pemerintahan Daerah) bekerja dengan progress yang sangat lambat. Jadilah kerjaan selesai lebih lama, dengan kualitas yang sederhana (asal selesai).
Aku bukannya julid atau tidak suka, atau malas membantu mereka. Aku justru prihatin dan kasihan sebenarnya. Dengan kemampuan yang terbatas, mereka mengemban jabatan yang tanggungjawabnya besar. Apalagi mengetahui bahwa jabatan itu hasil 'meminta' :)
Sehingga, sering sekali beliau2 ini meminta bantuan tentang suatu kerjaan benar2 dari awal sampai akhir. Sementara, kan, aku juga harus menyelesaikan apa yang menjadi tugasku.
Sesekali kalau aku lagi nggak terlalu sibuk, aku bantu. Tapi kalau aku lagi mengerjakan sesuatu, lalu diminta mengerjakan hal lain yang bukan tugasku, ya aku tolak.
Bu, pak, punten. Saya lagi ngerjain x. Belum bisa bantu.
Atau,
Jalan ninjaku yaitu mode do not disturb, pake headphone dan setel podcast keras, dan pura2 nggak denger atau nggak nyimak apa yang terjadi.
Kadang aku galau juga. Aku ini dipandang seperti apa ya oleh teman2 di kantor? Sombong kah? Pelit ilmu kah? Tapi seringnya kegalauan2 itu aku mementahkan dengan keyakinan; aku hanya butuh set the boundaries.
Aku memilih untuk membatasi apa2 yang aku dengar, rasakan, dan kerjakan untuk menghemat energiku.
Aku tidak bermaksud sombong atau jahat dengan orang, aku hanya butuh 'kewarasan' untuk tetap seimbang dalam menjalani hidup.
Biarlah orang berasumsi apa. Keputusanku untuk tidak terus menerus membantu atau akrab kumpul2 (secara terpaksa) adalah prinsip. Kecuali jika aku benar2 ingin. Aku tidak mau terjebak dalam drama dan menjadi people pleaser.
Dan yang terpenting, aku selalu melakukan yang terbaik atas tugas2 yang menjadi tanggung jawabku.
Ohiya, keengananku dalam acara kumpul2 sebenarnya juga cukup beralasan. Aku mengetahui tabiat beberapa orang yang ringan dalam melakukan manipulasi (baik di soal anggaran ataupun level pergaulan), suka membicarakan keburukan orang lain, dan menduduki jabatan dengan jalan yang tidak semestinya ditempuh.
Sehingga, aku, lagi2 memilih untuk tidak memiliki hubungan dekat atau akrab dengan orang2 ini.
Lagi2, aku hanya memilih untuk lebih sadar atas hidupku; prinsip dan nilai yang aku yakini. Jadi, tak perlu merasa bersalah atas itu (talk to myself).
84 notes · View notes
gizantara · 5 months
Text
Wejangan
Waktu lagi sering-seringnya main quora, aku pernah nemu quorawan yang me-repost ini. (Source: instagram (at)raguellewi)
Tumblr media
Catchy banget judulnya! Posisinya saat itu aku sama temenku juga lagi menempa diri dengan hard convo bertubi-tubi, jadi menurutku postingan ini nggak cuma berlaku buat pasangan doang, tapi keluarga dan pertemanan juga.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Nah hari ini aku mempraktekkan hard convo dengan seseorang dan rasanya tuh challenging. Ada banyak pertanyaan yang bahkan meskipun udah disusun sejak merencanakan pertemuan, tetep aja amburadul di hari-H karena saking hard-nya yang mau dibicarakan. Dari malam aku udah lumayan keringet dingin bahkan mules ngebayangin seberapa bisa aku menyampaikan itu tanpa bikin salah paham dan seberapa siap aku terhadap respon beliau.
Selama dialog berlangsung, aku juga sering bilang, "aduh aku nggak tega ngomongnya," karena aku tau yang bakal diomongin sangat berpotensi melukai ego beliau, huhu gomen (⁠〒⁠﹏⁠〒⁠). Kita juga banyak canggung di awal karena pikiran satu sama lain udah penuh duluan sama asumsi yang nggak dikomunikasikan. Sampai bingung ngawalin dari mana jadi aku ngarang dulu, tapi emang gak jago ngarang jadi ya udahlah jelek.
But terima kasih sangat banyak untuk kamu yang ternyata bisa menangani percakapan yang hard tadi dengan tetap tenang dan clear. Aku nggak nyangka bisa semelegakan ini akhirnya. Semoga kamu juga ikutan lega, karena kan tujuannya dari awal emang mau bikin kamu lega atas pertanyaan-pertanyaan kamu. Kalau belum lega juga feel free to ask karena kayanya masih banyak aja yang mau diomongin meski nggak tau apa.
Terus ya.. aku bilang juga ke dia bahwa yang aku sampaikan tadi sebenarnya sudah terkonversi menjadi versi yang sangatlah ringan, kind honesty lah ya istilahnya. Jauh beda dengan apa yang aku prepare di notes sebelum ngobrol; benar-benar menusuk, brutal honesty.
Tumblr media
Tapi ya.. mungkin kami belum sedekat itu juga untuk bisa brutal honesty. Masih terlalu rentan soalnya wkwk. Belum seperti aku kepada "teman-teman melukai egoku" yang lain (si ENFP, ISTJ, INTJ, ENTP, INTP) yang sudah dapat dipastikan nggak akan saling jauh hanya karena satu-dua kejujuran yang brutal, juga nggak akan drama maupun overthinking berasumsi setelah hard convo.
Kalau dari segi ketepatan, kayanya tadi pesanku (yang dengan kind honesty) juga nggak 100% tersampaikan. Tapi gak masalah karena aku juga berusaha memahami posisi lawan bicara, yang mungkin akan kelimpungan juga kalau dibanjiri brutal honesty di satu waktu bertubi-tubi.
It's very fine. Problem solving hari ini mungkin belum sepenuhnya clear tapi sudah sebagian melepaskan beban hati dan pikiran. Kalau kata STAYC di lagu Teddy Bear mah, "No need to rush, no hurries. Anyway, we're all living life for the first time. There isn't one right answer, one hunnit. Stop expecting one, you'll get disappointed."
