Tumgik
naylilamani · 3 years
Text
Baru beberapa hari lalu disambang sama ibuk. Dibawain 2 kardus isi camilan kesukaanku. Tak lupa dibawain ayam masakan ibuk.
Seperti waktu masih mondok dulu. Tidak ada yg berubah dari bentuk kasih sayang ibuk.
Sayang ibuk banyak2..
Rindu ibuk gak ada habisnya.
Sehat2 ya buk ..
Menghitung Hari.
Sebelum pindah ke Minahasa, aku dan Mas Her sempat ke Duri dulu, dari Duri Ibuk ngasih banyak bekal. Dendeng kering lengkap dengan cabenya, rendang yang sudah dibagi ke beberapa plastik kecil untuk satu kali makan, biar gampang ngangetinnya, di antara bekal itu ada satu kotak teh celup Tong Tji isi 25 kantong.
Hari pertama di Minahasa biasa saja. Rumah yang akan kami tempati kotor luar biasa. Debunya penuh. Lengang karena sedikit barang dan rumahnya cukup besar. Untungnya sudah ada kulkas, kompor, dan TV pemilik rumah. Ada beberapa alat masak pula. Cukuplah.
Hanya ada kami berdua, sepasang suami istri yang masih merasa canggung. Ada aku, istri baru, yang tidak biasa beberes rumah, tapi alhamdulillah bisa mikir, kalau rumah ini bukan aku yang beresin, siapa lagi? Ada Mas Hermawan, suami baru, yang juga tidak pernah beberes rumah, tapi alhamdulillah langsung berangkat ke indomaret beli sapu dan pel dan beberapa alat kebersihan lainnya, meninggalkan aku sendirian di rumah.
Koper ku buka, perbekalan dari ibuk ku susun di dapur, lalu kamar lebih dulu aku bersihkan biar kalau capek sudah ada tempat rebahan. Ukuran kasurnya lebar 120, paslah untuk kami berdua yang badannya langsing ini.
TV di ruang tengah kami pindah ke kamar. Sialnya Mas Hermawan tidak sadar ada perbedaan level lantai saat akan pindah dari ruang tengah, tersandung, TV jatuh. Pecah. Ohiya, TVnya masih TV tabung. Ya sudahlah.
Rumah sudah agak bersih, aku buat teh hangat untuk berdua. Pertama kali ku buka bungkus plastik teh celup, agak mrebes mili, sambil ngomong sendiri di dalam hati, "Ini dibelikan ibuk."
Satu kantong untuk 2 cangkir. Mas Hermawan pesan teh untuknya sedikit gula dan tidak pekat. Jadi, setelah aku celupkan beberapa kali di cangkirnya, aku pindah ke cangkirku dan ku diamkan lebih lama. Satu sendok teh gula untuk Mas Her, dua sendok teh gula untukku. Bukankah teh itu nikmatnya ketika puanasss lueegii dan kueenteeel?
Setiap pagi itu jadi rutinitas. Bikin teh dua cangkir dari satu kantong teh celup. Sampai kantong ke-25. Habis sudah. Rasanya, sampai situ pula Ibuk menemani, selebihnya aku jalan sendiri. Perkara teh saja bisa jadi drama ya. Ah, namanya juga anak tengah, berzodiak Virgo pula.
Terima kasih 25 kantong teh tong tji pertama kami. Wkwkwk
228 notes · View notes
naylilamani · 3 years
Text
"aku loh gak yg sedih2 amat gitu pas kita ga punya uang. Kayak ya masih ada tenang2nya aja." Kataku sore itu, saat mobil kami melaju dengan pelan sekali sambil menikmati senja ditemani cerita apapun tentang hari hari kami. Meski hanya sekian menit karena jarak rumah kami yg tidak terlalu jauh dengan pondok, namun kami selalu menikmati itu.
"karena njngan punya ibuk ?" Tanyanya.
Tak bisa menjawab, aku hanya tersenyum.
