Tumgik
katahanoi · 1 month
Text
- Roller Coaster -
Kamu tahu persis, bukan, kalau hidup dan serentetan peristiwa yang terlibat itu seperti roller coaster?
Saat pertama kali menaikinya, kecepatan wahana itu begitu pelan sehingga kita bisa menikmati momen untuk mencapai puncak dan sejenak melihat pemandangan indah di bawah kita. Yah, itu baru 1 puncak di antara puncak-puncak trek itu. Setelahnya kita tahu apa yang terjadi: dijungkirbalikkan, bergantian berada di atas dan bawah.
Ya, hidup juga seperti itu. Awalnya kita sangat bersemangat untuk mencapai puncak pertama dalam hidup kita. Tanpa tahu apa yang sedang menghadang kita. Tanpa tahu bahwa setelahnya kita akan berjumpa dengan lembah-lembah curam yang mungkin akan membuat kita putus asa untuk mencapai puncak berikutnya.
Tapi, jangan menyerah yaa. Seperti permainan roller coaster, pada akhirnya kita akan tiba di garis akhir, kan? Kita hanya perlu bersabar mengikuti alur yang akan menguji level kita. Tak peduli berapa banyak lagi puncak yang harus didaki dan lembah curam yang harus dilewati. Pada akhirnya kita akan tiba di tujuan kita dengan selamat. Saat itu tiba, pastikan kita menoleh ke belakang, melihat kembali potongan-potongan puzzle kita dengan senyum puas dan penuh rasa syukur.
3 notes · View notes
katahanoi · 6 months
Text
- Pulang -
Aku percaya hidup terlalu remeh untuk sekadar dimaknai sebagai media kita untuk bernapas, makan, mengerjakan tugas, dan aktivitas-aktivitas manusiawi lainnya. Hidup juga terlalu remeh untuk dimaknai sebagai platform kita untuk melanjutkan hidup setelah kita secara sengaja dibentuk dan dilahirkan ke dunia yang fana nan rumit ini.
Kita hidup di dunia ini untuk mencari makna-makna implisit lain yang telah diselipkan Tuhan. Hidup adalah persoalan mencari jati diri. Beberapa orang menemukannya dengan mudah dan mulus, seolah jati diri mereka sudah muncul semenjak mereka berhasil mengembuskan napas pertama mereka ke dunia. Untuk beberapa lainnya, pencarian jati diri merupakan sebuah petualangan yang melibatkan serangkaian peristiwa pahit dan getir dalam kehidupan ini.
Lebih dari itu, hidup juga persoalan mencari jalan pulang. Ke pelukan hangat ibu dan ayah. Ke tempat di mana kita dapat mencurahkan berbagai emosi dan versi diri kita dengan bebas dan nyaman. Ke sebuah rumah yang penuh canda tawa dan orang-orang terkasih. Sebuah rumah yang membuat kita tak ingin pergi lagi karena kehadiran mereka membuat kita lebih hidup, menjadi manusia yang lebih baik lagi dan penuh cinta.
Teruntuk para manusia yang kembali mengembara dan mencari lagi makna kehangatan dan rumah cinta yang sesungguhnya, semoga kalian segera menemukan apa yang kalian cari dan pulang ke rumah kalian sesungguhnya.
3 notes · View notes
katahanoi · 6 months
Text
Kepada diri yang tak mudah mengeluh, selalu berusaha membagi waktu antara kegiatan satu dengan kegiatan lainnya, dan selalu berusaha melaksanakan apa-apa yang telah di-iya-kannya baik dengan orang lain maupun dengan diri sendiri.
Berusaha untuk tetap melaksanakan sekian banyak tanggung jawab dalam waktu 24 jam sangat melelahkan, bukan? Bahkan rasanya kurang. Rasanya seperti ditarik-tarik kian kemari. Lelah, tapi itulah konsekuensi dari setiap "iya" dan "insyaAllah"-mu.
Kuucapkan beribu-ribu terima kasih dan ucapan bangga tiada henti padamu. Terima kasih karena telah berusaha menampilkan versi terbaikmu di hadapan orang-orang. Bukan untuk riya' tentu saja. Bukan juga untuk disanjung. Niat tulusmu telah membantu meringankan beban orang lain, tak peduli sebanyak atau sesedikit apapun itu.