Ya, berhentilah berekspektasi. Ini hidup pertama untuk kita semua. Masalah yang tadi juga mungkin masalah pertama untuk kita. Eh enggak sih. Kalau masalah yang kaya tadi, aku dulu udah pernah cuma problem solvingnya berantakan. Tapi pasti ada sudut pandang baru yang aku peroleh dari masalah yang sama di waktu yang berbeda dengan manusia yang berbeda.
Akhir kata, untuk orang-orang yang bersamaku hari ini, aku ingin memandang setiap dari mereka adalah manusia. Yang berhati, berjiwa, dan bermasa depan. Seperti kata Kak Iwan Santosa, "ketika aku ingin marah pada orang lain, aku ingat kalau dia cuma manusia yang sedang belajar tentang kehidupan. Dan kebetulan aku adalah bagian dari pelajaran itu. Kalau gak parah banget, ya udah lah."
— Giza dan kehidupannya menjadi manusia bersama manusia lainnya. Besok-besok mau nulis tentang filosofi landak kalau mood.
41 notes · View notes
milaalkhansah · 6 months
Text
Tadi malam teman gw nge-chat. Ceritanya dia ngambek karena gw nggak suka balas pesan dia wkwk, padahal pada saat dia ngirim pesan, gw upload story wa.
Gw jawab, "sebenarnya gw mau balas kok, cuman gw balasnya di dalam kepala, tapi gw lupa untuk ngetik" kata gw beralasan wkwk.
Terus dia jawab, "sebenarnya gw mau balas dendam, dengan mulai gak balas pesan lo juga, tapi gw nggak tega" gw ngakak.
Gw bilang, "nggak papa balas aja, kalau gw nggak suka balas pesan lo, yaudah nggak usah juga balas pesan gw, kalau lo reply story gw terus gw nggak jawab, nggak usah peduliin juga pas gw komen story lo, lo harus belajar pada saat ada orang yang 'tega' sama lo, lo harus lebih 'tega' juga wkwk"
Terus gw juga bilang, "sampai kapanpun kita gak akan bisa mengontrol bagaimana orang ke kita, tetapi kita selalu bisa mengontrol repson apa yang mau kita berikan atas bagaimana orang lain ke kita, banyak hal dari orang lain yang sebenarnya cukup kita abaikan saja, nggak usah kita pedulikan. Karena salah satu cara untuk menjaga kewarasan mental dan ketenangan hati kita adalah dengan bersikap lebih bodo amat"
Semakin ke sini gw semakin capek berinteraksi sama manusia. Dan salah satu alasan mengapa gw capek adalah karena gw semakin malas menjelaskan apa maksud dari setiap perlakuan dan perkataan gw. Gw udah berada di keadaan apa pun yang orang lain pikirkan tentang gw, yaudah nggak papa. Pun sama halnya saat gw merasa nggak nyaman sama perlakuan orang lain ke gw, alih-alih marah dan bertanya mengapa mereka seperti itu, gw memilih langsung pergi. Gw benci 'drama', gw benci meribetkan dan meributkan banyak hal sepele yang penyelesaiannya tuh sebenernya cukup gw abaikan dan lupakan aja.
Gw bahkan sampai bilang ke teman gw, "kalau lo nggak bisa tahan sama sikap gw yang seperti ini, nggak papa kalau kita nggak usah temenan lagi" gw bilang gitu tanpa ada maksud apa-apa. Cuman memang mau menegaskan aja kalau gw nggak akan mengubah apa yang sudah menjadi bentuk kenyamanan gw selama ini hanya karena gw takut orang lain akan salah paham. Lagi-lagi kenyamanan dan ketenangan hati gw adalah prioritas gw nomor satu.
Gw bilang gitu juga karena gw sadar, gw nggak bisa memaksa orang lain untuk selalu memaklumi gw, karena kita jelas punya pemikiran yang berbeda-beda. Apa yang gw anggap biasa aja, nggak semua orang akan berpikir sama. Jadi karena gw tahu sikap gw berpotensi untuk menyakiti mereka, gw dengan kerelaan hati menyuruh mereka untuk nggak apa-apa kalau mereka nggak usah lagi menjadikan gw teman.
Andai bukan karena keperluan pekerjaan dan branding gw, gw udah lama memutuskan buat nggak lagi berada di dunia maya. Gw mungkin udah nggak mau lagi pake Whatsapp. Tapi ya, lagi-lagi ketidaknyamanan gw harus gw korbankan demi urusan perut.
Tapi gw berharap, di masa depan nanti gw bisa punya pekerjaan yang nggak lagi mengharuskan gw untuk ketemu dan berinteraksi dengan orang lain. Gw berharap di masa depan nanti, gw bisa menghilang, dan punya kehidupan baru jauh dari orang-orang yang udah mengenal gw selama ini.
• November hari kedua
33 notes · View notes
rubahlicik · 6 months
Text
Mylog : Berbicara
Salah satu tolak ukur perkembangan anak-anak adalah berbicara. Semakin banyak kosakata/kalimat yang mampu dibuat anak, berarti semakin banyak informasi yang mampu dia serap untuk kemudian dimengerti lalu diolah menjadi bagian dari 'celoteh'nya sehari-hari.
begitu pun ketika masuk usia sekolah, peserta didik didorong untuk bisa dan mau berbicara sebagai bagian dari sosialisasi dan pembelajaran public speaking dari usia dini. di usia segitu, skill berbicara mulai diasah, mengemukakan pendapat di ranah publik adalah suatu skill mutlak yang harus dikuasai.
masuk sma dan perkuliahan, kemampuan mengemukakan pendapat bertransformasi dalam bentuk lain, yaitu 'berdebat' atau 'memperjuangkan pendapat'. hal ini tentu baik jika didasari oleh tujuan dan diiringi tata cara yang baik dalam pelaksanaannya. kemampuan berdebat menjadi salah satu aspek penilaian kecerdasan seseorang dan bahkan menjadi sesuatu yang dapat dilombakan.