"itu yg aku gak suka. Aku ingin njenengan tenang karena ada aku. Karena njngan punya aku. Doakan ya mah semoga aku bisa."
Rasa bersalah memenuhi hatiku. Kata maaf tertahan di ujung bibir yg hanya bisa mengatup. Harapan2 kemudian terapal dalam doa, semoga diri ini di takdirkan menjadi istri yg bisa terus membahagiakannya. Disisi lain, ada kelegaan tersendiri, bahwa kami sudah sampai di titik seterbuka ini. Hingga tentang perasaan pun tak ada yg ditutupi. Semoga kami bisa saling melengkapi & membahagiakan selamanya. amiin
2 notes · View notes
naylilamani · 4 years
Text
Racauan Saat Dia Sakit
Jadi dua hari ini suamiku tidak enak badan. Dan diam-diam rasa bersalahku mulai bermunculan. Perhatianku terbagi, seringkali dia harus menyelesaikan segala sesuatunya sendiri. Mulai dari minum obat sampai menyiapkan makannya. Hiks...
Dari hari ke hari sepertinya aku masih saja 'mencoba' berdamai dengan keadaan: menjadi istri yang penuh celah. Benar rupanya apa kata para senior yang bilang setelah kelahiran anak kedua hubungan suami-istri bisa mulai merenggang. Nyata.
Tadi aku pijet kakinya bahkan setelah dia tidur karena baru selesai menidurkan anak-anak. Padahal dia sudah minta dipijet dari tadi, katanya biar cepat tidur. Eeeh malah dia ketiduran nunggu aku. Huhuhu. Besok pagi biasanya dia bangun terlebih dahulu, sudah dengan pekerjaannya dan bisa jadi juga dengan secangkir teh untukku. Serasa disindir hahahah. Padahal dianya mah biasa.
Aku banyak tenggelam dengan anak-anakku. Tapi siapa kita? Bercita-cita bisa melakukan segalanya seperti mengatakan kita bisa menjilat ubun-ubun sendiri. Khayal. Yang bisa adalah mengusahakan yang terbaik. Sebenarnya dia juga tidak menuntut supaya aku bisa teruuus ada dan melayani. Haha. Itu bukan bahasa cintanya. Dan juga sudah jadi kesepakatan bersama agar aku lebih menaruh perhatian pada anak-anak. Tapi yaaaaa namanya manusia ambis plus bucinn wkwkwk.
Maaf ya suami, kamu bukan jadi yang nomer satu saat ini. Kamu malah jadi -1, -2, -3 dan seterusnya. Mau nerima waktu aku minus maksudnya hahaha.
Menikah itu...hidup dengan seseorang yang terus bertransformasi. Tapi dari fase ke fase, semoga kita senantiasa bisa saling maklum, bergandengan, dan berkompromi. Titik tengah kesempurnaan bukan berarti pasangan bisa melakukan segala hal untuk kita, dengan kita diberikan kelapangan menerima hal-hal yang luput darinya juga bisa membuat hubungan ini istimewa.
Huft. Ngomong apa sih aku. Intinya: cepat sembuh, suami. Maaf aku banyak ga sempatnya :(((
321 notes · View notes
naylilamani · 4 years
Text
Aku tidak tau, bagaimana rasanya jadi ayah. Yg dengan gagahnya menyerahkan putrinya untuk di bhagiakan orang lain. Aku tidak tau bagaimana rasanya jdi ayah, yg mendoakan putrinya agar selamat mengarungi hidup di nahkodai kapten lain. Aku tidak tau bagaimana rasanya jadi ayah, melepas putrinya untuk dalam tanggung jawab orang lain. Yang aku tau. . tetes air mata ayah saat itu adalah tetes pertama yg ku lihat pernah mengalir dari kedua mata tegasnya, di hadapan sekian banyak tamu undangan.