Terima kasih sudah bertahan sampai detik ini. Terima kasih untuk tetap tegar diterpa badai kritik dan hal-hal negatif lainnya.
Terima kasih untuk tetap tersenyum dan tetap berdiri tegak menantang matahari meski kelopak matamu meminta untuk terpejam dan tubuh lunglaimu tak bisa berdusta.
*jangan lupa beristirahat dan jaga kesehatan yaa. Dirimu sendiri adalah hal pertama yang kau "iya"-kan semenjak ruhmu ditiupkan ke dalam jasadmu. Dirimu adalah tanggung jawabmu juga.
2 notes · View notes
katahanoi · 6 months
Text
Hai, diri.
Pekarangan tetangga terlihat lebih hijau dan segar, ya? Yaa mungkin karena ia pandai merawat tanaman-tanamannya dengan penuh cinta. Tak usah malu jika pekaranganmu tidak seperti itu. Berhentilah melongok dan membandingkannya dengan pekaranganmu. Sekarang mulailah bertanya pada tetanggamu perihal resep rahasia yang ia gunakan untuk merawat tanaman-tanamannya.
Hai, diri.
Mungkin pekaranganmu belum sehijau miliknya. Tapi itu bukan berarti kamu dapat menjadikannya alasan untuk terus belajar dan berkembang lebih baik, kan?
Berhentilah membuat-buat alasan untuk menutupi ketidakmampuanmu hanya karena engkau belum sepandai dirinya yang mampu membuat pekarangannya tampak hidup. Aku yakin kamu pasti bisa juga. Mungkin tidak seperti miliknya. Tapi tak masalah bagiku. Yang terpenting, kamu mampu membuat pekaranganmu hijau dan segar menurut versimu sendiri.
2 notes · View notes
katahanoi · 7 months
Text
Pada dasarnya manusia itu egois; mereka hanya mementingkan diri mereka sendiri. Selalu saja berpikiran bahwa diri mereka wajib didahulukan. Seringkali manusia-manusia egois alpa bahwa manusia lain pun juga berhak mendapatkan apa yang sepantasnya mereka dapatkan. Mereka juga berhak untuk diperlakukan baik, diperlakukan sebagaimana mestinya manusia-manusia egois itu memperlakukan diri mereka sendiri.
Sayangnya, dunia ini semakin diisi oleh manusia-manusia egois yang tampaknya sudah tidak peduli kiri kanannya. Tidak peduli kabar tetangga 5 meter dari rumah, tidak peduli terhadap sesama anggota keluarganya.
4 notes · View notes
katahanoi · 10 months
Text
it's weird, isn't it
feeling guilty: for being sad when i'm supposed to be happy,
and for being happy when i feel not okay
5 notes · View notes
katahanoi · 10 months
Text
Why is it always me who in the "i am fine and happy for you two" situation most of the time?
Fine and happy?
Stop talking nonsense, hun. You're actually NOT!
1 note · View note
katahanoi · 11 months
Text
[Who am I now?] Membandingkan diri versi 5 tahun lalu dengan sekarang
Katanya, daripada membandingkan diri dengan orang lain, lebih baik membandingkan diri dengan diri kita sendiri di masa lalu. Sudahkah menjadi lebih baik, atau malah menjadi lebih buruk? Tapi, mau jadi lebih baik atau sebaliknya, at least ada perubahan yang dapat dilihat. Aku sih paling takut kalau masih stuck begitu-begitu saja alias tidak ada perubahan berarti.
Ok, here's the life update.
Orang-orang yang mengenalku 5 tahun lalu kebelakang alias jaman-jaman SMP dan SMA, pasti mendefinisikanku sebagai orang yang galak, judes binti jutek, dan moody parah. Bahkan dulu aku punya julukan sebagai bendahara galak. Wkwkwk. Banyak yang menasehatiku untuk mengurangi tingkat kegalakanku yang udah setara sama anjing penjaga kompleks (eh, nggaklah!), menuntutku untuk lebih bersabar dan nggak mood-moodan.