Tapi, beranjak mendewasa justru skill yang diperlukan adalah kebalikannya. Di usia 30-an, aink merasa justru skill yang harus dilatih setiap individu adalah menahan keinginan untuk berbicara.
bicara disini tentu ga dalam artian sempit, tapi meluas ke ranah tulisan, komentar dan menyatakan pendapat dalam bentuk apa pun.
apa ga boleh? ya engga juga. cuman ditahan.
di era sosmed dengan kebebasan yang dibawanya, betapa banyak bibit permusuhan yang muncul cuma dari tulisan atau komentar seseorang.
sekarang tuh, medsos uda seperti air keruh. keruh oleh kalimat-kalimat pelecehan, penghinaan, pencemaran nama baik sehingga hal-hal positif yang bisa diambil justru tertutup oleh 'pembicaraan yang buruk'.
di titik ini, aink mulai ngerasa kalo aink sebaiknya ga banyak komentar dalam postingan apapun sebelum yakin komentar itu ga memicu api perdebatan.
hayati lelah bang,
entahlah, faktor U mungkin yah wkwkwk. aink uda makin males menanggapi postingan 'nyeleneh', 'click bait', 'opini tanpa dasar' dan beragam hal yang sebetulnya aink gatel buat nimbrung.
mungkin energinya uda ga cukup buat dipake debat, atau mungkin ainknya aja yang uda ga peduli sama arah opini publik.
Mindset aink tuh sekarang pengen hidup tenang, small circle, private happy life, ga banyak drama
Semakin dikit yang aink tahu tentang sesuatu yang ga perlu, semakin baik
Selamat november
50 notes · View notes
penaimaji · 1 year
Text
Teman itu Rezeki
Terkadang, seseorang begitu menyadari perubahan sikap kita. Merasa baper, merasa tersakiti, karena kita membatasi interaksi, ya sekadarnya aja. Namun anehnya, ia sendiri tidak menyadari apa yang sudah ia lakukan, yang menjadi alasan perubahan sikap kita
Capek banget punya temen yang apa-apa harus baper. Berusaha baik malah diplengosi. Harus banget ngikutin drama dia, padahal hidup bukan tentang dia aja
Aneh banget ada orang kayak gitu. Seolah-olah dia merasa tersakiti karena kita. Padahal kita selalu berusaha berbuat baik, berusaha tulus membantu, mensupport dan tidak pernah menyakiti
Masalahnya itu satu aja, karena kita tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Merasa kita ini harus nurut apa yang mereka mau. Padahal kita semua sama-sama manusia; yang memiliki privasi; yang memiliki batas kemampuan; yang memiliki pilihan atas kehidupan kita masing-masing
Maunya dihargai terus, tapi nggak pernah mau untuk mengerti orang lain
Suka banget masuk ke rumah orang sambil diliatin barang-barangnya, bahkan sampai sudut ruangannya. Risih nggak? Ya risih lah. Kita punya sesuatu yang baru, ditanya-tanya. Trus gak lama bikin drama lagi karena gak suka sama kita
Ya Allah, seumur-umur nggak pernah punya temen kaya gini😂 syok ajah. Sangat penting ya, kita berdoa agar mendapat lingkungan yang baik. Punya sirkel pertemanan yang baik itu sungguh rezeki yang luar biasa, baru terasa nikmat ketika itu dicabut dan punya teman yang model 'begitu'.
Kalau ada teman yang sudah 'red flag' seperti ini, sudah dijauhi aja, yang ada malah kita dongkol sendiri. Terkadang menjauh itu perlu, supaya hati kita tidak kotor. Tentu gak enak banget kalau kita harus kesel sama orang. Juga biar hati kita lebih tenang dengan memaafkan dan tidak lagi bersinggungan dengannya
Orang itu memang bermacam-macam, memiliki latarbelakang yang berbeda pula. Kita juga ga tau hal-hal apa yang bisa menjadikan ia punya perangai demikian; dan kita ga bisa mengontrol orang lain, namun kita bisa mengontrol diri dengan memahami fenomena tersebut
Semoga yang hadir itu semata atas izin Allah, supaya kita bisa mendapat pelajaran darinya untuk diri kita sendiri. Dimana kita diajarkan untuk belajar sabar dan siapa tau itu adalah sebagian balasan karena dosa-dosa kita di masa lalu. Maka, berbaiksangkalah atas setiap takdir-Nya
Buntok, 30 Maret 2023 | Pena Imaji
92 notes · View notes
hellopersimmonpie · 1 year
Text
Update Kabar
Rasanya udah lama banget nggak nulis panjang di tumblr. Biasanya cuma screenshot percakapan gue sama temen gue yang agak-agak psikopat. Habis itu gue private karena banyak yang berpikir yang tidak-tidak. Soalnya gue nggak pernah heboh banget kayak gitu ke orang lain.
Gue udah beberapa tahun sering terlihat bijak di banyak tempat. Sebenernya karakter manusia tuh ya berwarna. Nggak se-flat itu. Ada sisi childish dan rame dalam diri gue yang memang nggak bisa keluar ke semua orang.
Bertemunya dua kepribadian itu kayak reaksi kimia. Ketika bertemu dengan orang yang berbeda, reaksi kita bakal beda juga. Gue, kalo ketemu orang yang bisa nangkap imajinasi gue secara langsung, bakal jadi rame dan heboh banget.
Terakhir kayak gini tuh pas masih ada Ibu. Karena selama ini, gue sama Ibu tuh mengkonsumsi bacaan, film dan dongeng yang hampir sama. Jadi kami selalu ramai bercerita. Istilahnya nge-geek bareng.
Ya mungkin ini memang spesial. Tapi tidak semua yang spesial bakal mengarah ke romansa wkwk. Gue tuh kadang pengen sharing percakapan-percakapan lucu kami karena memang lucu. Tapi nggak enak juga kalo misal di-ship. Jadi yhaaa lupain aja.
....Anyway, gue tuh lama nggak muncul di sini karena lagi sibuk produksi game di lab. Ini tuh udah lama banget gue impikan. Pelan-pelan merintis karir lagi di dunia storywriting. Kebetulan gue berencana ambil dua role. Sebagai programmer dan sebagai storywriter.
Nah, setelah cukup lama mencari arah tentang skill menulis gue enaknya dikembangin kemana......akhirnya gue jatuh cinta banget sama Narrative Design di game. Kebetulan gue tuh nemu temen diskusi yang pas banget. Gue tuh cukup lama nggak nemu temen diskusi yang pas. Beberapa kali gue tuh ambil kelas dari penulis-penulis terkenal. tapi dunia gue nggak di sana. Kursus yang gue ambil itu kebanyakan cuma membahas plot, dan perancangan karakter. Sementara di game tuh ternyata persis kayak yang gue bayangin selama ini. Ada world building, karakter, lore, baru ke plot. Dengan model penulisan kayak gini, cerita yang kita tulis tuh bisa ditransfer ke media apa aja.