Mungkin sulit, seorang ayah bisa mempercayakan anak perempuannya kepada sesosok lelaki. Ayah mendidik tidak hanya penuh cinta dan kasih sayang, tapi juga dengan banyak pengorbanan. Untuk akhirnya di lepaskan dalam kehidupan baru. Bersama orang baru.
Ayah .. aku hanya tau rasanya serpihan rindu ini terus menusuk dada. Menciptakan sesak dengan penuh isak.
Ayah... Aku hanya tau rasanya sepi tanpa teguranmu.
Ayah... Aku percaya, pilihan ayah pasti yg terbaik. Pasti akan membanggakan ayah (juga). Bukan hanya menciptakan jarak antara kita.
Salam kangen dari putrimu yg jauh di perantauan.
0 notes
naylilamani · 4 years
Text
Malam - malam hawanya sendu. Bikin terisak sendiri. Nahan rindu.
0 notes
naylilamani · 4 years
Text
Seperti, tidak memiliki diri sendiri
Pondok Indah Mertua (14)
Serumah dengan mertua itu lebih melelahkan karena kamu (merasa) harus mengkonfirmasi apapun yang akan kamu lakukan. Apapun.
Masak nasi berapa gelas, makanan ini mau disimpan atau dibuang, ini untuk apa, ini taruh mana, beli ini atau itu, dan banyak hal kecil lainnya. Bukan hanya aku ke mertua, tapi juga mertua ke aku.
Kenapa? Karena aku menghindari timbulnya perasaan bersalah akan sesuatu yang tidak aku anggap salah atau menghindari kerja dua kali. Beh, bingung nggak? Wkwkw
Misal hmmm apa ya...oh, misalnya aku menaruh barang di sisi A, tapi menurut ibu mertuaku harusnya barang itu di sisi B, jadi mending tanya dulu aja kalau aku taruh di A, gimana. Kalau beliau oke, taruh di A, tapi biasanya kalau aku tanya dulu, ibu mertua meresponnya dengan pertanyaan juga, seperti, "Nggak ditaruh di B aja ta?", jadi seakan masih membuka jalan diskusi, meski ujungnya ya ditaruh di B wkwkwkwkkw
Atau misalnya dulu aku belum hafal kebiasaan keluarga besar suamiku yang ngumpul tiap weekend dan biasanya pada makan di rumah sini, jadi tiap weekend ibu mertuaku biasanya masak lebih banyak. Ketika aku sok inisiatif masak nasi dengan takaran hari-hari biasa, ibu mertua bilang, "Harusnya tadi masaknya ga segitu, jaga-jaga kalau nanti anak-anak ada yang makan di sini."
Lalu aku akan terpaku, kebingungan wkkwkwk terus biasanya dilanjutkan dengan, "Yowislah, terlanjur."
Jeng jeng jeng jeeeeeng wkwkwkw mendengar kalimat yang di awali dengan kata "Harusnya..." dengan nada lirih itu bikin kayak...apa ya...kayak melakukan hal yang buruk sekali tapi dimaklumi. Wkwkwk.
Bahkan saat aku ingin memberi sesuatu. Misal aku punya barang, aku niatkan itu akan aku beri untuk si A, jadilah aku kasih ke A, tapi menurut ibu mertua harusnya dikasih ke B, "Harusnya untuk B ae Han..." gitu wkwkwk jadi aku tanya dulu, baiknya gimana. Tapi tidak selalu. Ada hal-hal yang menurutku ibu mertua tidak perlu tahu soal beri memberi. Karena aku tu ga suka ya kalau niatku tu harus digeser, meski sebenernya yaaaa masukan ibu mertua ga salah wakakaka.
Aku sempat merasa kepercayaan diriku nol atau bahkan minus karena apa-apa harus tanya dulu, karena apa-apa udah merasa salah dulu. Aku juga ndak punya rasa memiliki akan apapun di rumah. Satu ruangan yang benar-benar milikku adalah kamar tidur.