Hey! Ngomong sih gampang! Pelaksanaannya nggak semudah itu ya! Memangnya siapa yang bisa menjadi orang penyabar secepat dia bilang "sabar"?! -Me, 5 years ago
But, honestly 5 years ago I didn't know well about myself. I didn't know who I am. Nggak tau caranya mengelola emosi dengan baik dan menyalurkannya dengan benar. Bahkan semua nasehat untuk membuatku menjadi lebih sabar dan nggak galak itu cuma angin lalu yang bikin aku tambah bingung. Jadi, kalau aku mau marah, ya marah aja. Kalau mau sedih, ya sedih aja. Seneng ya seneng aja. Kayak ngga ada yang kutahan-tahan meskipun moodku udah kayak roller coaster pukulan berapi menyakitkan yang ada di Bikini Bottom. I let anyone knew that I was such an emotional and expressive girl. I let them knew what I felt through my face and how I talked. That was me and I was proud of myself.
2019. Memasuki era kuliah yang mana lebih banyak orang asing yang akan ku kenal dan masuk ke hidupku tidak semerta-merta menjadikanku menjadi orang yang berbeda. Aku masih menjadi orang yang galak dan moody tapiiii ... lebih pendiam dari sebelumnya. Hanya bersama orang-orang yang kupercaya saja aku bisa menjadi 'aku' yang lain.
Pandemi Covid-19 datang tidak hanya membawa bibit penyakit tapi juga membawa banyak perubahan dalam hidupku. It's such a blessing in disguise, I think. Karena tidak bisa kemana-mana dan tidak bebas bertemu siapapun, mau tidak mau aku hanya menghabiskan hari-hariku bertemu dengan kedua orang tuaku dan aku sendiri terutama. Hal ini yang menjadikanku lebih banyak berdialog dengan diri sendiri. Susah, senang dan stress dihadapi sendiri. Well, ternyata nggak buruk juga, ya? Aku jadi lebih mengenal diri sendiri, seperti apa aku dan apa mauku. Di titik ini, aku masih merasa nggak ada perubahan berarti. Aku merasa masih stuck menjadi orang yang sama dengan diriku beberapa tahun silam.
2021. Untuk pertama kalinya aku bertemu orang-orang baru secara tatap muka. Ada rasa nggak nyaman karena pada dasarnya aku nggak kenal mereka semua. Apa yang kau harapkan dari seorang introvert?! Hahahah. Hal ini membuatku lebih menutup diri dan mempertebal topengku pada awalnya. Tapi lama-lama luntur juga. Mereka adalah orang-orang yang asyik dan menyenangkan. Well, inilah awal aku berjumpa dengan diriku yang baru.
Nggak kusangka aku meninggalkan impresi yang berbeda dari diriku 5 tahun lalu. Aku yang galak, yang moody parah, yang judes binti jutek udah nggak ada lagi. Nggak tau hilang kemana. Orang-orang di sekitarku sekarang melabeliku dengan label berbeda: aku yang sabar, nggak pernah marah walau digodain separah apapun, lebih bisa menerima banyak hal, lebih mudah berlapang dada. Alhamdulillaah, maasyaAllah tabarakallah.
Tentu saja menerima aku yang baru ini nggak mudah. Aku sendiri nggak sadar akan prosesnya. Tau-tau aku sudah berubah kayak power ranger pink. Banyak bingungnya, banyak nggak terimanya. Tapi perlahan aku sadar dan mengikhlaskan (dan harus diikhlaskan sih) bahwa diriku yang lama sudah memudar. Bahwa itulah proses perubahan dan penerimaan diri. Bersyukur sih, karena prosesnya berjalan natural dan nggak kupaksa-paksa. Aku sangat berterima kasih pada orang-orang hadir ke dalam hidupku entah itu 5 tahun lalu atau sekarang, yang telah memberikan pendapat dan masukan sehingga aku bisa berkaca pada diri sendiri dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Tumblr media
-15 Mei 2023
1 note · View note
katahanoi · 1 year
Text
Mengendarai Hidup
Hidup itu kayak lagi nyetir kendaraan. Kita sebagai pengendara harus tahu tujuan akhir kita. Meskipun ada GPS, Google Maps, dan teknologi canggih lainnya, tetap aja kita nggak tahu sesulit apa medan yang akan kita lalu. Syukur-syukur semulus jalan tol.