Jangan tanya gue selama ini kemana aja....10 tahun ngajar baru beneran fokus ke game setahun ini. Balik lagi ke cerita sebelumnya, gue tuh habis ada masalah finansial. Jadi dari 2017 sampe 2022 tuh beneran cuma fokus nyari duit. Nggak fokus ngembangin karir ke arah mana. Sekarang berasa nemu momen buat punya cita-cita lagi.
Sorry ya cerita gue ngalor ngidul banget. Gue nulis di tumblr lagi tuh beneran berasa kayak nemu temen lama wkwk. Pengen cerita buanyaak.
Nah, karena sekarang gue punya temen diskusi, gue jadi happy karena yang dibahas tuh jadi banyak. Kalo ditanya soal cerita, kiblat gue tuh kan K-Drama. Penokohan dalam K-Drama tuh jarak dekat banget. Dalam arti kita banyak menemukan orang-orang yang berhubungan dekat dengan emosi-emosi yang tidak ekstrim tapi variasinya banyak banget. Makanya di K-Drama kita bisa nemu orang-orang trauma tapi hidup dengan baik dan punya social skill yang baik kayak Choi Ung sama Choi Ji Ung di Our Beloved Summer atau Im Eun Seob di When The Weather is Fine.
Sementara temen gue tuh kiblatnya anime. Gue beberapa kali nonton anime yang dia rekomendasiin. Dari situ tuh gue ngelihat bahwa jarak antar tokoh dalam anime tuh banyak yang jauh. Emosi-emosinya ekstrim. Ceritanya pun banyak yang nggak berkaitan dengan mundane life. Alias di Jepang tuh banyak banget genre-genre yang ekstrim.
Gue nggak pengen ngebandingin mana yang lebih baik. Tapi ternyata referensi yang pernah kita lihat tuh ya sangat berpengaruh banget ke cara kita menempatkan perspektif pada cerita.
Contohnya kalo misal kita bicara tentang cinta dalam diam.....
Orang yang terbiasa mengkonsumsi cerita dengan hubungan antar karakter yang jauh mungkin akan berpikir bahwa mencintai dalam diam adalah dengan melihat orang yang kita cintai dari jauh. Tanpa melakukan apapun.
Sementara yang terbiasa mengkonsumsi cerita dengan hubungan antar karakter yang lebih dekat akan berpikir bahwa mencintai dalam diam ya menemani orang yang kita cintai di kehidupan sehari-harinya, ngasih afirmasi, dengerin curhat, tetep ngelakuin act of service cuman nggak pernah confess.
Begitupun dengan konflik. Temen gue tuh lebih suka drama-drama dengan konflik rumit yang membuat penonton penasaran. Sementara gue sejauh ini malah sebaliknya. Gue kelak pengen bikin satu aja cerita yang endingnya udah terspill duluan di depan kayak Drama Thirty-Nine. Karena buat gue, letak kenikmatan cerita bukan dari rasa penasaran. Tapi dari gimana kita ikut merasa hangat dan bahagia melihat perjalanan karakter.
Setiap orang punya style masing-masing. Tapi gue happy banget ketemu orang yang bisa sefrekuensi pas diajak bahas cerita meskipun style kami jauh berbeda.
71 notes · View notes
downloadfilmsubindo · 2 years
Text
Drama Korea Bloody Heart (2022) Subtitle Indonesia
Drama Korea Bloody Heart (2022) Subtitle Indonesia
Sinopsis Drakor Bloody Heart (2020) Subtitle Indonesia Berikut Review, Rating, Ulasan dan Rangkuman Cerita Film ini. Menceritakan tentang: Sebuah drama sejarah fiksi yang dimulai ketika Lee Tae, putra sah tertua Raja Sunjong yang menjadi raja setelah pemberontakan, naik ke takhta Joseon. Ayah Lee Tae menggulingkan raja dengan bantuan Park Gye Won dan ayahnya menjadi raja dinasti baru. Setelah…
Tumblr media
View On WordPress
1 note · View note
benangcerita · 11 months
Text
Masih Menanti Jawaban
Sesungguhnya ini adalah suatu pertanyaan konyol untuk didengar kebanyakan orang, namun aku sungguh ingin tau jawabannya.
“Bagaimana rasanya dekat dengan seseorang? Bagaimana ceritanya seorang laki-laku mendekati seorang perempuan, lantas kemudian mereka saling menjalin kasih? Bagaimana rasanya?”
Mungkin, jika aku bertanya di hadapan banyak orang, pertanyaan ini tergolong pertanyaan yang tidak masuk akal. Namun buatku, ini masih suatu pertanyaan dengan jawaban yang penuh misteri.
Suatu hari aku pernah bertemu seorang lelaki. Apa yang kulihat di adegan film ataupun drama, dia lakukan kepadaku. Namun para sahabatnya berbisik kepadanya, “Kalau kamu nggak mau dia salah paham, jangan terlalu baik dan melakukan ini-itu untuk dia.” Semenjak saat itu, orang itu menjadi tidak sehangat sebelumnya. Hingga akhirnya, aku mulai mengambil kesimpulan bahwa aku tidak sedang didekati seorang lelaki, melainkan aku hanya bertemu seorang laki-laki yang amat baik saja.
Sayangnya, bagaimana dia bersikap dan apa yang menjadi kesukaannya adalah apa yang aku dambakan dari seorang laki-laki. Semua membekas, standarku tentang laki-laki seolah tidak bisa didefinisikan lagi - karena dia adalah lelaki biasa saja, hanya saja dia lelaki yang pandai mendengarkan serta topik obrolan kami tidak jauh berbeda. Apalah artinya semua itu, jika memang bukan aku yang laki-laki itu cari.
Sekarang, ketika angka 30 seakan jadi momok, aku mulai bertanya kepada diriku. Di mana aku bisa menemukan sosok yang mungkin akan memilihku. Aku beberapa kali bertanya, bagaiamana cara aku bisa bertemu dengannya. Seperti apakah dia. Apakah kami akan punya kesukaan yang bisa saling diceritakan. Apakah penantian panjang bertemu denganya akan menjadi kisah manis yang layak untuk dikenang.