Sekarang masih sih, tapi mulai "yasudahlah" sambil mencari celah bagaimana ngobrol santai ke mertua sambil menyelipkan kemauanku atas sesuatu wkwkwk. Toh, ibu mertuaku juga perempuan, seorang istri, seorang ibu, juga menantu.
Rasa lelah berbagi ini juga pasti di rasa oleh mertuaku. Rumah yang biasanya diatur olehnya, kini harus dibagi denganku. Banyak kebiasaan yang diubah. Aku yakin kami sama-sama kerepotan dengan segala penyesuaian ini. Heu, semangat ya bu! Semangat menghadapi aku wkwkwkwk
255 notes · View notes
naylilamani · 4 years
Text
Maka patahnya semangatmu, adalah remuknya hatiku.
0 notes
naylilamani · 4 years
Text
tentang luka-luka itu
kamu pikir menangis akan menyembuhkannya. ternyata tidak.
kamu pikir makan banyak akan menyembuhkannya. ternyata tidak.
kamu pikir tidur panjang akan menyembuhkannya. ternyata tidak.
kamu pikir berdiam diri di kamarmu, tidak melakukan apa-apa akan menyembuhkannya. ternyata tidak.
kamu pikir berpergian lalu bertemu dengan banyak orang akan menyembuhkannya. ternyata tidak.
kamu pikir bersama dengan seseorang yang kamu sayangi akan menyembuhkannya. ternyata tidak.
kamu pikir berlari ke jalan terlarang akan menyembuhkannya. ternyata tidak.
kamu pikir beribadah banyak-banyak akan menyembuhkannya. ternyata tidak.
akhirnya kamu pikir waktu akan menyembuhkannya. ternyata tidak juga.
lalu kamu sadar bahwa kamu harus berjuang untuk benar-benar menyembuhkannya. kamu harus menerima keberadaannya, berdamai dengannya, merawatnya dengan kesadaran dan tanggung jawab.
kamu pun lebih kuat dari kamu yang sebelumnya.
544 notes · View notes
naylilamani · 4 years
Text
Kita ada dalam masa "perkenalan". Hari ini, aku sudah jauh lebih mengenalimu daripada kemarin, pertama kali kita disatukan sebagai suami - istri
0 notes
naylilamani · 4 years
Text
Selain merasa tidak punya teman.
Perasaan selanjutnya adalah.. aku merasa berbeda. Bawaannya minder mulu ah..
Heii ... Semangat .
Heii .. enegi positive.
Heii... Pikiran ga neko2..
Kalian kemana?
0 notes
naylilamani · 4 years
Text
Ini aku.
Bersama dengan perasaan takut salah yg terus menghantui.
Rasanya, aku bukan aku di rumah ini.
Dan sampai kapan hal ini akan terjadi?
Akankah "SELAMANYA"?
0 notes
naylilamani · 4 years
Text
Kalau harus membandingkan hari ini dengan hari2 sebelum menikah, pasti hilang dan hancur lebur rasa syukurku. Udah jalanin aja. Itung2 tirakat. Selama ini kan hidupmu uenaaaaak terus .
Naylil kpd Naylil
0 notes
naylilamani · 4 years
Text
Sambat lagi...
Engga tau knpa hbis nikah makin banyak sambatnya.
Bener2 jadi karakter yg berbeda.
Kamgen aku yg dulu!
0 notes
naylilamani · 4 years
Text
Baca ini, aku bener2 nangis .. inget ibukku.
Maaf buk.. kulo belum ngasih kesempatan ibuk buat egois.
"Bu, boleh kok egois." kataku, dulu sekali.
Kemarin ibu mengambil jatah egoisnya yang entah sejak kapan tak tersentuh. "Kamu, pulang kapan?" "Ibu maunya aku di sini sampai kapan?"
"Ya, tiga hari lagi." kata Ibu hati-hati.
Aku reschedule pesawatku satu hari, diam-diam.
399 notes · View notes