Yang jelas, kita punya kontrol penuh atas kendaraan yang kita bawa. Toh, jalan juga ngga melulu lancar jaya dan lurus-lurus aja. Ada saat kita harus berbelok dan putar balik. Ngegas dan ngerem pun juga ga bisa asal-asalan. Harus naik/turun secara perlahan dan stabil. Nginjak pedalnya juga ga bisa dadakan, kan? Salah-salah malah bikin kita terluka.
Untuk mencapai tujuan akhir sebenarnya ngga perlu ngoyo alias kerja rodi alias gas ngeng dengan kecepatan penuh sejak awal. Rambu-rambu di jalan ibarat teman-teman dan support system kita yang selalu setia ngasih perhatian supaya kita selalu hati-hati, ngasih tau kita kapan kita butuh berhenti atau jalan pelan-pelan.
Sering juga kita menemui dengan pengendara lain yang entah kebetulan hanya berpapasan atau satu tujuan dengan kita. Semuanya berjalan dengan kecepatan masing-masing dan kita ngga perlu merasa tertinggal. Kapasitas kendaraan yang dimiliki kan juga berbeda-beda dan sudah disesuaikan dengan kapasitas diri kita.
Kadang ada juga beberapa pengendara lain yang cukup menguji kesabaran kita. Ya sabar aja dan pintar-pintar memilih mana yang sebaiknya kita hindari. Cukup fokus hingga tujuan akhir.
20 notes · View notes
katahanoi · 1 year
Text
Thank You 2022, Hello 2023
Hai, 2022! Banyak hal telah terjadi di sepanjang tahun ini. Berbagai pertemuan dan proses pengenalan dengan orang-orang baru, serta perpisahan di awal dan akhir tahun ini sudah membuatku belajar banyak hal.
Banyak kata yang telah menemaniku di tahun ini. Kalau boleh memilih, "ketabahan" dan "kesabaran"-lah yang menjadi teman bertumbuhku.
Banyak senang, tapi juga banyak sedihnya. Banyak merencanakan agenda, namun sedikit yang terlaksana. Terkejut juga sih, karena banyak hal tidak terduga terjadi di sepanjang tahun ini.
Akhir-akhir ini aku sering berpikir: akankah aku sebahagia ini di 2023 kelak? Akankah aku banyak mengalami masa-masa sulit seperti di 2022 ini? Hal apa yang akan membuatku bertumbuh? Dengan siapakah aku akan bertumbuh di 2023? Aku akan menantikannya. Tentunya dengan sedikit ekspektasi dan banyak cemas haha.
Kepada orang-orang yang sudah menemaniku di sepanjang tahun ini: Pengurus Perpusku tercinta, kuucapkan terima kasih banyak karena sudah menjadi teman bertumbuh ter-the best tahun ini. Aku akan selalu menjadi bagian dari kalian. I'll miss you unlimited.
Kepada teman-teman KKN-PK-ku, aku juga mengucapkan terima kasih atas pengalaman berharga yang singkat ini. Meski kita tidak banyak cocoknya, tapi dengan kalian aku belajar untuk menikmati setiap momen yang terjadi. Aku juga belajar akan kehilangan dan kerinduan.
To my fellas: sementiri gang and my girls from JHS and PBI. Thank you for everything you've done to me. I might have disliked you once or twice but I do love you more and more. I might have trust issue to people, but you guys make me believe that you can be trusted.
One question to sementiri gang: can we have other meetings after this? I hope we can be friend more than partners in organisation. I do really love you guys. Sincerely.
To myself: Hey, thank you for being strong, strongest I've ever seen. You might have shown your weaknesses, but you steadily grow from that. Past stays in the past. No need to talk more about that. Focus on your future. You have unlocked many achievements this year and I'm so proud of you *hugs*. To my future self, please be brave and honest. Let's get more achievements in the future but please remember to take a break for a while. Do cry if you feel like it. Smile through pain isn't your strength. Stop that. Be honest!
I may not be ready to welcome 2023 yet I won't stop. I'll take small steps as usual and see what my next step and where my next stop.