Belakangan, aku sangat menghindari bertemu kerabat yang memiliki potensi untuk mengeluarkan pertanyaan, “Kapan nikah? Sudah ada calonnya belum?” Karena, ternyata, pertanyaan ini memiliki efek yang cukup mengerikan, bagiku. Tidak menyangka, jika fase ini ternyata begitu tidak menyenangkan. Karena apapun yang dilakukan dengan cara yang tidak biasa akan dianggap sebagai cara melarikan diri - oleh sebagian orang. Dan itu amat sangat tidak menyenangkan sama sekali.
Berbaiksangkalah kepada Allah, karena semua pasti akan ada yang terbaik. Kalimat terbijak yang pada akhirnya terucap. Karena jawaban tentang pertanyaan ‘Kapan’ - hanya Allah yang punya jawaban pastinya.
Jogja, 2 Juni 2023
39 notes · View notes
Text
Menjadi Dewasa
Dewasa bukan tentang usia, sudah tahu konsep ini?
Aku merasa, menjadi dewasa menjadi semakin cepat lelah. Lelah kepada apa-apa yang rumit. Lelah kepada apa-apa yang tak pasti, inginnya sederhana, inginnya tanpa variabel.
Kita semua tahu dunia adalah tempatnya ujian, namun yang dimaksud bukan lelah karena ujiannya. Melainkan sebab drama dari setiap keadaan yang direkayasa.
Ketidakpastian di dewasa ini teramat sangat ingin kuhindari. Sejatinya untuk apa membuang-buang waktu? Sedangkan yang dituju menunggu untuk segera dipenuhi, sudah tidak ada waktu lagi.
Sekarang aku mengerti, mengapa dahulu orang dewasa sering berdesakkan seolah terburu-buru. Mereka tahu apa yang dituju, mereka tahu sudah tidak ada waktu.
Dahulu, aku mengamati orang dewasa selalu saja berlalu lalang datang dan pergi. Ada juga yang menetap tanpa melihat-lihat lagi. Kukira sikap sebagiannya menyakiti dan sebagiannya terlalu pasrah. Bukan, bukan itu. Mereka dewasa. Mereka arif. Mereka berpikir. Mereka tegas mengambil langkah.
Sudahkah kita menjadi dewasa?
11 notes · View notes
devisumiati · 1 month
Text
Baru 2 episode greget banget kim soohyun ganteng amaaaaat. Jadi inget dulu pertama nonton dia di drama dream high.
Ceritanya tentang pasangan yang rumah tangganya super dingin, padahal awalnya nikah ya emang karena cinta, sepertinya gara2 si istrinya punya power yang besar dan keluarganya super ngeselin jadinya bikin sesak si laki. Pas mau ngajak cerai eh si istri bilang dia sakit dan sisa hidupnya tinggal 3 bulan lagi. Lakinya girang dalam hati karena bisa pisah tanpa cerai (dia takut banget sama mertuanya kalau cerai tuh haha). Seruuuuuu ceritanya fresh sih ini menurutku yang kemarin2 terpapar drama sejenis killer paradox terus si jeong jiman tuh apa yah judulnya lupa wkwk
5 notes · View notes
gizantara · 2 months
Text
Self Awareness (2)
Sebenernya udah pernah ngepost tentang self awareness tapi belum terlalu kupas tuntas. Alasan ngepost ulang soalnya pengen cerita seberapa berdampak self awareness dalam kehidupanku.
Cerita ini bermula waktu aku semester 8 alias semester terakhirku menempuh perkuliahan. Hidupku berjalan agak gila karena masih ngambil 20 SKS (termasuk TA 1 dan TA 2 yang masing-masing 4 SKS). Di semester yang sama juga aku ngajar privat 5 anak berbeda di lokasi yang berbeda (datang ke rumah) dengan jam ngajar hampir 11 jam sepekan alias hampir tiap hari ada jadwalnya. Di situ hidupku udah kaya robot (capek banget gila) tapi aku mematikan semua jenis emosi dan perasaanku karena malas drama. Genre hidupku saat itu hanya boleh romcom alias romusha comedy, hahaha (comedy adalah coping mechanism aku dan teman baikku) jadi hampir ga pernah nangis secapek apapun. Apakah ini bagus? Oh, belum tentu, nanti diceritain di bawah.
Nah, di antara 20 SKS yang aku ambil, ada mata kuliah umum bergenre psikologi yang namanya Manajemen Potensi Diri. Dosen pengampunya adalah psikolog lulusan Psikologi Unpad. Aku excited ngikutin perkuliahannya. Nggak ada materi yang bener-bener diajarkan tapi semua mahasiswa di kelas cuma disuruh nyari inner personal problemnya. Nggak cuma sih, soalnya kita disuruh bikin 3 target yang memiliki jangka waktu untuk kemudian tiap pekannya dievaluasi ketercapaiannya beserta kendala, temuan, improvement, dll. Jadinya tiap pekan kaya muhasabah diri.
Dosen tersebut membagi mahasiswa jadi 5 kelompok utama berdasarkan inner personal problem.
Self Control
Time Management
Communication-Confident
Self-Motivation
Mindset
Kami juga punya kelompok kecil berisikan 3 orang yang disebut buddy untuk saling review target masing-masing. Nah awalnya aku merasa masalah utamaku itu time management (pede banget karena sering ngecap diri sendiri penunda-nunda). Realitanya, separuh benar separuh tidak. Karena as procrastinator, hitungannya aku masih bertanggung jawab. Hampir gak pernah terlambat masuk kelas ataupun ngumpulin tugas. Dengan kesibukan kuliah dan ngajar pun hidupku nggak sekacau balau yang orang pikirin. Artinya, manajemen waktu aku sebenernya ga buruk-buruk amat.
Adapun di momen-momen aku terbiasa menunda, aku mengakui itu memang masalah. Tapi bukan sumber masalah. Jadilah kupakai tools 5 why untuk nyari root problem. Apakah problem di time management itu karena mindsetku yang salah? Di titik itu makin menelusuri kenapa-kenapanya dan jujur capek banget soalnya semua alasan penundaan pernah terjadi di diri aku. Entah itu terlalu perfeksionis, menunggu saat terakhir untuk mengerjakan, malas, memprioritaskan hal lain, menunggu saat yang tepat, maupun moody. Lalu kupikir lagi, lah inimah akarnya bercabang dong? Capek banget.
Sampai akhirnya nemu satu alasan. Alasan dominan aku menunda sesuatu biasanya karena ada hal lain yang lebih ingin atau harus aku kerjakan. Masuknya ke manajemen prioritas dong? Nah tapi prioritas itu soal apa? Biasanya soal sesuatu yang kita sukai. Masuklah aku ke pertimbangan, apakah masalahku di self control ya?
Karena saat itu, aku memang lagi suka-sukanya main satu game (Sky: Children of The Light) dan demen banget scroll twitter dan quora berjam-jam. Oke lah, di pekan itu aku pindah jadi kelompok Self Control. Lalu di pekan yang sama, aku uninstal twitter, quora, dan game tersebut. Kocaknya, 3 target utama yang disetting di awal, masih ga signifikan ketercapaiannya. Salah satunya adalah ngerjain TA. Akhirnya muter otak lagi, kenapa ya TA ini gak maju-maju? Kaya.. iya kok, aku tau dan udah ngeplot apa aja yang harus dilakukan. Otakku nggak mandek kok. Cuma buat eksekusinya itu loh. Padahal aku udah menjauhkan semua hal yang berpotensi bikin aku gak bisa mengontrol kegiatan. Sekarang masalahnya apa?
Sempet mempertimbangkan pindah ke kelompok Self Motivation, tapi kayanya aku nggak se-demot itu. Banyak kok alasan buat dijadiin motivasi, misalnya topik TA yang seru, orang tua, UKT, dll. Jadi aku memutuskan nggak pindah dan bertahan ngulik di masalah Self Control.
Berpekan-pekan berlalu, progres tiap target gak keliatan juga. Sampai di 2 pekan terakhir menuju UAS, bu dosen nyeletuk sebuah kata “self awareness” waktu lagi ngereview inner personal problem seseorang. Aha! Kenapa gak kepikiran ya?
Mulailah dari sana ngulik self awareness itu apa? Bener aja, akhirnya ngerti bahwa aku ga sadar kemampuan diri. Alasan semua targetku nggak ada peningkatan adalah karena aku terlalu sibuk kuliah dan ngajar sampai-sampai tabung energiku habis untuk ngerjain target TA dan target lainnya. Dan bodohnya lagi, aku pun masang target kedua yang idealis yaitu konsisten bikin konten sepekan sekali. Di sana aku gak bisa ngukur diri bahwa untuk bikin 1 konten aja aku harus brainstorm, riset, nulis, dan ngedit. Aku juga gak aware bahwa kapasitas diri aku nggak bisa dipaksa ngerjain banyak hal di satu waktu dengan konsisi yang selalu prima.
Nice movement, akhirnya nemu tuh inner personal problem setelah 5 bulan lebih. Akhir semester banget memang. Tapi itu harta karun berharga buatku. Self Awareness, masalah ini emang nggak termasuk dalam kelompok besar manapun. Tapi ini kuncinya justru. Tanpa kesadaran diri, gak akan ada pertumbuhan. Sederhananya mah, ini tentang kita mendefinisikan titik nol kita, mengukur diri kita. Apa yang kita mau, apa yang kita butuh, apa yang kita tuju, apa yang relevan dengan tujuan, apa yang kita bisa dan tidak, apa yang kita ga suka, apa yang mengancam buat kita, dsb.
Di sini aku baru sadar betapa jeleknya menekan semua jenis emosi. Waktu kelompok Self Control dikasih materi tentang Emotional Agility, wah langsung kena. Relatable pisan! Kelincahan emosi dalam tekanan itu penting. Dan tindakan aku menjadi bottler person yang melarikan diri dari menghadapi emosi justru membuat aku kesulitan menemukan diriku sendiri. Aku ngejalanin kesibukanku tanpa kesadaran apapun. Beneran kaya robot. Tanpa kesadaran diri. Nggak aware dan nggak mindful.
“Bottling is essentially pushing the emotion down. For example, you’re upset with a person. You’re feeling angry because you feel exploited, and what you do is you tell yourself, ‘I’m just not going to go there, and I’ve got to go to work. I’ve got all this other stuff to do.’ And what you are doing is pushing the emotions down. Often you do this with very good intentions. You feel at some level that emotions are locked up in a bottle, and you have all of this other stuff that you can’t do, so you continue to push the emotions into a bottle, per se. While it may feel safer to avoid painful feelings in the moment and bottle them up, it really just ends up hurting you to hold them in. The best way to move through something faster is to face it, not push it down and pretend it does not exist. I always feel a huge sigh of relief when I have the courage to speak my mind.
Trigger yang bikin aku berhenti jadi bottler person adalah waktu aku pulang ngajar, ditanyain mamah, “kamu emang nggak capek?”
Tiba-tiba nangis aja gitu. Semua jenis emosi yang ditampung langsung runtuh, hahaha. Akhirnya aku menghadapi emosiku dan melihatnya sebagaimana adanya. Aku memanusiakan diriku kembali. Dan dari kesadaran tersebut, I’m walking my why and being compassionate. Tipsnya ceunah, kalo mau berhenti jadi bottlers person tuh gini:
Tumblr media
1. Gentle Acceptance Kita perlu menyadari bahwa nggak semua hal bisa kita kontrol. Daripada berusaha menahan emosi yang malah bikin kita makin nggak nyaman, lebih baik menerima emosi dan keadaan yang ada. 2. Compassion Berbaik hatilah pada diri sendiri dan orang lain. Gunakan compassion untuk memberi kita kebebasan dalam mengenali kembali diri kita sendiri, menghadapi kegagalan, dan mengambil risiko yang memungkinkan kita menjadi benar-benar kreatif. 3. Routine Membangun rutinitas yang sehat akan membantu kita mengelola sense of order dan hidup lebih tenang, karena badan dan pikiran kita sangat terkoneksi dengan kesehatan fisik yang akan berpengaruh juga dengan keadaan psikologis. 4. Connection Cari cara untuk memelihara hubungan dengan orang lain, baik saat kamu bisa dekat dengan mereka ataupun saat berhubungan jarak jauh. 5. Courage Menghadapi emosi kadang memang sulit. Namun, kita perlu tau bahwa keinginan untuk menerima dan belajar dari apa yang kita rasakan adalah sebuah keberanian. Identifikasi apa yang penting dan prioritas untukmu untuk menentukan langkah yang akan kamu tempuh. 7. Reset Setelah menentukan prioritas, ada kalanya kamu merasa bahwa yang kamu lakukan sekarang itu kurang tepat. Perhatikan apa yang kamu pelajari tentang dirimu dan biarkan informasi ini menuntunmu ke depan. 8. Wisdom Di ujung sini, kita dapat menyadari bahwa hidup ini memang penuh dengan ketidakpastian dan kita punya keberanian untuk berjalan dengan rasa takut.