3 notes · View notes
katahanoi · 1 year
Text
Curahan Mahasiswa Tingkat Akhir (1)
Lagi ada di fase-fase berjuang sendirian. Yang dulunya bareng-bareng terus belajarnya, saling bertukar pikiran saat nugas, diselingi canda tawa biar ngga spaneng.
Sekarang? Kemana-mana sendiri. Nugas sendiri, pusing sendiri, mau ketawa sama siapa? Curhat sama siapa? Semuanya sedang sibuk berjuang sendiri dengan garis start yang berbeda-beda. Jadi makin bingung mau cerita ke siapa. Pada akhirnya aku cuma bisa melampiaskan unek-unek dengan tulisan, lamunan, dan doa tiada ujung.
Lucu sih, orang introvert sepertiku, yang biasanya nggak pengen ditemani siapapun, inginnya di rumah, di perpus sendirian aja, di saat-saat seperti ini pengeeeen banget didampingi seseorang yang bisa diajak berjuang bareng, cerita-cerita keresahan dan kepeningan saat skripsian, and so on, and so on, and so on.
Kadang, keinginan untuk nyerah itu muncul. Rasanya pengen istirahat karena kepala udah pening, badan udah capek minta direbahin mulu (duh remaja jompo sekali Anda ckck). Tapi, kebayang terus wajah beliau bapak dosen pembimbing yang memintaku untuk cepat-cepat menyelesaikan draft skripsi. Kebayang terus suara ibu yang pengen banget ngajak aku buat ukur pakaian wisuda. Astaghfiriullah, Ya Allahh. Kuatkan hamba :")
Kini bukan alone yang kurasakan, tapi lonely. Kesepian karena tidak ada teman yang bisa kuajak berbagi hal-hal seperti yang sudah kusebutkan tadi.
Sabar, yaa.
Meski kepala sudah pening, meski badan udah minta rebahan, kamu harus tetap berjuang. Pelan-pelan aja ngga papa. Sabar, sabar, sabar. Semua akan ada masanya sendiri.
Semangat, diriku :)
Selasa, 15 November 2022
Di Perpustakaan Masjid Kampus Tercinta
4 notes · View notes
katahanoi · 2 years
Text
Seandainya saja ada tombol restart di hidup ini, mungkin sudah ku tekan berkali-kali.
Jujur, saat ini aku butuh sekali tombol itu. Hari-hari belakangan rasanya berbeda. Aku jadi lebih malas, jadi suka menunda-nunda, jam tidur tidak teratur—kadang lebih banyak tidur, kadang lebih sedikit tidur—lalu aku juga gampang banget tersinggung akan hal-hal kecil.
Aku bingung mau curhat ke siapa karena kupikir tidak ada orang yang bisa mengerti apa yang kurasakan. Selain itu, setiap orang punya masalah tersendiri. Aku juga nggak mau apa yang kuceritakan pada orang-orang terdekatku nantinya akan menjadi beban tambahan bagi mereka.
Mungkin aku terlihat seperti seseorang yang banyak tertawa dan bercanda, jarang kelihatan ada sedih-sedihnya. But trust me guys, di rumah aku banyak nangis dan merenung di dalam kamar alias orang rumah nggak tau sama sekali soal ini wkwkkw.
Aku masih berpikir kenapa dan sejak kapan aku menjadi seperti ini. Sembari berpikir seperti itu, aku terus tertatih-tatih maju meski aku sudah jaaaauuuh tertinggal di belakang kalau dibandingkan dengan teman-temanku, dan juga sambil terus menyabar-nyabarkan diriku agar tidak kemrungsung. Nggak jarang juga aku berpikir aku butuh bantuan ahli yang—ehem—cukup mampu untuk menjebol dompetku yang pas-pasan ini *hiks*.
I really don't know what's wrong with me, guys. I hope somebody can help me to get the right answer :")
Minggu, 29 Mei 2022
0 notes
katahanoi · 2 years
Text
Mungkin ini sebabnya aku sedikit enggan membuka diri dengan orang lain. Sebab begitu aku memulainya, orang-orang akan mencela mana saja bagian diriku yang dianggap cacat dan tidak normal. Aku menghargai mereka yang berusaha "meluruskan/menormalkan" aku dengan pola pikir mereka. Aku sangat menghargai dan berterima kasih karena itu pertanda mereka peduli padaku.