Source: Emotional Agility by Susan David
Nah akhirnya penemuan root problem mengarahkanku menemukan solusi komprehensif dari cabang-cabang masalah yang lain juga. See, akhirnya setelah TA-ku terabaikan selama 6 bulan, aku berhasil kebut seminar di bulan Juli dan sidang di bulan Agustus.
“The ultimate goal of emotional agility is to keep a sense of challenge and growth alive and well throughout your life.” — Susan David
Penutup: sedikit kecewa dapat nilai C hanya karena berkas UAS-ku hilang di dosennya bahkan setelah aku kerjakan ulang. Tapi gapapa, yang penting ilmunya sangat membuatku lebih gacor as human being. Udah ah, udah kepanjangan. Tapi temuan dan pemahamanku tentang self awareness belum semuanya dituangkan. Next time deh kalo mood.
— Giza, senang rasanya bisa menemukan dan mengenal dirinya lagi, hahaha.
14 notes · View notes
tulisanmimi · 8 days
Text
Cerita tentang Korea
Sebagai manusia yang menyukai hal-hal yang telah terencana dan berjalan sebagaimana adanya. Pandemi memberi pukulan cukup berat karena banyak rencana yang tidak tunai, juga alasan demi alasan yang kadang sengaja dicipta untuk excuse yang seharusnya tidak perlu, tidak penting. Dari menyalahkan orang lain, situasi, hingga diri sendiri. Kehilangan demi kehilangan orang yang di cintai sampai hal-hal rumit menghampiri membuatku akhirnya memutuskan untuk pergi ke psikolog. Keputusan ikut CC dan selalu mencuri hikmah dari sgnya mas Gun membantu banyak keputusanku untuk pergi ke proffesional. Dua sesi ku lewati, aku di diagnosis emotional numbness. Iyaa, saking banyaknya kejadian bertubi-tubi aku ngga bisa nangis. Selain dipaksa oleh keadaan. Aku tidak ingin bunda khawatir. Walau disisi lain saat itu aku dapat kerjaan, finansial cukup stabil sehingga bisa bantu-bantu di rumah. Tapi rasanya masih kosong. Tiba tiba perasaan aneh. Lalu psikoterapi yang di tawarkan dokterku kala itu meminta untuk menekuni hobi kembali. Hahaha. Iyaa, aku lupa kebiasaanku membaca buku fiksi dan nonton. Kala itu dokterku bilang untuk menonton movie 2521. Saat itu aku kembali dibuat jatuh cinta dengan hobiku lagi. Padahal dulu ingat betul pas awal awal hijrah selalu bilang, aku ngga suka korea, boy/girl band sekarang malah sering lihat. Walau aku sadar disana banyak juga hal-hal yang terselip lgbtq dsb. Dari mereka belajar kegigihana atas karya. Kalau mereka membuat karya seyakin, segigih, setangguh dan se keren itu, kita sebagai muslim harusnya bisa lebih dari itu, karena kita punya contoh terbaik, uswatun hasanah yang menjadi rahmatan lil'alamin, Rasulullah shallallahu 'alayhii waa salam. Allahumma sholli 'ala Muhammad, wa 'alaa ali Muhammad.
Jadi, sebelum mengenal exo, aku ddi buat sesuka itu (aka. dibukakan pintunya dari) movie 2521 mba Taeri yang badas abis aktingnya, juga mas kyungso di it's okay that love yang nyeritain seorang penulis dan alter egonya. Setelah nonton bad persecutors jadi tahu lagunya kyungso dan kenal exo. Wkwkwk.
Rangkuman ini sengaja dibuat agar aku tidak berlebihan dalam mencintai, menyukai ataupun membenci. Dimasa depan tidak pernah tahu apa yang terjadi.
Semisal drama slice of life dan actionnya drakor bantu aku banyak mengenali emosi yang sengaja aku timbun dan release pelan-pelan hingga akhirnya kini pulih. Alhamdulillah. Atas izin Allah, Biidznillah. Drama korea juga ada sisi baiknya jika kita mampu memilih dan memilah yang menjadi input dalam diri kita. Pastikan ia bukan menjadi candu agar tetap logis antara realitas dan imaji.
Salam sayang untuk diriku sendiri,
Mimi🤍💐
6 notes · View notes
nafidzatulilmi · 1 month
Text
RAMADHAN DAY 4
14-15 Maret 2024
Bismillahirrahmanirrahiim...
Petang berjumpa di perjalanan bersama dengan waktu berbuka puasa. Tiba di rumah ada bude saya yang baru selesai sholat dan menyuguhkan makanan berbuka puasa. Paham karena sesudah perjalanan jauh. Namun, rupanya urusan tentang pendaftaran OPSI belum selesai. Komunikasi perihal proses input berkas yang lumayan banyak masih berlangsung bahkan hingga selesai shalat tarawih. Oh ya, tak hanya saya rupanya, beberapa rekan saya di FIM yang berprofesi tenaga pendidik di sekolah lain juga disibukkan dengan administrasi lomba kedinasan termasuk OSN. Heheheh. Karena dalam situasi sudah tiba di rumah,yang di Pamulang, artinya saya melaksanakan tarawih di Masjid Jami' Istiqomah. Masjid yang punya sejarah juga buat saya, karena dulu ketika usia 5 hingga 6 tahun mainnya kesini. FYI: Saya lahir dan besar di Pamulang, hingga usia 6 tahun, sebelum akhirnya pindah ke Tigaraksa. Jadi Tangsel memang tanah kelahiran saya, wajar jika betah disini karena ada feel dan relasi hati. Urusan perjuangan perihal administrasi masih berlanjut hingga akhirnya drama muncul. Jleb. Satu berkas Surat Rekomendasi Kepala Sekolah belum ada, dengan kondisi deadline hingga pukul 23.59 WIB. Surat yang butuh tandatangan kepsek. Mulai pasrah sepertinya tak jadi daftar karena berkas tak lengkap, dan tidak berkecil hati pula karena tak ada ekspektasi hasil untuk lomba OPSI tingkat Nasional ini. Barulah ketika beberapa berkas sudah diunggah, tibatiba operator sekolah japri bahwasannya Surat Rekomendasi tersebut sudah jadi. MasyaAllah tabarakallah... Sat set bikin lega.
Alhamdulillah rasanya sudah kelar urusan perduniawian tersebut hingga pukul 23.30 WIB. Saatnya memberi hak untuk tubuh dan kembali ke urusan ruhiyah. Kalau tidur pukul segitu, kelihatan kan endingnya seperti apa, ya, telat bangun. Baru bangun ketika pukul 03.50 WIB. 😭 But its, okay. Kali ini sahur bersama bude dan pakde, dan seperti Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, kami makan sambil menyaksikan serial Para Pencari Tuhan jilid sekian. Sudah kayak tradisi tiap Ramadhan loh ini. Pakde sangat menyukai series ini. Ada value dakwah dan Islam yang ditanamkan juga. Jum'at, pagi ini setelah sahur dan subuh jama'ah, adalah kembalinya aktivitas kegiatan belajar mengajar di sekolah, dengan jadwal pelajaran khusus edisi Ramadhan. Oh iya, pagi harinya saya berkomunikasi juga dengan salah satu sahabat saya, bernama ilmi alias iil alias Desy, whatever lah. Qadarullah orang ini jadi moderator kelas tadabbur Ahlan pagi ini wkwk. Ya, saya rutin sedekah melalui beliau namun di bulan Ramadhan ini Jumat Berkah rupanya berbeda. Barakallah, saya doakan Iil dan rekan-rekannya diberi kelancaran rezeki dan selalu dalam lindungan Allah untuk jalan kebaikan. Konsep tetap sama, bagi bagi makan gratis namun kali ini untuk berbuka puasa. Oh iya, salam buat ibu-ibu yang masak yaaa ^_^
Well, aktivitas pagi berangkat ke sekolah sebelum jam 06.00 mengharuskan saya absen ikut kelas tadabbur bersama Ahlan Ramadhan. Namun rupanya masih sempat ikut ketika sampai di sekolah. Selama bulan Ramadhan, akktivitas di sekolah agak berbeda. Siswa/i pulang ba'da zuhur, dan pegawai, staff, guru, sudah pulang pukul 14.00 WIB, lebih awal dari waktu normal. Pertemuan awal pagi ini, saya sebagai ketua Sumatif Tengah Semester (STS, kalau dulu namanya UTS), masih mengurus siswa/i yang ujian susulan. Standby di ruang komputer sebab ruangan lainnya dipakai untuk beberapa kelompok Bina Pribadi Islami (BPI). FYI : BPI ini program dari yayasan, untuk semua pegawai dan siswa/i, bahasa lain dari mentoring atau liqo. Ya, pagi ini jadwal BPI untuk siswa/i. Mengawas ujian susulan hingga pukul 10.00, lalu akkhirnya masuk ke beberapa kelas untuk mengajar namun belum masuk materi, hanya sekedar mengumumkan nilai hasil ujian STS mata pelajaran IPA.
Ditengah sedang mengawas, bertemu dengan operator sekolah yang dari kemarin sat set mengurus pendaftaran lomba OPSI Nasional. Alangkah terkejutnya saya, ketika berbincang, semua berkas sudah diunggah. Berkas yang dimaksud adalah surat-surat. Bukan proposal penelitian ! Wkwk. Tapi ku tetap tenang dan santai, berbicara seolah kondisi baik-baik saja dan tidak ada kesalahan. Semua obrolan tentang pendaftaran lomba berlangsung santai meski dalam hati, "Waduh!". Ya kalau proposal tidak diunggah berarti tak ada yang dinilai dari lombanya, artinya pasti tidak lanjut tahap selanjutnya. Ya sudah, karena bukan target utama, bahkan tak ada target sama sekali di tingkat nasional, jadi masih bisa legowo. Lomba yang tingkat kota baru dibuka pendaftarannya di hari ini. Aktivitas hingga shalat Jum'at normal, tak ada bedanya. Hanya saja sudah lama selepas Jumatan tak memandang dan mendokumentasikan sesuatu ke luar jendela. Agenda siang hari, ada sosialisasi perihal pembangunan gedung baru TKIT dan SMPIT. Betul, tahun 2025 nanti jika Allah beri waktu panjang untuk tetap berada di sekolah ini, insyaAllah saya akan pindah. Pindah gedung maksudnya. Terlihat tak sabar menantinya karena bagian dari program pengembangan yayasan, namun ada sisi lain dari hati kecil yang memiliki perasaan khawatir, waswas, akan kepastian masa depan karir. Wallahu a'lam, kita tak tahu masa depan seperti apa, hanya Allah yang tahu. Semoga bisa menjadi penguat. Karena UQ adalah salah satu hadiah dari Allah, buah dari ikhtiar dan takdir terbaik hasil sebuah perjuangan dan pengorbanan dalam konteks karir dan keberkahan nafkah.
Waktu sosialisasi hingga pukul 14.00 WIB, tepat waktu pegawai yayasan pulang. Namun saya, tidak langsung pulang ke rumah. Memanjakan dahulu sang sahabat bepergian saya, si Hobel (Honda Blade), yang sudah lama tak mandi dan sangat kotoor. Sembari menunggu Hobel disteam, cukup terkejut melihat sebuah grup whatsapp. Mendengar kabar kondisi sahabat saya dan istrinya, jleb. Tak bisa saya ceritakan, namun doakan yang terbaik. Merasa bahwa saya harus menguatkan. Kita seperti samasama lagi diuji oleh Allah dengan konteks yang berbeda. Menjelang berbuka puasa, melihat bude mempersiapkan makanan untuk berbuka, tentu saya membantu beliau. Termasuk ketika cabut pasang regulator gas elpiji yang gasnya sudsh habis. Apa menunya? Gorengan 😭 Tempe tepung, tahu tepung, its okay. Saya tidak banyak kok makan begituan, yang paling penting harus ada kurma. Baiklah hari ini begitu banyak hikmah perihal kabar-kabar mengejutkan, penguatan hati, dan ujian dari keimanan. Lagi lagi dan lagi, tak henti-hentinya Allah kasih hal yang berkaitan dengan hal-hal tersebut.
Wallahu a'lam bishowwab.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
3 notes · View notes