Tapi ... bukankah mereka yang menganggapku tidak normal juga sebaiknya menghargai perspektifku yang katanya cacat ini?
0 notes
katahanoi · 2 years
Text
Diam bukan berarti membenarkan
Diam bukan berarti tidak merasakan
Bahkan batu yang ditetesi air terus menerus akan terkikis dan menjadi tanah.
Lalu bagaimana dengan hati?
Kaupikir dengan diamnya seseorang, hatinya tidak tersayat-sayat?
0 notes
katahanoi · 2 years
Text
Kamu nggak asik kalau:
Nggak suka pergi ke pameran
Nggak suka nonton film yang disukai mayoritas orang
Nggak suka baca buku dan pergi ke perpustakaan
Nggak suka nongkrong di kafe atau nge-mal. Lebih suka stay di rumah nonton drakor, anime dan sebagainya.
Nggak terbiasa pake make up.
Nggak suka ikut tren di medsos.
(tambahin sendiri)
Ih. Pokoknya kamu nggak asik kalau nggak se-frekuensi sama aku. Begitu katanya.
Lho, tapi bukankah lebih asik kalau orang-orang punya pemikiran dan kebiasaan yang berbeda-beda? Kan, jadi bisa sharing dari perspektif yang berbeda-beda.
Lagipula, kalau semua orang punya pemikiran yang dan kebiasaan yang sama, dunia ini malah nggak asik. Bayangkan aja seluruh dunia cuma suka 1 genre film yang sama. Atau semua orang suka nge-mal. Duh. Bisa-bisa dunia ini nggak berkembang saking monotonnya pemikiran dan perilaku orang-orang. Bahkan ponsel saja butuh pesaing yang berbeda jenis, bentuk, dan ukuran agar bisa berkembang menjadi lebih pintar dan praktis. Iya kan?
Jadi ... gimana? Masih berpikir kalau orang-orang yang berbeda pemikiran denganmu itu nggak asik? :)
-3 Ramadhan 1443 H-
2 notes · View notes
katahanoi · 2 years
Text
Don't expect anything from others.
Itu adalah peraturan paling pertama dalam pelajaran bersosialisasi, terutama bagi orang-orang yang memiliki hati rentan kecewa dan patah hati ... sepertiku. Bahkan dalam pertemuan pertama dan perkenalan pun aku tidak mau punya first impression apapun terhadap lawan bicaraku.
Sebab sudah cukup aku mengucapkan "Kukira dia ..." dan "ternyata dia ..." dalam konteks negatif. Aku hanya akan melontarkannya dalam konteks positif saja.
Sudah cukup aku menyakiti diri sendiri karena ekspektasi yang kubuat-buat di kepalaku. Menjadi terkejut akan hal-hal baik—terutama menyangkut tindakan orang lain terhadap diri kita—adalah hal yang menyenangkan untuk saat ini.
Berhenti berekspektasi apapun pada orang lain sama dengan menghargai diri sendiri. Aku tidak perlu repot-repot merasakan luka karena sesuatu yang kita torehkan sendiri, juga yang tidak sengaja orang goreskan pada kita. Duh ... Jadi dobel terluka, kan? Aku juga jadi berhenti menyalahkan orang lain PADAHAL itu kam memang kesalahanku sejak awal. Salahku karena berekspektasi pada orang lain.
Sudahlah, teman. Berhentilah berekspektasi pada orang lain kalau tidak mau sakit hati dua kali.
6 notes · View notes
katahanoi · 2 years
Text
Hari ini aku sedang kehilangan jati diriku. Semangatku yang membara kini mengabu bersamaan dengan hilangnya tujuan hidupku. Tentu saja aku masih bisa makan, bernapas, dan melakukan aktivitas laiknya manusia lainnya. Hanya saja, aku merasa tidak termotivasi dan tersesat di dalam pikiranku sendiri.
Kepada siapapun yang menemukan jati diriku, tolong laporkan ke bagian barang hilang agar aku bisa menemukannya kembali.
2 notes · View notes